Sesampainya di apartemen, Caise menurunkan kucing itu di dalam rumahnya.
"Mas Leo, bisa tolong awasi mereka? Aku akan menyiapkan air untuk membersihkannya," kata Caise yang berjalan ke kamar mandi. Leo menatap ke bawah, melihat kucing-kucing Caise menghampiri kucing baru itu. Mereka semua mengendus perlahan namun tiba-tiba mendesis garang.
Karena takut, kucing baru itu malah melompat naik ke wajah Leo.
"Uwak..." Leo terkejut dan mundur cepat, membuatnya terpeleset karpet dan terjatuh dengan suara yang keras.
Caise yang mendengar itu terkejut. "Ada apa, Mas Leo?!" ia mendekat dan terkejut lagi karena kucing-kucingnya mencoba menggigit dan menarik baju Leo yang mengangkat kucing baru tadi di tangannya.
"Caise... mereka menggila—" Leo memasang wajah takut.
Lalu Caise memisahkan mereka.
"Hentikan, ini ada apa dengan kalian?" dia menatap. Kucing-kucing itu hanya mendesis, melirik kucing baru yang dibawa Leo.
"Sepertinya mereka tidak mau kucing ini ada di sini," kata Leo. Lalu Caise terdiam khawatir. Namun, ia terkejut saat melihat Leo membawa kucing itu. "Mas Leo... Dia mirip denganmu, maksudku, warna bulu-bulunya seperti warna rambutmu," kata Caise. Leo hanya terdiam bingung.
"Itu bukan saatnya membahas itu, yang harus dibahas sekarang adalah nasib kucing ini," kata Leo.
"Oh, benar... Haiz... Bagaimana ini?" Caise berbolak-balik berjalan sambil berpikir.
Sementara itu, Leo terdiam duduk di sofa dengan kucing itu yang masih ia bawa.
Lalu Caise mendapat ide. "Ah, Mas Leo, bisakah kucing ini menginap di tempatmu?"
"Tempatku?"
"Ya, bolehkan? Hanya untuk kucing ini saja kok," Caise mendekat dan memohon. Hal itu membuat Leo menelan ludah tertarik padanya.
"Tidak bisa... Aku belum pernah memelihara kucing sebelumnya... Kenapa tidak kau saja yang tinggal di rumahku, padahal kau janji akan tidur di rumahku," Leo menatap tak terima.
"Um... Aku mengatakannya ketika aku ada libur... Karena belum libur, jadi mungkin kapan-kapan, hehe... Ayolah, Mas Leo... Aku mohon, kasihanilah kucing ini," Caise memohon lagi.
"Heh—beri aku satu ciuman dulu," kata Leo. Seketika Caise terkejut. "A... apa maksudmu?"
"Kalau tidak mau, aku juga tidak akan mengizinkan kucing ini masuk ke rumahku, mungkin aku hanya akan membuangnya."
"Ah jangan... Baiklah deh..." Caise pasrah demi kucing itu.
Caise mendekat, mengangkat satu kakinya naik di sofa, dan memegang kedua pipi Leo. Ia berwajah merah lalu mencium bibir Leo yang duduk di sofa.
"Kau puas sekarang?" Caise mendorongnya.
"Tentu saja belum, aku butuh lebih," Leo menjilat bibirnya sendiri membuat Caise terkejut.
"Ah—keluar!" dia mengusir Leo.
"Haiz... Sekarang aku dan kau yang ditelantarkan," Leo berjalan membawa kucing itu di tangan kirinya dan pulang ke rumahnya. Kebetulan Noah yang membuka pintu.
"Leo? Dari mana saja kau?" kata Noah. Seketika Leo memberikan kucing itu padanya dan berjalan masuk. Noah menjadi bingung sambil menatap kucing itu.
"Apa maksudmu, sialan??!!" ia menatap tak terima.
"Rawat kucing itu, mandikan dia, dan jadikan bersih... Aku mau tidur..." balas Leo yang berjalan pergi membuat Noah kesal. "(Hiz... Kau... Sialan...)" ia menatap kucing itu dan baru sadar warnanya seperti Leo. Seketika dia tertawa. "Pft... Kau begitu lucu... Kau Leo kecil... Pft..." Dia mengejek kucing itu dengan membawa nama Leo.
Tapi ada yang mengetuk pintu membuat Noah menoleh ke pintu. Dia berjalan dan membuka, tapi tiba-tiba saja, ketika pintu terbuka, sebuah pukulan mengarah padanya dan langsung memukul pipinya. Hal itu menjatuhkan kucing yang ia bawa dan langsung lari.
