Caise masih terdiam kecewa. "(Apa yang harus kulakukan... aku benar-benar tidak bisa apa-apa... Aku takut Mas Leo akan melakukan hal yang dia pernah katakan padaku. Dari awal Mas Leo sudah membantuku, dia benar-benar sangat baik dan perhatian... Kenapa aku jadi seperti ini... Tapi jika saat itu aku bilang aku adalah detektif kecil maka dia akan langsung menerorku... Aku benar-benar takut dia tidak akan suka padaku lagi dan malah akan membunuhku... Tapi... Jika dipikir-pikir... Mas Leo memiliki seseorang yang akan selalu mengganggu pikirannya di saat kita berdua menjalankan hubungan,)" Caise menatap ke sekitar tempat itu lalu menghela napas panjang.
"(Aku tidak mau... Membuat Mas Leo menangis, kecewa, dan marah padaku. Hujan tak akan datang jika dia tidak sedih... Selama hujan tidak datang tiba-tiba, aku pastikan dia tidak akan kecewa padaku... Aku akan mencoba merahasiakan ini semua, demi aku dan Mas Leo.)"
---
"Berjanjilah untuk tidak membuatku menangis di bawah hujan... Caise."
---
"Kuharap kau mengerti kisah dari Leo, tapi jangan khawatir... Meskipun Leo tahu kau adalah adik Oliver, dia akan lebih berjuang untuk menyukaimu," kata Noah.
"Ke... Kenapa Mas Noah berpikir begitu? Bukankah sudah jelas aku adik dari orang yang paling Mas Leo benci?"
"(Caise tidak tahu, bahwa aku sudah memberitahu Leo... Tapi Leo mengatakan tak peduli... Dan akan tetap menyukai Caise hanya saja... Caise tak boleh dekat dengan Oliver atau dia akan putus asa lagi melihat Caise bersama Oliver...) Sudahlah, mari pulang saja, lupakan hal ini... Aku harap kau bisa lebih langgeng dengan Leo... Apa kau mengerti, Caise?" tatap Noah lalu Caise mengangguk pelan.
Malamnya, Caise menutup buku sambil menghela napas panjang. Dia ada di apartemen duduk di sofa.
"Ha... Setelah mengetahui alasan Mas Leo suka dengan gadis bulan, aku tetap harus mempelajari hal ini," gumamnya sambil masih khawatir.
Tapi ada yang mengetuk pintu membuatnya menoleh ke pintu. "(Siapa itu?)" ia bingung lalu membuka pintu.
Tapi mendadak saja, orang itu memeluknya membuatnya terkejut, itu adalah Leo. "Caise... Caise..." dengan suara yang sangat imut pada Caise.
"M... Mas Leo? Ada apa?" Caise menatap.
"Caise, seharian tidak bertemu denganmu, aku benar-benar merindukanmu..." Leo menatap memelas.
Caise terdiam, seketika dia tertawa. "Pft... Hahaha... Hanya sehari saja sudah begini..." Caise memegang kedua pipi Leo.
"Ini memang benar, aku takut kau disentuh orang lain... Kau tidak disentuh kan?" Leo menatap histeris.
"Um... Tidak?"
"Kau berbohong, aku benar-benar khawatir... Bagaimana ya caraku agar aku bisa menandaimu bahwa kau adalah milikku," Leo menatap serius membuat Caise terdiam bingung.
Lalu ia ingat. "(Oh, akhirnya hal ini ditunggu-tunggu... Aku hanya harus menganggap Mas Leo mengingatku... Dengan begitu dia tidak akan terpikirkan gadis bulan itu, karena aku hanya ingin dia memikirkan ku.) Mas Leo, gigitlah aku," kata Caise menunjuk lehernya, membuat Leo benar-benar terkejut mendengar itu.
"Ayo..." Caise menatap menggoda.
"Em... Sebaiknya kita di dalam," Leo mendadak menggendong Caise di dadanya membuat Caise terkejut.
Lalu dia masuk dan pintu terkunci. Leo berjalan dan meletakkan Caise duduk di sofa dan ia berlutut di bawah sofa membuat Caise menatapnya sambil memegang leher Leo.
"Mas Leo... Aku hanya ingin bahwa kau percaya padaku... Bahwa aku juga ingin kau terus berjuang mendapatkanku tanpa takdir yang menghalangi," tatap Caise.
"Ya... Aku akan melakukannya..." Leo mengangguk, lalu mereka saling mendekatkan wajah dan seketika mencium bibir dan bertukar lidah.
Ketika Caise terkena napas gairah, Leo melepas ciuman itu dan mencium wajah Caise, turun hingga leher Caise.
