Hari selanjutnya, Caise terbangun di pagi hari dengan Oliver yang memasak di dapur.
"Ka... Kakak... Kau tak perlu melakukannya, harusnya aku yang memasak," Caise menatap panik.
"Tak apa, Caise. Aku juga tak tega melihatmu tidur pulas," Oliver membalas dengan senyuman ramah di wajahnya. Caise menjadi berwajah merah tersentuh.
"Ngomong-ngomong, Caise, aku menemukan ini," Oliver menunjukkan sebuah anting lelaki di tangannya. Caise terdiam mengamati dan menjadi terkejut. "(Itu... bukankah anting tindik Mas Leo?! Kenapa bisa ada di sini, apa terjatuh?!)" dia langsung panik dalam hati. Sepertinya Leo tak sengaja menjatuhkan antingnya di apartemen Caise.
"Kenapa, Caise? Wajahmu sudah tertebak, rupanya Caise sudah besar ya... Sudah memiliki lelaki, tapi kenapa dengan beraninya mengatakan bahwa kau tidak punya lelaki? Apa hal ini yang menyebabkan kau menolak tawaranku untuk menjadikanmu kekasihku? Rupanya ada lelaki lain," kata Oliver dengan kalimat maupun nada yang memojokkan.
"Tu... Tunggu, Kakak, kau salah paham!?"
"Hm? Ada apa... Tidak apa-apa jika kau memang sudah berpacaran, Caise. Bukankah sudah biasa jika gadis sepertimu dapat lelaki? Aku hanya berpesan hati-hati saja," Oliver menatap tanpa memasang wajah suram apa pun, hanya wajah cerah dan ramah yang dari tadi terlihat untuk Caise.
"Um... me... memang benar sih... (Jika aku bilang itu milik Mas Leo, Kakak akan tahu yang sebenarnya karena dia memang mencoba menjatuhkan Mas Leo,)" Caise menjadi terdiam khawatir lalu mengambil anting itu langsung dari tangan Oliver, membuat Oliver terdiam bingung. "Um... biarkan aku yang menyimpannya," tatapnya, lalu Oliver tersenyum dan mengangguk.
---
Di kantor, Noah terus berbicara pada Leo sambil terus melemparinya kertas di meja.
"Apa kau tahu ini semua sangat berharga?! Jika kau terus menunda-nunda pekerjaanmu hanya karena satu orang hukum yang begitu keras kepala memburumu, kau harusnya khawatir pada gadismu. Apa kau lupa jika aku pernah memberitahukan padamu bahwa Caise memiliki hubungan kekeluargaan dengan Oliver, tapi asal kau tahu, dia itu bukan kakak kandung, Caise juga bukan adik kandung. Jadi bisa disimpulkan, Oliver itu mengaku-ngaku di depan teman-temannya yang sesama polisi, bahwa Caise adalah adiknya, dengan begitu dia bisa naik pangkat cepat karena pada saat itu, Caise selalu membantunya menyelesaikan sebuah kasus... Bla...bla...bla..." Noah terus bicara hingga Leo benar-benar kesal tidak tahan.
"Dan juga, soal permintaan dari Nona Walwes dan Tuan Mandara---
"Ah... Berisik kau, Noah!!" Leo berteriak dan bangun dari tumpukan kertas itu.
"Ini soal permintaan mereka berdua, kau harus memenuhinya segera tapi kau malah melambat-lambatkan pekerjaanmu dan lihat sekarang sudah menumpuk di sini," Noah menatap sambil menata kertas-kertas itu.
"Cih... Aku hanya ingin keluar dari semua ini... Aku bahkan sudah bilang pada mereka bahwa aku ingin berhenti dari pekerjaanku..." kata Leo.
Seketika, ketika mendengar hal itu, Noah menjadi terkejut tak percaya dan langsung terpaku tak bergerak.
"K... Kau bilang apa? K... k... Kau ingin keluar dari mana?"
"Ya dari sini lah, aku udah capek jadi kayak gini... Lebih baik aku menjalani kehidupan bersama Caise. Dia sebentar lagi lulus sekolah, kan... Aku juga kemarin belum bertemu dia sama sekali..." Leo menatap sambil membayangkan Caise.
"Ini bukan mimpi kan... (Jangan-jangan aku tadi ketiduran... Jika dia keluar dari ini semua, seharusnya dia tahu risikonya... Dia akan tertindas lagi...)"
"Ini memang bukan mimpi," tatap Leo dengan wajah datar.
"Apa yang membuatmu ingin keluar dari ini semua... Hoi kau itu, Choi..." Noah menatap.
"Aku tak peduli... Jika kau terus berpikir sama seperti mereka yang tak mau aku keluar, aku akan lebih memilih liburan saja kalau begitu..."
