Berita tentang penyakit D-21 telah menyebar di kalangan masyarakat di luar kota Aphelion dan di luar kota Stonburg dalam 24 jam, mereka mulai menjarah sebagian besar isi toko dan minimarket karena serangan panik. Pemerintah Gran Liberyl juga mengeluarkan kebijakan yang meminta masyarakat untuk mengkarantina sebagian wilayah dan daerah yang dekat dengan kota Aphelion maupun kota Stonburg.
Kericuhan bahkan terjadi di sebagian besar kota Chester yang berada persis di sebelah barat kota Aphelion, mereka memprotes kebijakan pemerintah yang dinilai dangkal. Bagaimana bisa dengan mengkarantina suatu wilayah itu menjadikan penyakit D-21 tidak akan menginfeksi warga?
Mahasiswa pun ikut berdemo di depan kantor wali kota, mereka menyuarakan aspirasi mereka. Membawa kertas yang berisi suara hati mereka. Kalimat "Save StonAphe from D-21," pun mulai menggema di sebagian besar wilayah.
"Masalahnya, ini bukan penyakit biasa yang bisa disembuhkan! Masyarakat seharusnya patuh pada pemerintah! Agar D-21 tidak menyebar!" tutur seorang pejabat pada wawancara yang di selenggarakan oleh sebuah acara TV khusus berita.
"Save StonAphe from D-21!" teriak para Mahasiswa serentak.
Semua chanel TV bahkan menayangkan demo yang terjadi di depan kantor wali kota dan penjarahan yang terjadi dimana-mana. Bencana ini tidak akan usai, jika masyarakat terus bersikap apatis dan sesuka hati mengabaikan peringatan jelas tentang D-21.
Pemerintah pun akhirnya melibatkan polisi sektor untuk mengamankan kericuhan yang terjadi diantara pendemo. Untuk membubarkan para pendemo, gas air mata turut di libatkan guna melerai kericuhan yang terjadi.
"Kalian tidak seharusnya egois dan mengabaikan peraturan pemerintah! Bayangkan betapa menderita warga kota Stonburg dan Aphelion! Mereka yang menjadi korban dari teror ini dan kalian yang menari di atas penderitaan mereka! Buka mata dan hati kalian untuk saudara kalian yang mengalami bencana ini!"
πππ
Jam menunjukkan pukul 17:45, matahari pun terlihat semakin tenggelam di ufuk barat. Nicholas dan Wendy kini sedang duduk di depan api unggun yang mereka nyalakan beberapa menit lalu, di samping Wendy, ada beberapa makanan yang mereka ambil dari toko swalayan sebelum akhirnya sampai di tempat ini.
Nicholas mengambil tas ranselnya lalu mengecek isinya, dia baru menyadari kalau gantungannya hilang. "Kenapa?" tanya Wendy melihat gerak-gerik Nicholas yang terlihat gusar.
"Gantunganku menghilang," jawab Nicholas.
"Mungkin, terjatuh di suatu tempat saat kamu berlari bersamaku," Wendy membuka bungkus wafer lalu memakannya.
Nicholas menggeser ranselnya dan mengambil makanan yang ada di samping Wendy, cowok itu lalu mengedarkan pandangan sambil mencoba membuka bungkus makanannya. "Oh, ya, apa nama tempat ini?" tanya Nicholas.
"Apa kau tidak membaca tanda itu? Ini panti asuhan dan aku tinggal disini," Wendy menjawab santai.
"Lalu, mengapa kita berada di luar? Kenapa tidak masuk saja?"
"Menurutmu, berapa banyak penghuni panti?"
"Mana kutau," Nicholas menggedikkan bahu.
"Banyak dan menurutmu apa mereka semua masih hidup? Mungkin saja mereka sudah berubah menjadi makhluk itu,"
"Singkirkan pikiran negatifmu, aku akan memeriksanya," Nicholas berdiri dan menaruh snack itu di samping ranselnya.
Wendy menatap Nicholas yang mulai melangkah menjauh darinya, cowok itu berdiri di depan pintu yang telah terkena noda darah. Nicholas lalu menelan ludah susah payah, dia menoleh ke Wendy yang masih memandangnya. "Ayo, Nicholas. Ini bukan apa-apa, jika kau kembali, Wendy akan meremehkan kemampuanmu!" gumam Nicholas.
Perlahan tapi pasti, Nicholas memutar knop pintu, suara decitan pun terdengar dan membuat Nicholas terkejut sendiri. Sial, bahkan Wendy ikut terkikik melihat reaksi Nicholas.
"Hey! Kalau tidak berani, kembali kesini saja!" kata Wendy.
