Tapi ada seseorang membuka pintu lagi.
"(Oh bagus, dia datang lagi mengganggu.) Kau mau apa sih?!" Leo menoleh dengan kesal saat mendengar pintu terbuka tadi. Tapi ia menjadi terdiam dan menutup mulut karena itu adalah seorang pria yang berwibawa, dia adalah orang yang dipanggilnya Direktur Geun.
"(Sial, kenapa pria ini ada di sini?! Jangan bilang dia ingin membahas projek laboratorium itu dan mencurigai ku membawa si percobaan?!) Direktur Geun, kenapa Anda ada di sini?" Leo menatapnya.
"Hai, Leo, maaf mengganggu... Ini dokumen kita dari persetujuan tanda tangan kontrak kita," Direktur Geun berjalan mendekat dan meletakkan dokumen yang ia bawa di meja Leo.
"Apa?! Sejak kapan aku bekerja sama dengan mu! Aku tidak mau bekerja sama dengan laboratorium! Sampai mati aku tak akan melindungi hukum nya!" Leo menatap kesal.
Tapi Direktur Geun menatap bingung. "Apa yang kau bicarakan? Ini hanya kerja sama biasa... Kupikir kau melupakan kerja sama laboratorium, tapi kenapa mengungkit nya lagi?" tatapnya dengan serius. Leo sadar bahwa dia kelepasan membuat nya terdiam.
Dia langsung mengambil dokumen itu dan membacanya, lalu menatap ke Direktur Geun. "Kenapa Anda yang mengantarnya? Bukankah Anda bisa menitipkannya pada asistenku atau asisten Anda untuk mengantarkannya masuk ke mari?"
"Tak apa... Aku hanya ingin menemuimu juga, kau ada istirahat bukan... Siang ini, mari makan bersama," tawar Direktur Geun dengan senyum yang meyakinkan.
"(Ha... Aku sangat malas... Aku harus cari cara supaya bisa lepas dari orang ini, aku yakin ada seluk beluk dia akan melakukan hubungan kerja sama itu... Aku tak akan mau,)" Leo menghela napas lalu menatap Direktur Geun yang dari tadi memandangnya dengan penuh keseriusan.
"Maaf, Direktur Geun, urusan di rumahku masih belum selesai, dan aku tidak istirahat nanti... Aku akan menyelesaikan tugasku di sini langsung dan akan pulang," kata Leo.
Lalu Direktur Geun menjadi terdiam kecewa. "Baiklah... Mungkin lain kali saja... Kalau begitu, aku pergi dulu," Direktur Geun berbalik dan berjalan pergi membuat Leo menghela napas panjang.
"(Baiklah... Sudah tak ada yang mengganggu... Mari cepat selesaikan ini,)" Leo kembali tenang dan kembali menatap ke catatannya. Tapi tiba-tiba ada yang membuka pintu, membuatnya kesal.
"(Dia sangat bandel.) Sudah aku bilang beberapa kali aku tidak mau!!" dia menoleh marah pada orang yang membuka pintu, padahal itu hanya perempuan asistennya. "Tu... Tuan Leo..." dia gemetar ketakutan saat membuka pintu.
"Apa?!" tatap Leo yang tak peduli dia salah orang atau tidak tetap kasar tatapan nya.
"E... Anu... Aku hanya ingin... Memberitahu... Anda harus melakukan pertemuan dengan Nona Walwes, dengan pekerja sama lain."
"Hah... Bukankah sekarang aku harus istirahat?!"
"Um... Mungkin Anda harus membatalkannya."
"(Cih, sial....)" Leo berdiri dengan malas lalu berjalan mengikuti asistennya bertemu ke ruang pertemuan.
Sementara itu, Lilian terdiam duduk manis melihat Noah yang juga duduk di hadapannya. "Lilian kecil, apa kau tahu siapa itu Leo?" tatap Noah dengan senyuman ramah. Lalu, Lilian menggeleng.
"Leo adalah keturunan dari seorang pemimpin kediaman yakuza... Di Jepang, kediaman inilah yang paling berpengaruh. Tapi sayang nya dia tak suka keluarganya, jadi dia lebih memilih menjadi gelandang untuk mencari kehidupan yang cocok untuk nya sampai dia bisa menunjukkan kehidupan nya dengan mansion besar ini.." kata Noah.