"Liburan?! E... Yeah... Itu mungkin lebih baik dan jangan sekali-kali keluar dari pekerjaanmu. Memangnya kau akan ke mana?"
"Yah, paling tidak aku ingin ke Hawai."
"Berapa lama?"
"Mungkin setahun..." Leo membalas tanpa ragu, membuat Noah terkejut. "Apa?! Setahun itu sangat lama!! Siapa yang mengerjakan pekerjaanmu selagi kau pergi?! Hoi, apa kau dengar aku?!"
"Haiz... Aku tidak dengar, gantikan saja saat aku sedang pergi," kata Leo sambil berdiri dan berjalan pergi.
"Leo... Apa ini karena gadis itu?" tanya Noah dengan serius.
Seketika Leo berhenti berjalan dan tersenyum kecil. "Hmmm... Mungkin..." kata Leo, ia kembali berjalan.
Noah menghela napas pasrah lalu ponsel Leo yang ada di meja berbunyi, ia mengangkatnya. "Ya Direktur, maafkan aku, dia sedang sakit," dia mencoba membuat alasan untuk Leo.
Leo mengetuk pintu apartemen Caise. Tapi tak ada jawaban maupun Caise yang membuka pintu. Leo terdiam, bingung. "(Apa dia masih di sekolah, tapi di jam ini dia seharusnya sudah pulang,)" dia melihat sekitarnya, lalu ada seorang wanita yang berjalan melewatinya. "Ara~ tampan sekali, apa kau pacarnya Caise?" tatap wanita itu.
Leo menoleh dan tersenyum kecil, ramah. "Ya... Aku pacarnya Caise, apa Caise tidak ada di sini?"
"Caise, biasanya di jam segini, dia baru bekerja sambilan..."
---
Malamnya, Caise pulang dari aktivitasnya dan berjalan ke balkon apartemen, tapi ia terkejut melihat Leo yang duduk di depan pintu apartemen Caise sambil ditemani seekor kucing liar. Leo nampak merenung di sana, seperti ada sesuatu yang dipikirkan Caise.
"(M... Mas Leo... Seperti harimau kecil yang menunggu saja,)" Caise tersenyum sendiri, lalu ia mendekat.
"Mas Leo... Maaf, apa aku terlambat?" tatap Caise.
Leo lalu menoleh. "Aku... Hanya menunggumu di sini, kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau pulang di jam segini hari ini?"
"Maafkan aku... Mungkin karena sibuk, aku jadi tidak bisa memberi kabar. Apa kamu ingin masuk terlebih dahulu?"
"Tentu," Leo membalas, tapi ponselnya berbunyi dari Noah. "(Cih, sial, mengganggu saja...) Caise, aku harus menerimanya terlebih dahulu, kau masuklah terlebih dahulu," kata Leo. Lalu Caise mengangguk dan berjalan masuk.
"Apa yang kau inginkan? Aku sedang tidak bisa melakukan apa pun."
"Ini bukan soal itu... Gang yakuza sebelah... Mereka mengepung rumahmu, membawa senjata tanpa terkecuali. Kemarilah, aku ada di dalam rumah!"
"Oh~ ya... Terserah kau lah~ lawan mereka untukku."
"Sialan kau... Leo!!" Noah menjadi kesal. Lalu Leo menutup telepon dan berjalan masuk.
"Mas Leo, apa ada sesuatu?" tanya Caise yang duduk di karpet bawah, menyajikan teh.
"Huf... Aku benar-benar lelah," Leo menundukkan kepalanya dan meletakkannya di pangkuan Caise.
Caise tersenyum dan mengelus kepala Leo.
"Maaf ya, Mas Leo... Aku kurang menghargaimu. Apa ada yang bisa aku lakukan untukmu?"
"...Aku ingin pergi bersama denganmu, tapi sepertinya pekerjaanku terlalu mengekangku."
"(Mas Leo benar-benar sibuk.) Jika pekerjaanmu banyak, kenapa Mas Leo bisa sempat-sempatnya kemari?"
"He~ kenapa?... Apa aku tidak boleh selalu datang menemui Caise-ku?"
"Um... Maksudku, jika Mas Leo sibuk, kau tidak perlu datang kemari. Aku bisa menjaga diriku sendiri, tapi... Ngomong-ngomong, jika sudah selesai... Mas Leo ingin kemana?"
"Bagaimana jika kau ikut aku ke Hawai?"
"Hawai... Maksudmu liburan?"
"Ya... Begitulah."
"Anu... Mas Leo... Bukankah itu sangat mahal?"
"Itu sama sekali bukan masalah untukku, pulaunya bahkan bisa aku beli... Kau tidak perlu khawatir."
"Em... Maafkan aku... Tapi di sini aku benar-benar sangat sibuk," kata Caise.
"Begitu rupanya. Lalu kau libur kapan?"
