Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 55 - Chapter 55 Please Comeback

Chapter 55 - Chapter 55 Please Comeback

Tapi tak disangka-sangka, ada yang memanggil Caise. Suara berat itu terdengar di udara yang dingin dan sepi. "Caise?" Suara berat seorang lelaki, sedikit serak dan dalam, membuat Caise menghentikan langkahnya. Suara itu membuatnya menoleh, rasa terkejut jelas terlihat di wajahnya, begitu pula dengan Naya yang ikut menatap ke arah sumber suara tersebut.

Caise terkejut karena itu adalah Noah. Mata Caise membelalak, seolah dunia di sekelilingnya terhenti sesaat. Seketika, dia melepaskan Naya, menghentikan pelukannya yang semula erat. "Ma... Mas Noah..." Suaranya bergetar, dan tatapannya menyiratkan ketakutan dan kecanggungan. Sesuatu dalam dirinya berguncang, mengingat semua yang telah terjadi. Sementara itu, Naya tampak bingung dan tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi di antara mereka.

Noah mengalihkan pandangannya ke Naya, ekspresinya berubah lebih lembut namun tetap tegas. "Terima kasih, aku bisa membawa Caise sendiri, maaf merepotkanmu ya." Kata-katanya keluar dengan nada sopan, namun ada kekakuan yang terasa di dalamnya. Tatapan matanya yang dalam membuat Naya merasa ragu untuk bertanya lebih jauh. Dia hanya menatap keduanya sesaat sebelum mengangguk pelan, mencoba untuk tidak mengganggu suasana yang terasa tegang.

"Oh, em, baiklah. Kalau begitu aku akan pergi. Caise, jaga dirimu baik-baik..." Naya berkata dengan senyum kecil yang dipaksakan, lalu berjalan pergi dengan langkah yang perlahan. Meski dia mencoba tersenyum, pikirannya masih dipenuhi rasa bingung. Dia belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi di antara Caise dan pria asing bernama Noah itu.

Ketika Naya akhirnya menjauh, keheningan menyelimuti antara Caise dan Noah. Suara angin yang berhembus kencang seolah menambah kesunyian di antara mereka. Caise hanya bisa menunduk, tak berani menatap wajah Noah yang dingin. Jantungnya berdetak cepat, merasa dirinya seperti seorang anak kecil yang tertangkap basah melakukan kesalahan. Sementara itu, Noah berdiri tegap, matanya mengamati Caise dengan tajam, seolah menembus pikirannya. Dia menghela napas panjang, seakan mencoba menenangkan amarah yang hampir meledak.

"Aku melihatmu semalam..." ucap Noah dengan nada datar, namun ada tekanan dalam kata-katanya yang membuat Caise tersentak. Mata Caise melebar, perasaan terkejut menyelimuti dirinya, tak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Aku melihatmu ingin menghampiri Leo, tapi kau pergi begitu saja begitu ada yang menghampiri Leo, seorang gadis kecil kan," lanjut Noah dengan nada suara yang semakin serius. Tatapannya menusuk langsung ke arah mata Caise, seolah ingin memastikan bahwa setiap kata yang dia ucapkan menancap di benak Caise.

Caise yang mendengar itu hanya bisa terdiam. Rasa bersalah bercampur bingung mulai menguasai dirinya. Detik itu juga, dia merasa perlu mencari cara untuk mengalihkan topik, menghindari kenyataan yang menyesakkan. "Tidak sepatutnya kau bicara begitu, seharusnya kamu mengawali pembicaraan dengan kita yang sudah lama tidak bertemu... Aku benar-benar menghargai Mas Noah yang mau ada di sini bertemu denganku. Tapi aku sadar, 3 tahun bukan waktu yang cukup untuk membuat kita tidak saling bertemu. Aku hanya bisa berharap aku tak bisa bertemu lagi karena sekalipun bertemu, aku langsung melihat faktanya..." katanya, suaranya mulai terdengar serak, seolah semua kelelahan yang dirasakannya tumpah bersama kata-kata itu. Dia menoleh ke arah lain, berusaha menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Noah memperhatikan setiap gerakan Caise dengan pandangan yang tidak berubah, dingin namun sarat dengan sesuatu yang tak terucapkan. Dia kembali menghela napas panjang, membiarkan udara malam yang dingin memasuki paru-parunya. "Apa kau berpikir Leo punya pasangan semenjak 3 tahun meninggalkanmu?" tanyanya, nada suaranya tetap stabil namun mengandung sesuatu yang mengintimidasi.