"(Jadi nama tempat yang aku tinggali ini Jepang... Kenapa aku tidak pernah diberitahu saat di kurungan gelap itu,)" Lilian menjadi terdiam.
"(Apa Lilian mendengarkanku... Aku tak tahu harus apa membuatnya terbiasa denganku karena itulah aku harus mencoba memberitahunya siapa Leo.) Um... Lilian--"
"Ceritakan lebih banyak," Lilian menyela membuatnya terdiam, lalu menjadi tersenyum senang karena Lilian menyukai pembicaraannya.
"Baiklah... Sikap dari Leo itu..." Noah mulai bercerita bagaimana sikap kejam Leo dan itu berhasil membuat Lilian ketakutan sekaligus pucat.
"Tapi..." Noah menyela ketakutan Lilian membuat Lilian terdiam, lalu Noah melanjutkan. "Ada sosok yang paling bisa membuat Leo tenang...." dia menceritakan sosok Caise yang sangat cantik dan lembut membuat Lilian terkesan.
Lalu dia menambah. "Jadi, kau mau tahu siapa itu orang nya yang telah membuat Leo berubah sikap hanya padanya?" tatapnya.
"Aku ingin tahu..." Lilian menatap penuh ingin tahu.
"Baiklah Lilian kecil, apa kau tahu bagaimana hubungan Leo dan Caise dulu?" tatap Noah dengan senyuman lembut. Lilian menggeleng dengan wajah masih penasaran.
"Awalnya, mereka sangat dekat. Leo dan Caise dulu seperti dua orang yang tak terpisahkan, mereka sering menghabiskan waktu bersama di sini. Setiap sudut rumah ini menyimpan kenangan mereka berdua, meskipun banyak konflik tapi mereka tetap melakukan nya bersama bahkan hubungan mereka saja membuat ku iri," Noah bercerita sambil menghela napas pelan.
"(Jadi, Papa dan Nona Caise dulunya saling mencintai...)" Lilian berpikir sambil melihat ekspresi serius Noah.
"Namun, segalanya mulai berubah beberapa waktu lalu. Mereka jarang berbicara, bahkan saat bertemu mereka hanya saling mengangguk tanpa kata-kata. Dulu, senyum Tuan Leo selalu muncul saat Nona Caise ada di dekatnya, tapi sekarang hanya ada keheningan di antara mereka, itu karena suatu konflik milik Caise..." Noah melanjutkan sambil menatap jendela, seolah mencoba mencari masa lalu yang telah hilang. Dia terus bercerita bagaimana takdir membuat Leo dan Caise berpisah.
"Kenapa bisa jadi seperti itu?" Lilian bertanya dengan rasa penasaran yang mendalam.
Noah menghela napas lagi, "Tidak ada yang tahu pasti, Lilian. Mungkin ada hal-hal yang mereka simpan dalam hati masing-masing, hal-hal yang tidak pernah mereka bicarakan. Tapi yang pasti, perubahan itu membuat banyak orang di rumah ini merasakan keheningan yang berbeda. Leo tampak lebih dingin, dan Caise sering terlihat termenung sendirian. Aku juga sedang mencari cara untuk membuat Caise mau dengan Leo lagi."
"(Apakah Papa masih menyimpan perasaan untuk Nona Caise?)" Lilian merenung dalam hati.
"Siapa tahu, mungkin suatu hari nanti mereka bisa menemukan cara untuk berbicara lagi dan menyelesaikan apa yang telah terjadi di antara mereka," Noah berkata dengan harapan di matanya, lalu menatap Lilian. "Tapi kita hanya bisa menunggu dan melihat, Lilian."
"Apakah Nona Caise pernah mencoba mendekati Papa lagi?" tanya Lilian dengan penuh rasa ingin tahu.
"Tidak terlalu, Lilian. Mungkin Nona Caise merasa Leo tidak ingin membicarakan masa lalu mereka. Kadang, aku merasa Caise hanya menunggu kesempatan yang tepat untuk mengungkapkan isi hatinya, dia bahkan masih menyalahkan dirinya sendiri," jawab Noah dengan nada sedikit sedih.
"(Rupanya benar Papa bersifat seperti itu... Menjaga jarak bahkan dari orang yang dulu dekat dengannya,)" Lilian membatin.
