Esok harinya, di kantor rumahnya, Noah datang dan membawa sebuah kotak kecil, diletakkan di meja Leo.
"Itu pisau pesananmu, dari Direktur Mandara," kata Noah.
Leo berhenti mengetik di laptop dan membuka kotak itu. "Kenapa dia mengirimkanku pisau?" Dia menatap pisau itu yang begitu tajam dan hitam, terbuat dari material khusus.
"Dia mungkin meminta maaf atas apa yang terjadi, dan pastinya, dia ingin mengirimkan 'surat perdamaian' agar dia bisa berkomunikasi denganmu lagi," balas Noah dengan tampang tak peduli.
"Hmp... Terserah saja, memangnya dia mau apa? Sampai segininya juga aku tidak akan mau peduli," kata Leo.
Tapi ada seseorang datang membuat mereka menoleh.
"Leo..." Seorang wanita yang cantik dan seksi memanggil dengan begitu menggoda. Bagaimana dia bisa masuk ke ruangan Leo?
Noah terdiam dan berjalan keluar. "(Putri dari Tuan Mandara, lebih tepatnya Succubus,)" pikirnya sambil meninggalkan mereka.
"He... Kenapa kau ada di sini??!!" Leo terkejut sambil beranjak.
"Aku hanya kangen padamu," wanita itu membalas, lalu mendekat menempelkan dadanya di tubuh Leo yang terdiam kaku.
"Aku ingin ciuman," wanita itu menjinjitkan kakinya dan akan mencium Leo. Tapi Leo terdiam, berwajah dingin, dan seketika mengambil pisau dari kotak itu untuk menutupi mulutnya.
Sehingga wanita tadi mencium besi pisaunya saja, hingga berbekas lipstik merahnya di pisau itu.
Wanita itu terdiam menatap apa yang baru saja terjadi.
"Kenapa kau menutup mulutmu dengan pisau, singkirkan itu."
"Berisik kau, wanita! Pergilah dari hadapanku, apa kau tahu kau masuk kandang harimau di sini!" Leo menatap marah.
"Huh... Kau dulu suka seperti ini... Ada apa denganmu, huh?!"
"Beruntung kau putrinya Mandara itu, jika tidak, aku sudah membunuhmu di sini," Leo menambah dengan masih tatapan membunuh itu.
"Cih... Ini juga salahmu! Kenapa tadi malam tidak datang ke bar?! Aku sudah menunggumu dengan Nona Walwes!" Wanita itu tampak kesal.
Leo terdiam dan baru ingat. "(Noah memintaku ke bar untuk bertemu dengannya, tapi aku lebih memilih bersama Caise untuk menemaninya di festival...) Aku tak peduli, pergilah saja," kata Leo dengan kasar.
"Cih... Aku akan pergi, tapi jika aku ingin minta bertemu denganmu, kau harus melakukannya, jangan alasan lupa!" Wanita itu menjadi kesal dan berjalan pergi.
Leo hanya terdiam kesal. "(Lihat saja... Kau juga akan tahu aku milik Caise...)"
Tak lama kemudian ponsel Leo berbunyi dari Caise. Seketika Leo senang dan mengangkatnya.
"Halo, Caise... Kenapa kau memanggilku~ apa perlu sesuatu? Aku bisa membantumu..."
Di luar, wanita tadi mendengar itu. "(Apa... Kenapa suaranya berubah saat menerima telepon itu... Caise? Apa perempuan? Cih, itu pasti yang membuatnya kasar padaku... Aku akan cari tahu.)"
"Mas Leo, aku ada tugas kelompok nanti, kau tidak perlu menjemputku, aku bisa langsung pulang," kata Caise.
"Tak apa bukan jika aku juga menemanimu."
"Tidak perlu, Mas Leo... Kau sudah terlihat mencolok untukku ke teman-temanku," Caise membalas seketika menutup telepon.
Leo yang mendengar itu tadi menjadi terdiam.
"(Aku... Mencolok? Apa aku melakukan kesalahan kemarin?)" ia bingung.
Sementara itu, Noah merokok di depan rumah, bersandar di dinding dan melihat ke ponselnya. Ia melihat ke kontak Inei, wanitanya.