"Bukankah sudah jelas... aku melihat dengan mata kepalaku sendiri gadis kecil itu memanggilnya apa," jawab Caise, suaranya terdengar gemetar, mengingat pemandangan yang ia lihat itu masih membekas jelas di pikirannya.

"Dia bukan putrinya," Noah langsung menyela, kata-katanya keluar dengan tegas, membuat Caise terdiam. Tatapan Caise yang penuh kebingungan bertemu dengan tatapan Noah yang serius. Lalu Noah menambah, "Kau tidak tahu apa yang Leo alami selama 3 tahun ini. Dia terus mengalami sakit-sakitan parah, dia tak mau makan, bahkan dia tak mau berinteraksi dengan bisnisnya. Dia hanya berdiam diri dan terus meminum alkohol di kamarnya... Sejak saat itu, kondisinya memburuk. Sekali dia bertemu seseorang, dia bisa memukul orang itu sampai mati bahkan menggigitnya, lihat..." Noah menggulung lengan mantelnya ke atas, menunjukkan bekas gigitan hebat di lengannya, sebuah bukti nyata dari penderitaan yang dialami Leo.

Seketika Caise terkejut, wajahnya memucat. Dia menutup mulutnya dengan tangan, suaranya bergetar. "Ba... bagaimana bisa...."

"Caise...." Noah tiba-tiba memanggil pelan, suaranya berubah lebih lembut namun terdengar seperti menahan sesuatu yang dalam. "Tidakkah kau kasihan padaku? Dan tidakkah kau kasihan pada Leo? Dia menekan dirinya sendiri, sehingga yang terluka siapa? Tak hanya dia, orang-orang yang ada di dekatnya juga akan terluka. Ini semua salahmu Caise, kau membiarkannya kecewa setelah itu pergi. Seharusnya kau berpikir lebih matang untuk menyakiti pria seperti Leo..."

"Aku... aku tak bermaksud apapun... percayalah padaku... Tapi jika kau menuduhku melakukan semua kesalahan ini... ini semua memang pantas menjadi salahku. Maafkan aku tapi... semua sudah terlambat bukan? Mas Leo punya kehidupannya sendiri..." tatap Caise dengan kecewa, suaranya meredup seperti menyembunyikan kepedihan yang terpendam selama bertahun-tahun. Pikirannya kembali ke malam itu, mengingat setiap detail yang tak ingin dia ingat lagi.

"Apa yang sebenarnya kau bicarakan? Leo tidak pernah punya kehidupan yang lebih baik sendiri, kau berpikir dia punya pasangan hanya karena kau melihat gadis kecil yang memanggilnya begitu!" teriak Noah, amarahnya mulai tak terbendung, membuat Caise terdiam dengan perasaan bersalah yang semakin berat.

Noah benar-benar sudah muak dengan hubungan Caise dan Leo yang sungguh buruk. Mau bagaimana lagi, dia juga merasa dirugikan jika harus bekerja di bawah Leo yang memiliki sikap lebih kasar dari Leo sebelumnya. Hatinya bergejolak, dipenuhi oleh rasa frustrasi yang sulit ia kendalikan.

"Caise, jika kau mau kembali pada Leo, aku akan menceritakan semuanya padamu, menceritakan semua yang telah terjadi selama 3 tahun pada Leo bahkan gadis cilik itu... aku mohon percayalah padaku Caise. Aku mohon kembalilah padanya." Noah mendadak membungkukkan badan layaknya dia memberikan semua penghormatannya hanya untuk Caise. Suara beratnya kini berubah menjadi lirih, penuh harapan yang terdengar putus asa.

Melihat Noah yang terus memohon, Caise merasa sakit hati. Hatinya terasa seperti diiris-iris, dipaksa untuk kembali menjalin hubungan dengan Leo yang dulu begitu berarti baginya. Tapi, dia sudah lelah dengan kehidupan yang sesungguhnya seperti itu. Beban emosional yang menghimpitnya membuat matanya memanas, tapi dia menahan air mata yang ingin jatuh.

