Puitis Kelima Oleh Oliver
Kehidupan setelah hujan badai,
Ketika luka menjadi kenangan samar,
Di ujung jalan yang sepi dan panjang,
Ada aku, yang pernah hilang.
Pernah kudapati bayangmu di setiap langkahku,
Namun kini aku berjalan tanpa jejakmu.
Kau hadir seperti racun yang manis,
Mengaburkan pandangan, membekukan akal.
Kau adalah malam tanpa bintang,
Gelap yang menelan cahaya bulan.
Dan aku? Hanyalah api kecil yang berjuang,
Berkelip di tengah dingin, mencari hangatnya pagi.
Kini, ada kesunyian yang berbicara dalam diamku,
Ada kekuatan yang terbit dari kepedihan.
Aku merangkai hari dari serpihan yang terpecah,
Menjadi diriku yang baru, dari luka yang memar.
Setelah kau pergi, aku belajar menyembuhkan diri,
Menyulam bekas luka dengan benang ketegaran.
Karena hidup tak hanya tentang luka yang kau beri,
Tapi tentang bagaimana aku mampu bertahan, lalu berdiri.
Kau hanyalah musim dingin yang tak bertahan,
Kini bunga kembali merekah di hati yang gersang.
Aku menemukan matahari di balik kabut gelap,
Dan kini, aku tahu—aku bisa hidup lebih baik.
Oleh Oliver Dari "Kehidupan Setelah Bersama Dengan Orang Yang Buruk"
1. Penyembuhan dari Luka Masa Lalu: Terdapat gambaran tentang bagaimana luka dari hubungan yang buruk menjadi kenangan samar yang perlahan-lahan teratasi. Penulis menyiratkan bahwa luka tersebut tidak lagi mendominasi hidupnya.
2. Kehilangan dan Kegelapan: Hubungan buruk digambarkan sebagai kegelapan—"malam tanpa bintang" dan "racun yang manis." Ini menunjukkan dampak negatif yang diterima, di mana segala sesuatu terasa suram dan penuh kesedihan.
3. Kekuatan dalam Kesendirian: Meskipun ada kesunyian setelah perpisahan, penulis menemukan kekuatan baru dari dalam dirinya. Kesendirian menjadi ruang untuk memulihkan diri dan membangun kembali kekuatan yang hilang.
4. Perjuangan dan Ketegaran: Ada semangat untuk terus bertahan meskipun menghadapi masa-masa sulit. Penulis menunjukkan bahwa melalui ketegaran dan perjuangan, ia mampu bangkit dan menjadi lebih kuat.
5. Transformasi Diri: Setelah keluar dari hubungan yang buruk, terjadi transformasi atau perubahan diri. Penulis menggambarkan bagaimana ia menjadi lebih kuat dan menemukan kembali kebahagiaannya—simbolisasi dari "matahari di balik kabut gelap."
6. Optimisme dan Harapan Baru: Meskipun masa lalu menyakitkan, ada harapan dan kebahagiaan baru setelah melalui masa-masa sulit. Ini ditunjukkan melalui metafora "bunga yang merekah" dan "matahari yang ditemukan kembali."
7. Pembelajaran dari Masa Lalu: Pengalaman buruk tersebut dijadikan sebagai pelajaran untuk kehidupan yang lebih baik. Penulis menyadari bahwa hidup bukan hanya tentang rasa sakit yang pernah dialami, tetapi juga tentang kekuatan yang ditemukannya untuk bangkit kembali.
--
Di jalan, ponsel Oliver berbunyi dari Arden. "Kawan, kemarilah sekarang. Kita akan naik pangkat," kata Arden.
"Apa maksudmu?" Oliver menjadi bingung.
"Aku sudah menemukannya! Gadis itu benar!"
Seketika, Oliver terkejut dan segera berlari cepat.
Oliver sampai di rumah paman korban. Ia melihat banyak sekali galian Arden dan bawahan lainnya. Arden melihat sebuah mayat yang tertutup kain di seluruh tubuhnya. Ia melihat Oliver sudah sampai lalu memberikan beberapa foto. Oliver menerimanya dan melihatnya.
"Korban memiliki 5 tusukan pisau di tubuhnya dan satu tusukan pisau di jantungnya. Lehernya terdapat bekas gantung tali, dari polanya itu adalah pola tali gantung diri," kata Arden.
"Ini bahkan sama seperti apa yang dikatakan gadis cilik itu."
"Apa... Kau serius?" Arden menjadi terkejut.
"(...Ini benar-benar aneh, bagaimana bisa gadis cilik itu sangat tepat menceritakan semuanya.)"
"Kawan, kita harus mengamankannya."