"Aku berani!"
Wendy melihat Nicholas masuk ke dalam sana, "Aku bertaruh dia akan kembali dalam dua menit," gumamnya.
πππ
Nicholas melangkah masuk ke bangunan yang terlihat temaram, apa mereka tidak memasang lampu disini? Cowok itu mengedarkan pandangan. "Gelap sekali, sepertinya tagihan listrik mereka belum dibayar," gumam Nicholas.
Dia mulai berjalan masuk ke sebuah kamar yang sedikit terbuka, sejurus kemudian, cowok itu menginjak sesuatu. "Senter?" tanya Nicholas, dia membungkuk untuk mengambil senter itu dan menyalakannya.
"Astaga.... Apa yang terjadi pada mereka?" tanya Nicholas tiba-tiba bergidik ngeri, dia menyorot sekumpulan mayat anak kecil yang sudah tidak utuh. Belum lagi bau tidak sedap yang membuat Nicholas mual.
DUG! Dentuman keras terdengar dari arah belakang, Nicholas sontak menoleh dan menatap sesosok bayangan hitam dengan mata merah menyala. Cowok itu dengan cepat mengarahkan senternya dan langsung mendapati Wendy. "Ah, ternyata hanya halusinasi..." lirih Nicholas setengah mati.
"Tolong jauhkan sentermu dari wajahku!" kata Wendy silau.
"Baiklah, baik... Tapi, apa yang terjadi pada mereka?" Nicholas bertanya ke Wendy.
"Entahlah, mungkin ada seorang pencuri yang masuk dan membunuh mereka semua," jawab Wendy tak masuk akal.
"Hei, mana mungkin dia bisa membunuh orang sebanyak itu? Lagi pula, mengapa seorang pencuri memasuki panti asuhan?" tanya Nicholas memberondong.
"Diamlah! Jangan banyak bertanya, pegang tasmu dan ikuti aku! Ayo!" Wendy melempar ransel ke cowok itu.
"Mau kemana?"
"Ke kamarku, kita akan istirahat," balas Wendy, kemudian Nicholas menggedikkan bahu dan mengekori perempuan berambut pirang tersebut.
πππ
Jane berteriak panik kala seekor anjing yang sudah terinfeksi itu kini mengejarnya, hewan itu berlari cukup cepat. Ini adalah ide Morgan, berlari dan menghindari para makhluk itu. Sehingga, Jane yang tidak punya pilihan pun terpaksa mengikutinya. Jane yang malang.
Morgan yang sudah berada di depan Jane pun terpaksa memperlambat lajunya sambil menunggu wanita itu keluar dari area sekolah. "Kau sudah tidak waras!" teriak Jane pada Morgan.
"Hei! Jangan remehkan ilham yang datang ketika kau sedang berada di kamar mandi!" balas Morgan.
"Terserah kau saja!"
Morgan menembak anjing itu tepat di kepalanya, "Beres!" kata Morgan, mereka akhirnya berhenti di dekat mobil yang Jane curi.
Wanita itu seolah kehabisan nafas karna terus berlari untuk mengecoh anjing-anjing tersebut, Jane refleks melirik ke Morgan yang sedang bersenandung. Pria itu, kenapa dia terlihat innocent? Padahal dialah mastermind-nya.
"Hey!β"
"Hari sudah malam, ayo kita cari penginapan," ajak Morgan, dia lalu masuk ke dalam mobil, meninggalkan Jane yang berkacak pinggang dan hendak memarahi Morgan habis-habisan karena ide naifnya, mereka berdua hampir menjadi santap malam bagi makhluk-makhluk itu.
Morgan benar, hari semakin gelap dan mereka harus mencari tempat untuk menginap. Jane kemudian mengendarai mobil itu dengan perlahan.
Teror yang terjadi sudah cukup membuat banyak nyawa melayang. Kota Aphelion yang indah, berubah menjadi neraka yang perlahan menghancurkan semangat hidup para penyintas yang mencoba bertahan hidup.
Makhluk aneh nan menyeramkan perlahan menginvasi kota, daerah yang aman pun berusaha sekeras batu untuk mempertahankan barikade mereka. Mereka dilanda ketakutan, krisis makanan di kota Aphelion, dan krisis air bersih di kota Stonburg.
Demo besar masih terjadi di depan gedung wali kota Chester, mereka terus menyuarakan aspirasi yang tampak percuma. Seharusnya, mereka mengikuti apa yang diminta pemerintah.
Sampai mereka tak menyadari, bahwa virus D-21 sudah mulai bermutasi dan berada di antara mereka semua.