Caise bernapas panas menutup mata. "(Ini... Kedua kalinya dia akan menggigitku... Aku harap bekas gigitannya tak pernah hilang...)"
Chomp!!
Leo menggigitnya, membuatnya terkejut sakit, tapi ia mencoba menahan itu. "(Berhasil... Haha...)" dia tampak senang.
Lalu Leo melepas giginya, membuat bekas tanpa darah. Dia menatap Caise dengan khawatir. "Caise... Kau yang membuat ini... Kau juga harus membuat kita saling percaya dan menerima... Aku harap konflik ini segera berakhir agar kita bisa bersama... tanpa ada kendala..."
"Ya, tentu saja..." balas Caise, mereka sama sama meletakkan kening masing masing.
Hari selanjutnya, Caise melihat Noah akan berjalan berpapasan dengannya. "Mas Noah..." dia langsung memanggil.
Lalu Noah menoleh dan berjalan mendekat. Ia terdiam ketika melihat pada leher Caise yang tertutup penutup luka. Dia menghela napas panjang dan menatap Caise yang bingung.
"Kenapa ada penutup luka? Apa lehermu sakit?" Noah menunjuk luka di leher Caise.
"Ah... Tidak, bu-bukan apa-apa. (Sebenarnya ini berbekas kemarin dan sangat jelas jadi aku menutupinya...)" Caise langsung menutupi lehernya dengan tangannya.
"Apa Leo menggigitmu? Dia ini, benar-benar tak tahu batasan," tatap Noah, membuat Caise berwajah merah.
"Ehm... Hehe... Aku hanya meyakinkan Mas Leo saja... Oh ya, sebenarnya aku ingin bertanya sesuatu pada Mas Noah," Caise menatap agak ragu.
"Bertanya apa?"
"Soal Kakak Oliver... Sebenarnya, dia ada di mana sekarang?" Caise menatap.
"... Dari informasi yang selalu aku cari-cari... Oliver ikut dengan ayah gadis bulan... Mereka ada di Amerika Serikat... Kau tahulah, membangun bisnis di sana akan sangat mudah sekali..."
"Jadi, begitu..." Caise langsung kecewa.
"... Sebenarnya, kenapa kau berpisah dengan Oliver? Apa dia berpamitan padamu?" Noah menatap.
"... Kakak Oliver, dia dulu bilang padaku ingin mengerjakan tugas besar, yakni menjatuhkan seorang kriminal yang begitu kejam, tapi dia selalu gagal... Apa ini mungkin, dia ingin menghancurkan Mas Leo, lewat jalur mengikuti ayahnya gadis bulan?" Caise menatap.
Seketika Noah terkejut. "Ba... Bagaimana kau bisa beranggapan begitu?! Aku bahkan tak sampai memikirkan itu, tapi sungguh, itu masuk akal... Bisa jadi, Oliver mengikuti ayah dari gadis bulan, hanya untuk menghancurkan Leo karena temperamen ayah gadis itu lebih keras dibandingkan iblis..." kata Noah.
"Jadi, apa itu memang benar... Jika itu benar, cepat atau lambat... Kakak Oliver akan membuat Mas Leo terluka," Caise tampak khawatir dan di saat itu juga, dia hampir menangis.
"Aku benar-benar tak tahu lagi harus bagaimana soal penderitaan Mas Leo... Aku tak mau kehilangannya, tapi di sisi lain, aku juga tak ingin Kakak melakukan hal itu," Caise menambah.
"(Cih, sialan... Oliver benar-benar sudah kelewat batas, jika begini pun, ketika dia pulang nanti, dia pasti bisa langsung menjatuhkan Leo karena Leo tak melakukan persiapan apa pun...)" Noah tampak kesal.
"Caise, aku akan mengurus hal ini sebelum Oliver kemari... Cukup hasut saja Leo untuk menikmati hari bersama seperti biasanya... Intinya, jangan mencolok ketika Oliver ada di sini, atau dia akan kecewa," tatap Noah.
Lalu Caise mengangguk. Kemudian dia kembali melanjutkan perjalanannya.
Di jalan, Caise mendengar suara kucing, ia menoleh ke bawah dan terlihat seekor kucing jantan yang manis bercorak oranye dan hitam mendekat ke kaki Caise.
"Oh-halo, apa kau lapar?" Caise menatap.
Kucing itu memasang wajah manis dan kelaparannya. Dia bahkan tak takut ketika Caise datang, seperti sudah menganggap bahwa manusia seperti Caise adalah orang yang baik.
"Benar-benar kasihan, aku akan membelikanmu makanan, tunggulah di sini," kata Caise lalu dia berjalan pergi. Kucing itu hanya duduk diam.