"Akh!!" dia terjatuh memegang pipinya.
Leo yang belum membuka pintu kamarnya menoleh. Dia langsung berjalan buru-buru ke tempat Noah tadi dan ia menjadi terkejut karena yang memukul Noah adalah Oliver, yang menatap tajam.
"Kau!!!" ia menatap kesal.
"Lama tidak jumpa," kata Oliver dengan tatapan datar.
"Sialan, kenapa kau muncul di sini?!!" Leo berteriak tegas.
"Kau yang harusnya aku tangkap!!! Kriminalitas sepertimu sudah jelas harus di penjara!!! Sudah 10 tahun aku mencari cara untuk memasukkanmu ke penjara!!"
"Cih, hahahaha... Sampai 100 tahun pun kau tak akan bisa melakukannya, aku menguasai hukum, uang adalah segalanya dan kuasa hukum, yang paling atas..."
"Aku tahu ini juga karena bantuannya!!" Oliver tiba-tiba menginjak tubuh Noah yang ada di bawah.
"Akh... Sial..." Noah kesakitan tak bisa bergerak.
"Tanpa lelaki ini, kau juga tidak akan punya informasi terbaru, apalagi soal aku..." tatap Oliver.
"Dia tidak salah apa pun, dia hanya memberitahuku bahwa kau sudah pergi menyerah..." Leo menatap sombong.
"Lihat saja! Aku akan membuat mu menyerah pada semua ini!" teriak Oliver.
Tapi mendadak Leo tertawa. "Hahahaha... Sial... Itu lucu sekali..." ia terus tertawa membuat Oliver terkejut dan dia menjadi direndahkan.
"Kenapa tertawa?!"
"Terserah saja... Aku tak peduli jika kau harus melakukan apapun... Atau mendapatkan informasi apa pun," kata Leo dengan senyuman sombong dan tidak takut. "Tak ada yang aku percayai, yang ada di pihak ku hanyalah Noah...." tambahnya.
Noah yang mendengar itu menjadi tersenyum senang. "(Yeah, sepertinya aku bisa mati tenang sekarang... Akhirnya aku dianggap....)"
"Cih, bagaimanapun juga... Aku juga akan terus mencari cara untuk mendorongmu ke penjara!!!" kata Oliver.
Hal itu membuat Leo kembali kesal dengan keras kepala dan tanpa takut pada Oliver.
"Masih saja kau tidak bosan mencari kesalahan orang lain," kata Leo menatap penuh dengan kepingan amarah.
"Memangnya siapa yang mau menyerah, demi kebaikan semua orang yang telah kau tindas juga... Dan juga, aku sudah menemukan ini," Oliver memberikan bungkus kecil putih dan melemparkannya ke Leo yang menangkapnya dengan satu tangan, lalu mengendus bau bungkus itu dan ia menjadi terkejut.
"(Ini bukan kalium sianida... Ini arsenik? Bukankah obat ini sudah dihilangkan... Ini obat dari pil merah yang aku bawa itu, suruhan dari Mandara... Bukankah dia bilang, dia tak mau mengaitkan aku dengan hal ini... Tapi kenapa dia dengan lengah memberikan obatnya pada bajingan itu...)" Leo mencoba berpikir.
"Itu salah satu bukti kau bekerja dengan Direktur Mandara, kan?... Bukti kriminal tinggi seperti itu akan langsung membuatmu masuk penjara," kata Oliver yang berdiri dan berjalan pergi.
Leo meremas bungkus kecil itu dan menjatuhkannya. "Kau tidak akan bisa menangkapku, aku sama sekali tidak mengonsumsinya, kau pikir aku mau dengan barang beginian," tatap Leo.
"Memangnya kau tidak memakannya..." Oliver membalas lalu berjalan pergi. Itu memang benar, Leo memakannya terakhir kali ketika dia terluka.
"(Sialan...)" Leo menjadi kesal.
"Uhuk... Cough... Sial..." Noah tampak berdiri dan menatap Leo yang membuang bungkus putih tadi ke sampah.
"Beberapa obat seperti ini dapat dijual sebagai overdosis, sekarang dia benar-benar memberikan bukti kejahatannya padaku, ini tidak bisa dimaafkan... Tapi memang benar dia [Oliver] benar-benar detektif pemecah masalah tercepat," kata Leo dengan masih kesal.
Sementara Noah hanya diam. Lalu berkata sesuatu, "Aku akan mencari cara membebaskanmu lagi, kita hanya harus bersiap saja," ia menatap lalu berjalan pergi. Leo masih kesal, tak tahu harus apa. "(Sial, kenapa masalah ini terus datang di sini!)"