"(Aku ingin bertemu dengannya, tapi kenapa wajahku sama sekali tak bisa menunjukkan ketulusanku menjalin hubungan dengannya, apa aku tak bisa tersenyum sedikit? Selama ini aku hanya menatap membosankan, aku takut dia tidak suka padaku,)" dia menghela napas panjang lalu memilih scroll media sosial hingga ia menemukan video penyebaran milik Leo dan Caise.
Seketika dia terkejut tak percaya dengan hal itu. Dia langsung berjalan buru-buru ke ruangan Leo. "Leo, apa maksudmu ini?! Kau mencolok di sini!!" Dia menunjukkan video itu dan reaksi Leo hanya terdiam mengerti.
"Oh, jadi itu yang dibilang mencolok...." Dia hanya mengerti bodoh membuat Noah kesal. "Apa kau tahu siapa yang akan kesal lebih dari aku ini...?"
Di sisi lain, tepatnya di media sosial, video penyebaran pasangan yang tersorot publik adalah Caise dan Leo. Video itu diunggah begitu banyak dan disebarluaskan melalui sosmed banyaknya orang sampai pada akhirnya sesuatu yang membuat konflik.
Di sebuah gedung besar yang bertepatan di United States, terlihat seorang pria yang tidak diperlihatkan wajahnya, memakai pakaian rapi seperti bos besar. Rambutnya berwarna sama seperti Leo. Dia menatap ponselnya dan melihat video itu secara kebetulan. Ketika mengetahui hal itu, dia menatap Caise, pandangannya begitu kesal dan tangannya mengepal kesal.
Seketika meletakkan ponselnya di meja dengan keras. Dia berdiri membuat semuanya bergetar. Lalu muncul suara yang lebih berat dari milik Leo. "Memalukan...."
Lalu datang seseorang yang masuk ke sana. Berpakaian rapi dan di sakunya terdapat nama miliknya, yakni "Oliver"
"Pergilah ke Jepang... Dan lakukan tugas maupun keinginanmu," kata pria pertama tadi.
Oliver mengangguk dengan menundukkan badan lalu berjalan pergi dari sana. Sebenarnya apa yang sedang terjadi di sini, apa ada sesuatu lagi?
---
Sorenya, Caise selesai mengerjakan tugas kelompoknya. Mereka tampak berpisah dari kafe.
"Kerja bagus semua," kata salah satu dari mereka.
"Caise, apa kau ada pekerjaan sambilan hari ini?"
"Tidak ada."
"Kalau begitu kenapa tidak meminta pacarmu menjemput?" mereka menatap.
Lalu Caise terdiam sejenak dan membalas, "Dia sibuk, aku tak mau mengganggunya... Aku akan pergi, sampai jumpa," Caise berjalan pergi.
Saat ini, dia berjalan sendiri di pinggir jalan. Awalnya wajahnya tampak biasa, tapi ia mendadak ingat pada foto yang ia temukan di kemeja Leo, wanita berambut sama seperti Leo. Hal itu membuat Caise khawatir, apalagi ingat akan kalimat yang ada di balik foto itu.
"(Entah kenapa rasanya aku harus menghindari Mas Leo dan... Perempuan di foto itu sudah jelas adalah pacarnya, apa dia masih berhubungan dengannya atau dia sudah menjadi seseorang yang dekat dengannya,)" Caise berpikir sambil berjalan di pinggir jalan dengan tas yang ia bawa. Dia berpikir bahwa wanita yang ada di foto itu adalah pacar dari Leo.
"(Apa itu memang pacarnya Mas Leo... Tapi kenapa rambut mereka sama? Tapi jika itu pacarnya Mas Leo, bagaimana dengan gadis bulan?)" Caise tampak bingung. Dia masih ragu untuk mengetahui wanita itu. Ia saat ini terlihat ada di lampu merah akan menyeberang jalan.
Kebetulan, ada Noah yang terlihat berjalan di seberang, dia juga kebetulan menoleh ke arah Caise dan berhenti berjalan. "(Pas sekali aku bertemu dengan gadis itu. Aku harus mencari petunjuk soal dia yang berhubungan dengan Oliver...)" pikir Noah, lalu dia menyeberang dan menatap Caise yang juga merasakan kehadirannya. Mereka saling menatap.
