Chereads / Cube: Paralyzed (Indo. ver) / Chapter 9 - Find one near

Chapter 9 - Find one near

"Sinyal dari markas menghilang, komandan. Tidak ada kontak dari Pione," ucap salah seorang prajurit dari unit inti Cavalerry.

"Zayn, apa bisa kau melacak keberadaan dari sub-unit Calvard?"

"Calvard berada di kota Aphelion, delapan kilometer dari posisi kita saat ini, komandan."

"Hubungi Calvard segera! Kita memerlukan informasi terbaru dari mereka! Astaga, bencana ini tidak akan berakhir jika orang-orang selalu bersikap egois."

"Laksanakan, komandan!"

🍃🍃🍃

Jam delapan malam, April memasukkan arlojinya lagi ke saku baju, matanya kini terasa kering. Dia berjalan memimpin, setelah sebelumnya Ricardo yang selalu memimpin dalam keadaan apapun. Ini merupakan tanggung jawab yang besar bagi April.

"Nama kamu,... April kan?" tanya Jane berusaha menghibur.

"Iya."

"Jadi, bagaimana? Apa kamu sudah menemukan Ayahmu atau belum?" Jane berjalan di belakang April.

"Belum, aku tidak tau dimana Ayahku, aku berharap kalau dia masih hidup," sahut April, suaranya terdengar serak.

Jane tersenyum ketir, dia tau bahwa Brian sebenarnya sudah mati dan berubah menjadi zombi. Hanya saja, Jane tidak tega jika harus memberitahu April, mengingat gadis itu baru saja kehilangan Ricardo.

"Kau anak dari Brian Osella, 'kan?" Morgan menimbrung.

"Iya, kenapa?"

"Tidak ada," Morgan terus berjalan berdampingan dengan April. Dia tau kalau gadis ini sangat terpukul, jadi, untuk sementara waktu, Morgan harus mengendalikan mulutnya.

Jane menghela nafas lega, dia pikir Morgan akan memberitahukan kejadian di rumah sakit kepada April, walaupun ia tidak yakin kalau Morgan tahu tentang kematian Brian.

"Sebenarnya kita akan kemana?" tanya Nicholas.

"Kita akan pergi ke kota Chester, disana adalah tempat yang paling aman dengan penjagaan yang sangat ketat." jawab April, dia mengarahkan senter lurus ke depan, meski tangannya gemetar ketakutan.

Sekarang, kota Aphelion benar-benar terlihat seperti kota mati, mobil-mobil pun terlantar di sepanjang jalan, sebagian dari mereka terbakar dan hancur. Suasana terasa kian mencekam dengan tidak adanya penerangan sama sekali. Sehingga pandangan mereka terbatas, hanya April yang membawa senter. Oleh karena itu, tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali terus berjalan di belakang cewek itu.

Morgan menengadah, menatap hamparan bintang yang terlihat indah. Secuil ingatan tentang keluarganya membuat Morgan merindu, selain itu, Morgan pun jadi teringat kejadian yang terjadi di kota Stonburg beberapa minggu lalu.

Orang-orang saling berteriak, mengerang, menangis, dan putus asa. Yang kuat menjadi egois sehingga meninggalkan si lemah untuk menjadi santapan para zombi. Tidak ada yang lebih baik selain bunuh diri, kebanyakan penyintas memang memilih untuk mengakhiri hidup mereka, akibat tak percaya takdir dan penyelamatan yang selalu dikoarkan. Sebagian lagi terinfeksi virus D-21 ini.

Morgan seakan menjadi saksi bisu atas peristiwa yang terjadi,

"Bu, lapar," keluh Nicholas pada Jane.

"Ap—April, sebaiknya kita berhenti dulu," ucap Jane, April pun menoleh, menyorot Ibu dan Anak itu menggunakan senternya.

Matanya menyipit kala melihat ada gerakan samar di belakang Jane, cewek itu dengan cekatan menodongkan MG-42 (senapan mesin) miliknya ke arah Jane.

"Apa yang kau lakukan April!" Morgan menyentak tangan April, akibatnya senjata itu terjatuh bersamaan dengan suara pekikan lantang yang menyeramkan. Mereka semua refleks menoleh ke asal suara, sialnya, mereka tak bisa melihat apapun karna kondisi yang gelap gulita.

"Apa itu!?" Nicholas memelotot saat mendapati zombi besar yang mengawasi mereka sedaritadi. Ukurannya sama seperti orang yang obesitas.