"...Dua minggu lagi sepertinya."
"Kalau begitu ya sudah, dua minggu lagi aku akan membawamu," kata Leo. Lalu Caise tersenyum dan menundukkan wajah, mencium bibir Leo.
"Itu manis, terima kasih. Ngomong-ngomong, aku ingin memberikanmu ini," Leo menunjukkan cincin berlian manis pada Caise.
"I... Itu..." Caise terkejut.
"Cincin pasangan, biarkan aku memakaikannya untukmu."
"Ta... Tapi Mas Leo... Ini terlalu berlebihan."
"Apa maksudmu? Kita memakai ini agar bisa mengetahui satu sama lain," kata Leo.
Lalu Caise terdiam dan memberikan tangannya.
"Lihat... Ini muat," Leo memasangnya dan mencium tangan Caise. Seketika Caise menjadi memerah. "A... Aku juga ingin... Memasangkannya untukmu."
"Baiklah... Ini milikku," Leo memberikan cincin yang sama.
"(Cincin ini lebih besar, tentu saja tangan Mas Leo benar-benar besar.) Kenapa tidak ada berliannya?" Caise menatap bingung.
"Hahaha, cincin tunangan untuk lelaki, tidak memiliki tanda apa pun. Jika sudah terpasang di jari, kan artinya aku sudah milik Caise, dan Caise sudah menjadi milikku," kata Leo.
"Dan juga Caise, katakan padaku jika ada yang mendekatimu, mengerti?" tatap Leo. Lalu Caise mengangguk dan tanpa sadar mereka mendekat untuk mencium bibir.
Tapi ada sesuatu yang langsung mengganggu, yakni ponsel Leo berbunyi dari saku Leo.
Tapi Leo duduk dan menarik Caise untuk tetap mencium bibirnya.
"(Uhm... Ponsel Mas Leo...) Pwah... Mas Leo... Ponselmu," tatap Caise.
Leo menjadi beraura dingin dan mengambil ponsel itu, lalu berjalan keluar. "Aku sedang sibuk!" dia berteriak di luar, membuat Caise terkejut mendengarnya.
Lalu Leo masuk lagi.
"Mas Leo... Apa ada sesuatu?" Caise mendekat.
"Aku harus pergi, Caise. Aku akan kembali lagi lain kali," kata Leo akan berjalan ke pintu. Tapi Caise mendadak berlari mendekat dan memeluk punggung Leo yang terkejut.
"Kau... Tidak marah padaku, bukan? Maafkan aku, Mas Leo..."
"Kenapa kau meminta maaf?" Leo membalik badan menatapnya sambil mengelus pipi Caise.
"Aku benar-benar minta maaf... Pokoknya aku minta maaf... Jika ada sesuatu yang terjadi nanti, aku minta maaf," tatap Caise.
"Haha... Kau gadis yang imut," kata Leo, mendekat dan mencium kening Caise, lalu berjalan pergi.
"(Kecupan Mas Leo... Sangat manis,)" Caise tersenyum sendiri sambil berwajah memerah.
"(Mas Leo sangat manis padaku, tapi ini mungkin tidak akan lama... Kenapa aku tiba-tiba lelah menyembunyikan ini dan berpura-pura seperti ini hanya karena Kakak Oliver di sini... Aku takut dia akan kemari dan melihat semuanya,)" ia menjadi terdiam, memasang wajah yang khawatir.
Tak lama kemudian bel pintu berbunyi, Caise beranjak dari sofa dan membuka pintu, ternyata itu Oliver. "Kakak, kau kembali," tatapnya dengan senang.
"Aku kembali..." Oliver membalas dengan memeluk Caise yang terkejut dan langsung mendorongnya.
"Um... Jangan terlalu berlebihan," tatap Caise.
Tapi di sana, Oliver memasang wajah tajam. "Caise, aku sudah tahu semuanya... Aku mendapatkan informasi dengan begitu cepat... Hal ini juga berkaitan dengan media sosial... Sebenarnya aku sudah tahu siapa lelakimu itu..." kata Oliver. Seketika Caise terkejut. "....(Apa?! Apa maksudnya?!)" Itu akan menjadi mimpi terburuk Caise. Akhirnya Oliver membuka rahasia bahwa selama ini dia telah tahu.
Sementara itu, Leo berjalan masuk ke mobil, tapi ia berhenti ketika mencium bau sesuatu.
"(Kenapa aku mengendus bau orang itu?)" penciumannya sangat tajam sehingga bisa mengenali bau orang lain, termasuk bau Oliver yang sudah masuk ke apartemen Caise.
"(...Mungkin hanya perasaanku,)" ia menjadi tak peduli dan memilih masuk ke mobil. Sepertinya waktu untuk berpura-pura Caise telah dipercepat. Karena menyembunyikan hal itu dari Leo akan sulit.