"Tunggu dulu, jangan dulu... Ini hanya rahasia kau sama aku. Aku harap kau tidak membocorkannya karena apa, karena dia masih kecil. Kau mengerti itu bukan? Dan ini adalah masalah bukan misteri."
"Aku mengerti dan sebaiknya kau lebih mengawasi gadis itu," kata Arden. Lalu Oliver mengangguk serius.
---
"Kakak, kau menjemputku?" Caise berlari mendekat ke Oliver yang telah menunggu di depan gerbang.
"Yup, mari pulang. Sebelumnya, apa kau mau es krim? Aku bisa membelikannya untukmu. Kita mungkin bisa berjalan-jalan sebentar."
"Em... Bagaimana jika pulang dulu?"
"Hah, kenapa? (Anak kecil tak pernah menolak ini bukan?)"
"Aku harus berganti baju, hehe," kata Caise. Lalu Oliver menghela napas dan mengangguk.
"(Gadis ini membuatku penasaran. Korban memang telah ditemukan, tapi pelakunya belum. Ini masih akan tetap menjadi sebuah misteri, salah satunya adalah Caise. Dia seharusnya bisa memberitahuku di mana pelaku saat ini,)" pikir Oliver yang menunggu Caise di depan rumah. Lalu pintu terbuka. Mendengar itu, Oliver menoleh. "Mari berangkat... eh." Ia terdiam karena yang membuka pintunya adalah ibu Caise.
"Oliver, kau ingin membawa Caise?"
"Ah.. Iya, dia butuh udara luar karena masih kecil, jadi aku mencoba mengajaknya jalan-jalan."
"Dia masih kecil, kenapa kau tertarik padanya? Anak muda sepertimu kupikir berjalan bersama perempuan, bukan?" Ibu Caise menatap.
"Sebenarnya, aku juga ingin membantu Caise," Oliver menatap serius. Lalu ibu Caise terdiam, terkejut, dan terkaku.
---
"Bagaimana dengan es krimnya?" tanya Oliver yang membungkuk menatap Caise memakan es krimnya.
"Ini sungguh enak," Caise membalas dengan wajah imutnya.
"(Dia begitu manis, sama seperti ibunya, kah?)" Oliver terdiam.
"Caise, saat kau besar nanti, kau ingin menjadi apa?" tanya Oliver yang menanyainya di bangku taman.
"Aku ingin... menjadi dokter kucing."
"Kucing?"
"Ya, aku ingin kucing, tapi ibu sangat alergi dengan bulunya... Ibu malah memintaku jadi dokter umum saja."
"Kenapa tidak sekalian harimau saja, hahahaha...?"
"Aku juga ingin memeluk harimau."
"Hah... Memeluk? Bagaimana jika kau termakan nanti?"
"Tidak akan karena aku sudah menyembuhkan harimau itu."
"(Apa maksudnya, dia menyembuhkan harimau yang terluka lalu harimau itu patuh padanya, tapi bisa saja.)"
"Aku juga tak mau jauh-jauh untuk bertemu harimau, mungkin ada kucing yang bercorak harimau ataupun singa. Bagaimana denganmu, kakak? Kau ingin menjadi apa?"
"Hm... Aku... Sebenarnya ku ingin menjadi seorang agen, tapi sepertinya tidak bisa. Mungkin aku menjadi polisi pelacak saja."
"Apa pekerjaan polisi pelacak?"
"Mereka akan mencari bukti-bukti kasus dan memecahkan masalah dari kasus misteri, sama seperti kau yang telah membantuku."
"... Apa maksud kakak?"
"Terima kasih telah menceritakan ceritamu padaku, Caise. Itu sangat membantu untukku."
"... Apa kakak mempercayainya?"
"Aku sudah bilang bukan, mungkin aku akan lebih mempercayainya. Jadi, jika aku memiliki mimpi apapun, beritahu aku. Aku siap mempercayaimu," kata Oliver.
"Kakak... Terima kasih," Caise menjadi terharu, lalu tersenyum.
"Baiklah, kau mau pulang sekarang?" tanya Oliver.
"Ya."
"Oh... Caise, sebentar. Ngomong-ngomong, jika kau tidak keberatan, kau mau ikut denganku?"
"Ikut dengan kakak?"
"Aku menceritakan semuanya tentang kemampuanmu pada manajer atas, dan dia ingin menawarkan pekerjaan padamu. Kau akan membantuku dalam berbagai kasus."
"Tapi kakak, aku sangat takut dan aku... masih terlalu kecil," Caise menatap ragu. Lalu Oliver menggenggam tangan Caise.