---
Sebelumnya, sebuah masa lalu terlintas. Saat itu Leo ada di bar. Dia terdiam memikirkan suatu masalah.
"(Apa yang harus kulakukan, setiap aku mengambil langkah bisnis... Ada saja masalahnya... Hukum pun dengan berlagak turun untuk menangkapku, mereka hanya akan menyerah, tapi aku tak suka di antara mereka yang keras kepala dan terus menggangguku...)" pikirnya dengan serius.
Lalu Noah datang membuka ruangan pribadinya itu sambil mengatakan sesuatu.
"Leo... Orang itu ingin bertemu denganmu," kata Noah.
"... Bawa masuk saja," Leo membalas. Lalu seorang pria masuk memakai pakaian formal berdiri di depannya agak jauh, menatap datar dan serius pada Leo yang hanya diam dan mengebul rokoknya.
Mendadak pria itu mengeluarkan pistol tembakan dan diarahkan ke Leo yang hanya terdiam tak menunjukkan wajah apa pun.
"Wah... Jauh-jauh datang dari Korea hanya untuk ke Jepang ini, kau menodongkan itu begitu saja. Apa kau langsung minggat ke Korea setelah ini?" tatap sombong Leo.
"Kriminal kejahatanmu sudah banyak, Leo. Kau harus aku tahan," kata pria itu yang rupanya adalah Oliver. Dia adalah seorang polisi penyamar hebat dalam segala kasus, dan yang belum Leo tahu saat itu adalah, Oliver adalah kakak Caise. Karena ini sedang pengingatan masa lalu sebelum Leo mengenal Caise.
"Hmp... Tangkap saja aku... Mungkin satu menit saja aku tidak akan di sana karena aku bisa bebas," Leo mengatakannya dengan tatapan tak peduli.
Oliver terdiam, menoleh ke Noah yang berdiri di belakangnya layaknya seorang penjaga.
"Apa kau mau menolong orang jahat ini, Tuan Noah? Yang dia lakukan salah, dan kau malah membantunya sebagai pengacara," kata Oliver.
"... Aku tidak membantunya," Noah menyela. "Tangkap saja jika kau mau, aku hanya diam. Dia sendiri bisa membebaskan dirinya sendiri," tambahnya lalu berjalan pergi meninggalkan mereka di ruangan itu.
"Apa maksudmu?!" Oliver berteriak.
"Dia memang bukan apa-apa, hanya sebatas pengacara untukku, bukan? Lalu kau ingin apa? Ingin tahu apa? Tak masalah untuk yang kumiliki saat ini. Di dunia bebas ini, uang adalah segalanya. Hukum dan peraturan bisa putus hanya karena tatapan uang," kata Leo yang menatap seringai pada Oliver.
"Aku akan mengungkapmu sehingga tak ada apa pun yang bisa membebaskanmu lagi, termasuk uang."
"Silakan saja, siapa yang melarangmu?" Leo menatap lalu dia berjalan pergi. Oliver mengepalkan tangan kesal padanya. Hingga saat itu, selama 10 tahun dia terus mencari cara untuk menangkap Leo, membuat Leo kesal. Dan begitulah cara Leo kesal padanya, dan Oliver adalah pria keras kepala.
---
Saat ini, Oliver tampak kesal sambil berjalan pergi. "(Cih, sungguh sangat susah... Aku jauh-jauh datang kemari hanya untuk mengungkapkan kriminalitas itu, lihat saja, jika aku dapat informasi lebih, aku pasti akan menangkapmu,)" ia tampak kesal. Tapi ia berhenti berjalan ketika mengingat sesuatu, yakni Caise. "(Caise...)" dia langsung senang. "(Aku hampir melupakan gadis kecil pembantuku... Aku harus menemuinya... Semoga saja dia senang melihatku,)" dia akan berjalan ke apartemen Caise untuk bertemu setelah sekian tahun tidak bersama.
Sementara itu, Caise juga mengingat Oliver secara kebetulan. "(Haiz... Aku takut kakak akan kembali untuk menjatuhkan Mas Leo... Tapi aku juga ingin bahwa Kakak bisa bertemu denganku, aku sangat merindukan kakak, tapi mau bagaimana lagi... Aku juga tak tahu harus menilai Kakak tokoh jahat atau baik,)" ia terdiam khawatir.
Tapi kebetulan ada yang mengetuk pintu apartemen Caise yang langsung menatap ke arah pintu.
Lalu Caise membukanya dan langsung berwajah terkejut tak percaya. Siapa sangka, itu adalah Oliver.
"Caise!!" Oliver menatap senang.