"Caise, bisa kita mengobrol?" tatap Noah dengan serius, membuat Caise terdiam.
"(Aku baru saja melamun, aku belum lama merasakan melamun, dan Mas Noah sudah datang menatapku dan memintaku untuk mengobrol dengannya... Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada sesuatu...)"
---
Tampak mereka berada di kafe dengan berhadapan.
"Anu, Mas Noah, apa yang ingin kamu bicarakan denganku?" tanya Caise.
Noah terdiam sebentar, lalu dia menghela napas panjang dan mengatakan sesuatu. "Caise, seberapa besar kau percaya padaku?" tatapnya, membuat Caise terdiam bingung.
"Katakan padaku," Noah menambah.
"Um, karena Mas Noah adalah teman yang paling dekat dengan Mas Leo, mungkin aku juga menganggap Mas Noah dapat dipercaya sama seperti Mas Leo," kata Caise dengan nada ragu.
Lalu Noah menghela napas panjang. "Bukan ingin menghancurkan hubungan kalian, tapi aku hanya ingin memberitahumu siapa itu Leo dan aku juga ingin memastikan siapa sebenarnya dirimu itu," Noah menatap sangat serius lagi, membuat Caise terkejut.
"A... Apa maksudmu... Aku sudah jelas hanya... Gadis biasa..."
"Oh ya, apakah gadis biasa punya kekuatan untuk meramal mimpi?" tatap Noah.
"Hah, dari mana kau tahu?!" Caise langsung menatap tak percaya.
"Gadis peramal mimpi, ada tercatat dalam keanggotaan kekeluargaan polisi dan detektif... Apa aku benar..." kata Noah sambil menunjukkan sebuah foto di mana foto itu berisi Caise yang masih kecil tersenyum bahagia dengan digendong oleh seorang lelaki.
"I... Itu..." Caise menjadi gemetar. Wajah lelaki itu adalah Oliver.
"Aku sudah tahu semuanya, Caise... Aku salah menilaimu... Kau bahkan memiliki garis kenal dengan seorang pemecah kriminalitas di sini... Oliver Krime, lelaki ini bernama itu kan... Kau memanggilnya sebagai... Kakak," kata Noah dengan wajah seringai.
"Ba... Bagaimana kau tahu?"
"Aku tahu lebih dulu, sikapmu sangatlah aneh dari awal. Tatapan itu... Hanya seorang mantan detektif kecil yang memiliki tatapan polos di luar dan serius di dalam. Apa kau tidak pernah berpikir untuk menggali identitas soal Leo dan aku? Apa kau juga tidak ingat siapa kami?"
"Aku... Sudah mencobanya tapi... Identitas kalian sama saja... Aku juga tidak pernah mengingat soal masa lalu seperti itu, percayalah, aku sudah melupakan semua itu..."
"Oh ya? Apa itu karena aku yang selalu memperbaruinya, memangnya untuk apa aku jika di bawah Leo tidak melakukan ini... Inilah pekerjaanku yang sesungguhnya. Aku selalu penasaran denganmu... Kenapa Leo tertarik padamu, rupanya kau memiliki sifat yang lain, Caise... Luar biasa dari awal, kau bukan sekadar gadis biasa."
"Mas Noah... Aku mohon jangan beritahu Mas Leo... Aku janji tidak akan mengadukanmu pada kakak Oliver," Caise menahan bahu Noah.
"Kenapa kau berkata begitu?"
"Karena... Karena aku benar-benar menyukai Mas Leo... Aku mohon... Aku hanya belum tahu Mas Leo yang sebenarnya, kau tidak perlu khawatir... Aku sudah bilang padamu aku benar-benar tidak tahu siapa Mas Leo sebenarnya... Jangan bilang ini pada Mas Leo, aku mohon," Caise memohon sambil menangis.
Noah terdiam sejenak dan mengatakan sesuatu. "Jadi kau berpikir bahwa Leo belum tahu soal hubunganmu dengan Oliver?" Noah menatap.
Lalu Caise mengangguk.
"(Sayang sekali, padahal aku sudah memberitahu Leo bahwa Caise memiliki hubungan kekeluargaan dengan Oliver, tapi apa yang dikatakan pria itu adalah, jika gadis ini menerimanya, tak ada jalan buntu untuk terus mengejarnya...)"