"Caise, jika kau membendung ini, maka kau yang akan tersiksa, mengerti kan?"
"Ya... Aku mengerti, tapi apa aku bisa meminta izin dari ibu?"
"Tentu, aku akan mengantarmu," Oliver mengulurkan tangan. Lalu Caise menerimanya.
Mereka pulang, dan saat sampai di rumah Caise, mereka terdiam bingung karena pintu rumahnya terbuka sedikit.
"Caise, apa ibumu suka meninggalkan pintu terbuka?" tanya Oliver, matanya meneliti sekeliling, tampak ragu-ragu untuk melangkah lebih jauh.
"Sepertinya tidak, Kakak. Apa yang sebenarnya terjadi?" balas Caise dengan suara yang terdengar khawatir.
Oliver menarik napas dalam. "Biarkan aku masuk dulu, kau tetap di sini ya," katanya. Caise mengangguk pelan, matanya menatap Oliver dengan cemas.
Dengan langkah hati-hati, Oliver mendorong pintu dan masuk ke dalam rumah. Begitu melewati ambang pintu, pandangannya tertuju pada sesuatu yang membuat tubuhnya membeku. Wajahnya memucat saat melihat pemandangan mengerikan di dalam—tubuh ibu Caise tergeletak di lantai, bersimbah darah, dengan suasana ruangan yang tampak kacau.
"Kakak... Apa ada sesuatu? Di mana ibu?" Caise berbisik dari luar, mendekat dengan langkah ragu. Oliver berbalik cepat, menahan bahu Caise sebelum gadis itu sempat melihat lebih jauh.
"Caise... Ibumu... sudah tidak lagi di sini," katanya dengan suara serak, mencoba menahan gemuruh emosi yang bergolak di dadanya.
"Apa maksudmu?" Caise terdiam bingung, menatap mata Oliver yang tampak penuh kesedihan. Sebelum Oliver bisa menjelaskan lebih jauh, kesadaran tentang kenyataan yang mengerikan itu mulai menyelinap di benak Caise. Air matanya pun tumpah, merasakan sakit yang menusuk di dada.
Hari-hari berikutnya, Caise kehilangan ibunya dalam peristiwa yang tak terduga dan penuh duka. Oliver, melihat betapa rapuhnya Caise, memutuskan untuk menjaganya seperti adiknya sendiri, menjadi pelindung yang selalu ada di sisinya. Mereka berdua kemudian menjadi semakin dekat, menghadapi dunia yang terasa semakin dingin bersama-sama.
Oliver tidak hanya sekadar menjadi kakak angkat bagi Caise, ia juga menjadi tempat bersandar ketika malam terasa terlalu panjang. Setiap malam, Oliver selalu memastikan Caise tidur dengan tenang, membelai rambutnya seperti seorang kakak yang menyayangi adiknya, memberikan sedikit kehangatan di tengah dinginnya malam. Mereka pun dikenal sebagai tim yang hebat dalam menyelesaikan masalah, menyatukan kekuatan dan keteguhan hati untuk melewati semua badai yang datang. Meski luka di hati mereka belum sepenuhnya sembuh, ada keteguhan yang terbangun di antara mereka—sebuah janji tanpa kata untuk saling menjaga dan tidak membiarkan satu sama lain jatuh lagi.
Dia melakukan hal itu untuk mencoba membuat Caise tidak lagi sedih kehilangan ibunya.
Selama 10 tahun bersama Oliver, kini Caise bisa menjaga diri di umur 15 tahun, karena Oliver pergi sendirian. Caise sendiri yang ingin keluar dari pekerjaan mudanya, memilih menjalani kehidupan normal meskipun masih bisa menerima Oliver sebagai kakaknya yang sibuk pada pekerjaan pemecah masalah.
"(Mau bagaimana lagi... Pada saat itu, aku menyambung bersekolah dengan membantu kakak Oliver memecahkan masalah hanya melalui mimpi, karena adegan pembunuhan yang selalu datang besok akan langsung muncul di mimpiku, hanya tinggal bercerita pada kakak Oliver, dengan begitu dia mempercayai semua yang ku katakan...Tapi kesepianku mulai lagi, di mana dia meninggalkanku demi pekerjaannya yang sudah tinggi dan tidak membutuhkan aku. Yang bisa dia lakukan hanya mengirim uang untuk biaya hidupku sampai sekarang. Itulah tadi, kisah dariku, Kisah Caise. Aku harap itu dapat menjelaskan bagaimana hubunganku dengan orang yang namanya Oliver. Sampai jumpa di season ke-2... See you.)"
Ending Kisah Caise. Berlanjut di season 2, kisah dari *Tiger Meet Cat*.