Noah melihat Lilian yang terdiam sejenak, lalu tersenyum lembut dan menepuk pundaknya. "Lilian kecil, jangan khawatir, ya. Terkadang, hubungan manusia memang rumit. Tapi aku yakin, Leo dan Caise akan menemukan cara mereka sendiri untuk menghadapi semua ini."
"Ya, Noah... Aku berharap begitu juga," Lilian mengangguk pelan sambil menatap ke arah jendela, membayangkan seperti apa masa-masa indah yang pernah ada antara Leo dan Caise.
"Oh, benar, apa kamu sudah mengetahui tempat ini? Kamu sudah melihat rumah besar atau mansion milik Leo ini?" Noah menatap dengan wajah bingung. Dia menggeleng, padahal dia sudah melihat dan berjalan-jalan di sebagian mansion itu, tapi masih ada tempat yang belum dia ketahui karena rumah itu terlalu besar dan luas.
"Kalau begitu, mari aku ajarkan cara berbicara yang baik sambil membawamu berkeliling mansion. Aku juga akan memberitahu semua soal Leo yang aku ketahui," kata Noah. Seketika, Lilian senang dan mengangguk bersemangat. Hingga akhirnya, Noah mengajarkan Lilian banyak soal berbicara, dia juga memperkenalkan benda dan tempat di mansion luas itu.
Kemudian, Leo pulang, memberhentikan mobilnya di garasi, lalu berjalan sambil melonggarkan dasi yang ia pakai dengan rasa lelah. "Huf... Kenapa hari ini sangat melelahkan... Biasanya benar-benar tidak seperti ini," dia berjalan membuka pintu.
Tiba-tiba ia berhenti saat akan masuk sambil terdiam karena di depannya ada Lilian dengan senyum manisnya. "Papa, selamat datang," dia menundukkan tubuh dengan sopan membuat Leo kembali terdiam. Lalu ia menoleh ke Noah yang berdiri tak jauh dari mereka, tersenyum ramah pada Leo.
"Bagus jika kau sudah pulang...." tatap Noah.
"Memang nya kenapa?"
"Aku ingin keluar sebentar... Jadi aku akan meninggalkan Lilian..." tatapnya.
"Ck, terserah...." Leo melewati mereka lalu Lilian mengikuti nya. "Papa...."
Noah tersenyum kecil lalu berjalan keluar, siapa yang menyangka rupanya dia akan bertemu dengan Caise. Dia memang berniat mencari Caise dan rupanya secara kebetulan melihat Caise sedang menangis di bahu temannya di tengah jalanan sepi itu.
"Itu Caise?" gumamnya dengan tak percaya, sehingga dia mendekat dan memanggil. "Caise..."
Di saat itu juga mereka bertemu, dan Noah menceritakan fakta siapa itu Lilian yang sebenarnya adalah sosok gadis kecil yang dianggap Caise sebagai putri Leo, padahal bukan.
"Jadi kau sudah paham, bukan, soal kisah gadis itu...?" tatap Noah.
Caise tampak berwajah lebih baik. Siapa yang menyangka dia mendadak berlutut di tengah orang yang berlalu-lalang, membuat Noah terkejut dan ikut berlutut menatap. "Caise, kau baik-baik saja, kan?"
Caise lalu menatap dengan wajah agak lega, dia juga hampir menangis dengan mata berkaca-kaca. "Hiks... Aku senang... Aku senang jika Mas Leo tidak melakukan apapun selama 3 tahun... Aku sangat lega..."
Noah yang mendengar itu tersenyum kecil. "Jadi, Caise, aku mohon, kembalilah pada Leo... Aku yakin Leo juga menerima mu..." tatap Noah.
Caise awalnya terdiam ragu sebentar hingga ia mengangguk perlahan. "Aku akan memikirkan-nya, jadi beri aku waktu... Sebenarnya aku juga tahu percobaan 008 itu... Aku sering mendengar dari berbagai orang rumah sakit..." tatap Caise.
Seketika Noah terkejut. "Tunggu, apa?! Mereka terlibat?! Bukankah mereka hanya dokter rumah sakit?"
"Mas Noah mungkin tak tahu, mereka terlibat sangat banyak... Dan ini termasuk tindakan kriminal yang tersembunyi di depan publik..." kata Caise dengan wajah seriusnya, membuat Noah berwajah tak percaya.