April spontan menyorotkan senternya ke wajah makhluk itu, lagi-lagi makhluk tersebut memekik keras, bibirnya terbuka tiga kali lipat lebih lebar dari manusia normal. April mulai ketakutan ketika makhluk besar itu melangkah, mengakibatkan dentuman dan getaran di sekitar mereka. Jane kemudian menarik Nicholas untuk berlari menjauh dari monster itu dan berdiri jauh di belakang Morgan serta April.

"Apa yang kau lakukan! Mulailah menembak!" sentak Morgan pada April yang melamun.

"APRIL!" bukan suara Morgan yang ditangkap telinganya, melainkan suara lembut Ricardo, sekalipun dia sedang berteriak.

April melihat wajah tampan Ricardo dari kejauhan, ia melambai padanya dengan latar matahari terbenam yang indah. Hingga tanpa sadar, April menginginkan masa itu kembali.

"Ricardo." Cewek itu tertarik ke dunia nyata dan spontan berteriak saat zombi itu hendak menggapai tubuhnya.

April menembaknya secara bertubi-tubi, akibatnya zombi itu langsung mengerang dan tangannya mengayun ke depan, menghempaskan tubuh mungil April hingga terlempar beberapa meter ke depan. "Argsh." April meringis sakit.

Sementara itu, Morgan terus menarik pelatuk pistol miliknya dalam kegelapan, dia tidak bisa melihat wujud monster itu di kegelapan, namun suara erangannya membuat Morgan yakin kalau tembakannya tepat sasaran.

Jane menatap April yang nafasnya sangat lemah, dia menghampiri gadis belia tersebut lalu berjongkok di dekatnya. "Tolong ambil senjataku, aku percaya padamu," ujar April terbata-bata.

"Tapi, kamu tidak apa-apa kan, April?" tanya Jane pilon, padahal dia tau bahwa keadaan April sangat payah.

"B-baiklah," Jane perlahan berdiri, bulu kuduknya berdiri ketika makhluk itu menggeram. Suaranya amat mengerikan, membuat adrenalinnya naik.

Sejurus kemudian, Jane mengangkat senjata milik April, dia bingung kemana harus mengarahkan senjatanya, mengingat dia tidak bisa melihat apapun dalam kegelapan. Pekikkannya terdengar lagi, lagi dan lagi, bersamaan dengan suara tembakan Morgan yang memberondong.

"Pakai instingmu, Jane, pakai instingmu!" gumam Jane meyakinkan diri sendiri. Dia mengatur nafasnya sejenak dan memejamkan mata, kemudian mulai mengarahkan senjatanya sesuai insting yang dipakai. Dan satu tembakan lolos, tubuh Jane seketika terpelanting ke belakang karna tidak bisa menahan tolakan peluru.

Jane terkejut sebab Morgan berteriak kesakitan, "APRIL! APA YANG KAU LAKUKAN! KAU MENEMBAKKU?! KAU TIDAK WARAS, HAH?!" Morgan mulai uring-uringan.

Jane tersengeh, lantas berdiri dan menyipitkan mata, mencari keberadaan Morgan. "Sebenarnya aku yang menembak, April pingsan!" jawab Jane jujur.

"AAARRGHHHH! KAU MENEMBAK LENGANKU, NYONYA!" teriak Morgan sambil meringis, urat-urat pun terlihat menonjol di leher Morgan akibat menahan rasa panas dan sakit yang di deritanya. Tubuh pria itu pun jadi menggigil.

Suara monster itu semakin keras, tanah bergetar akibat lompatan yang dilakukan monster itu sampai berada di depan Jane. Badan Jane mendadak lesu, tak bisa digerakkan. Selang beberapa detik, suara tembakan dari sebuah helikopter pun terdengar memberondong dan membuat telinga menjadi pekak.

Lampu helikopter tersebut menyorot zombi obesitas itu, ia sangat mengerikan, kondisi wajahnya tidak lagi normal, dan beberapa bagian tubuhnya berlubang akibat timah panas. "Siap untuk menembak!" teriaknya ke awak helikopter yang mengangguk serentak. "TEMBAK!"

Morgan menengadah, ia menatap sorot lampu itu. Di badan helikopter tertulis "Cavalerry". Mungkin mereka termasuk ke dalam anggota unit inti Cavalerry yang dikatakan Ricardo. Ah, sialan. Mereka terlalu lambat datang.

Lama-kelamaan, Morgan mengalami pusing kunang-kunang dan berakhir dengan jatuh tak sadarkan diri.