Tak lama kemudian, Caise kembali dan melihat kucing itu masih setia menunggunya. "Ouh... Kau benar-benar patuh, aku membawakanmu makanan." Caise meletakkan makanan kaleng kucing di bawah, dengan lahap kucing itu memakannya.
Sementara itu, semua orang-orang benar-benar ketakutan dan gemetar saat Leo berjalan lewat pinggir jalan. Mereka melirik dengan aneh padanya. Namun hal itu membuat Leo biasa saja, dia tak peduli apa pun dan fokus memikirkan sesuatu.
"(Aku akan menjemput Caise di tempatnya, harap saja dia masih ada di tempat bekerjanya... Aku yakin aku juga sudah tepat waktu dengan hanya berjalan,)" pikir Leo.
Tapi tak disangka-sangka ia melihat Caise yang berlutut membelakanginya di sebuah taman. Caise rupanya sedang melihat kucing itu makan.
"(Terlihat seperti Caise, aromanya juga aroma dia.)... Caise," Leo mencoba memanggil, lalu Caise menoleh.
"Rupanya benar, apa yang kau lakukan di sini?" Leo mendekat dengan senang dan gembira.
"Hah... Mas Leo... I... Itu..." Caise menjadi terkejut melihat kemeja biru tua kotak-kotak yang dipakai Leo memiliki noda merah seperti darah segar.
"(Jadi ini yang membuat orang-orang menatapku.) Hm, ini bukan apa-apa, hanya noda cat," Leo melepas kemejanya dan mengikatnya di pinggang.
"(Aku baru saja melawan orang ketika pulang berkampus dengan pakaian ini...)" pikirnya lalu melihat kucing yang di bawah Caise.
"Itu kucingmu?"
"Ah bukan, hanya kucing liar," Caise membalas.
"Apa dia mau kau bawa pulang?"
"Sepertinya tidak, tapi aku benar-benar kasihan padanya," tatap Caise pada kucing itu.
"Begitu kah."
Lalu mendadak Caise terdiam meremas baju bawahnya sendiri.
Leo melihat dengan bingung. "Caise, ada apa?"
"Mas Leo... Apa kau benar-benar tertarik padaku?" tatap Caise.
"...Tentu saja, aku sudah bilang bukan, kenapa kau selalu bertanya hal itu beberapa kali padaku?"
"Tapi... Ini sangat aneh, aku seperti menghalangimu."
"Apa maksudmu, Caise?"
"... Entahlah... Ini membuatku merasa tidak nyaman."
"Apa aku membuat sesuatu sehingga kau menjadi kesal? Katakan, Caise?" Leo mendekat.
"(Bodoh... Apa yang kubicarakan tadi... Aku telah keceplosan membicarakan perasaan di depan Mas Leo,)" Caise menggeleng cepat. "Ti... Tidak, Mas Leo... Aku hanya bercanda," dia menatap manis.
"... Huf... Kupikir aku telah membuatmu kesal," Leo menghela napas lega, lalu dia melihat leher Caise yang putih lembut, ia menjadi tersenyum sendiri dan mendadak mengangkat Caise.
"Ah! Mas Leo..." Caise terkejut panik. "Apa yang kau lakukan... Turunkan aku..."
"Hanya ingin pulang bersama, aku akan mengantarmu," kata Leo yang mulai berjalan.
"Ta... Tapi [ini memalukan," Caise menjadi memerah. Semua orang menatap romantis mereka berdua.
"Mas Leo... Tolong turunkan aku, aku bisa jalan sendiri."
"Hahaha My Caise Is So Cute," kata Leo.
Tapi tiba-tiba Leo berhenti melangkah membuat Caise bingung.
"Ada apa, Mas Leo?"
"... Sesuatu menahan kakiku," Leo menoleh ke bawah dan rupanya itu kucing tadi yang menahan kakinya dengan jari kukunya.
"Ada apa dengannya?" Leo menatap sinis kucing itu.
"Sepertinya dia ingin ikut kita," kata Caise.
"Meong..." Kucing itu menatap memelas, seketika Caise terluluh.
"Mas Leo... Dia sangat imut, turunkan aku dulu," tatap Caise, lalu Leo menurunkannya.
"Kawai..." Caise menggendong kucing itu, sepertinya kucing itu juga suka pada Caise.
Sementara Leo hanya menatap dengan aura dendam padanya.
"Aku akan membawamu pulang, manis," kata Caise.
"Bukankah kau bilang tidak akan membawanya pulang?" Leo menatap.
"Ya, tapi mau bagaimana lagi, dia ingin ikut dengan kita, apa Mas Leo mau menggendongnya?" Caise memberikannya.
"... Aku lebih suka menggendongmu," Leo menyela sambil menolak menggendong kucing itu.
"(Haiz... Mas Leo ini.)"