"Kenapa... kenapa harus aku?" Dia menatap tak percaya, suaranya terdengar parau, seolah ia sedang mencari jawaban yang tak kunjung ia temukan. Perasaan putus asa bercampur dengan kebingungan menguasai dirinya.

Lalu Noah menatapnya kembali, matanya yang kelam memandang dalam-dalam. "Karena hanya kau takdir milik Leo..." katanya dengan nada yang penuh keyakinan, seakan tidak ada keraguan sama sekali dalam setiap kata yang diucapkannya.

"(Aku terlalu banyak berpikir jika menghadapi soal yang seperti ini, aku tidak mengerti kenapa ini semua terjadi padaku. Aku bahkan juga tak mengerti kenapa ini harus mengarah padaku...)" pikirnya sambil menggigit bibir bawahnya, perasaan tak nyaman menjalar di tubuhnya. Di dalam hatinya, ada pertarungan yang terjadi antara rasa penasaran dan keengganan untuk kembali terlibat dalam masa lalu yang pernah dia tinggalkan. "(Mengapa harus aku? Kenapa Mas Noah ingin aku kembali? Jika Mas Leo benar-benar menderita, kenapa dia tidak bisa mencari orang lain? Kenapa aku yang harus menanggung semuanya? Aku sudah cukup menderita karena semua ini... Tapi apakah aku harus ragu dengan apa yang di ucapkan Mas Noah. Tapi dia tak pernah berbohong padaku, bahkan soal Mas Leo yang belum memiliki pasangan sejak 3 tahun kita berpisah...)"

Caise melirik ke arah Noah yang masih menatapnya dengan ekspresi serius, dan perasaannya semakin bimbang. "(Apa benar aku yang bisa membantu Mas Leo? Tapi... Kalau aku kembali, bukankah itu berarti aku harus menghadapi semua luka yang dulu? Aku sudah berusaha melupakan semuanya... Haruskah aku membuka luka lama itu hanya demi mendengar kebenaran?)" pikirannya terus berkecamuk, seperti ombak yang menghantam karang tanpa henti.

Dia mengingat setiap detik saat Leo berubah, bagaimana Leo yang dulu penuh perhatian kini menjadi orang yang sulit dikenali. "(Jika aku tahu kebenaran ini... apakah akan ada jalan untuk memperbaiki segalanya? Atau justru aku akan semakin terperosok dalam rasa sakit yang lebih dalam?)" Kepalanya terasa berat, seperti ada beban yang tak kasat mata menekan setiap kali dia mengingat nama Leo.

"(Tapi... Sekali lagi, Mas Noah tidak mungkin berbohong. Dia tidak akan memohon seperti itu jika ini bukan hal yang serius...)" pikirannya melunak sejenak, namun keraguannya masih menyelubungi. "(Tapi bagaimana jika semua ini hanya untuk membujukku kembali? Apa yang akan terjadi padaku jika aku masuk lagi ke dalam kehidupan mereka? Aku mungkin tidak akan bisa kembali hidup tenang...)"

Dia mengepalkan tangannya erat, mencoba menahan gemetar yang mulai muncul di ujung jemarinya. "(Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi nanti... tapi mungkin, jika aku tahu kebenarannya, setidaknya aku bisa mendapatkan jawaban... Atau mungkin, aku bisa menebus sesuatu yang tidak bisa kuperbaiki sebelumnya.)" Pemikiran ini mulai menumbuhkan sedikit keyakinan di hatinya, meski kecil, namun cukup untuk membuatnya berbicara.

Akhirnya, setelah menarik napas panjang dan dalam, dia mencoba menatap Noah dengan lebih tenang, meski hatinya masih bergejolak. "Baiklah, aku akan melakukannya... sekarang katakan padaku, apa kebenarannya?" tatapnya dengan wajah serius, namun di dalam tatapan itu, tersimpan kegundahan yang belum sepenuhnya menghilang.

Noah melihat perubahan kecil pada ekspresi Caise, dan dia tersenyum kecil, seolah memahami beratnya keputusan yang baru saja Caise buat. "Setelah kau meninggalkannya... Leo harus berurusan dengan sebuah bisnis ilegal yang kurang dikenal di dunia..." Noah mulai bercerita, mengungkapkan rahasia yang telah lama dia simpan.