Lalu Caise tampak kembali. "Maaf lama...." Dia memberikan sesuatu pada Naya.
Itu permen apel membuat Naya terdiam. "Kamu ingat ketika kita di festival bersama terakhir kali, kamu bilang padaku bahwa kamu suka ini," kata Caise dengan wajah manis.
Lalu Naya tersenyum dan menerimanya. "Terima kasih.... Sebaiknya kalian menikmati kembang apinya, aku ingin pulang saja," kata Naya, membuat Caise terdiam.
"Apa maksudmu, kamu tak mau melihat kembang apinya?"
"Aku tidak enak badan tiba-tiba, jadi, sampai jumpa." Naya berdiri dan berjalan pergi, membuat suasana terdiam.
"Mas Leo, haruskah aku menghampirinya?" Caise menatap Leo yang berdiri dari duduknya tadi dan membalas.
"Biarkan saja dia, dia sedang ingin sendiri. Mungkin dia akan mendapatkan pelajaran yang pasti bahwa tidak baik mempercayai seseorang yang kau cintai," kata Leo. Lalu mereka berjalan pergi sambil memegang bahu Caise menuju ke kembang api.
"(Aku berpikir untuk menjadi lebih dekat dengan Mas Leo, tapi... Apa yang kulakukan ini benar? Aku benar-benar tidak tahu harus apa... Saat aku bertemu dengannya pertama kali, aku benar-benar terkejut sekaligus takut karena dia benar-benar membuatku harus membawanya ke tempat yang aman. Lukanya benar-benar sangat besar dan aku tidak tahu sudah berapa banyak darah yang dia keluarkan. Dan... Ini membuatku terganggu soal dirinya yang sebenarnya. Sebenarnya dia siapa... Aku yakin umurnya tidaklah 23 tahun. Jika dia memang orang kuliah pastinya tidak akan berpenampilan seperti seorang yakuza apalagi gangster... Sejauh ini aku menganggapnya bukan yakuza maupun gangster tapi soal wanita... Kenapa semua wanita tertarik pada Mas Leo... Memang sih bukan hal yang harus diherankan karena dia benar-benar male dominan. Sejauh ini juga aku masih belum tahu sifat Mas Leo yang sangat tegas, apa dia melakukan ini pura-pura untukku agar dia bisa mencari tahu siapa aku... Bagaimana jika dia tahu bahwa aku pernah menjadi detektif,)" Caise berpikir terus-menerus dari tadi sambil berjalan di ramainya festival malam dengan Leo yang juga berjalan di sampingnya.
"Caise, kau mau makanan di sini? Aku bisa membelikannya jika kau mau," tanya Leo.
"Uhm... Tidak perlu, aku benar-benar tidak nyaman," Caise mencoba menolak.
Tapi hal itu membuat Leo terdiam kecewa. "Caise, apa kau benar-benar tidak nyaman bersamaku?"
"Apa... (Astaga... Apa yang kukatakan tadi... Dia sudah mulai kecewa... Tenang Caise, cari cara cepat... Cepat!)" Caise panik dan melihat sekitar, lalu melihat permainan tembakan di sana.
"Ah... Mas Leo, ayo coba itu saja, aku ingin hadiahnya," kata Caise sambil menarik lengan Leo.
Leo terdiam, mengambil satu senapan mainan itu.
"Aku akan mulai pertama, Mas Leo, jika kau tidak tahu caranya menembak," kata Caise sambil mulai membidik.
"(Apa yang baru saja Caise katakan, apa dia tidak tahu aku selalu menggunakan tembakan?)" Leo terdiam bingung sendiri.
Saat Caise mulai menembak, pelurunya tak mengenai benda yang harus dikenai.
"Astaga, aku payah," dia langsung lemas.
"Biarkan aku mencobanya, Caise," kata Leo yang mulai membidik lewat matanya dari samping ujung senapan. Seketika peluru langsung melesat mengenai benda itu hingga sempurna, dan hal itu membuat Caise terdiam kaku.
"Ini dia, nona," pemilik permainan memberikan boneka kucing yang sangat manis. Leo terdiam melihat boneka putih kucing yang manis itu.
"Wah.. Mas Leo... Kau benar-benar hebat," kata Caise, tapi ia bingung karena Leo terdiam melihat boneka itu.
"(Ada apa dengannya?)"
"(Benda itu...)" Leo terdiam berpikir, seketika ingat pada seseorang. "(Itu benda yang sama saat dia memilikinya,)" dia memasang wajah kecewa, sepertinya Leo mengingat sesuatu ketika melihat boneka itu.
"Mas Leo, apa kau baik-baik saja?" Caise menatap.
"...Maaf, Caise, aku benar-benar baik-baik saja. Haruskah kita lanjut?" Leo membalas sambil mengulurkan tangan, lalu Caise tersenyum dan menerima uluran tangannya.
"(Entah kenapa benda itu sama seperti dia yang memberikannya padaku,)" Leo terdiam berpikir sambil berjalan di samping Caise yang memakan pisang coklatnya, lalu ia menoleh pada Leo dan memberikan makanannya, membuat Leo terdiam bingung.
"Cicipi ini... Ini sangat enak," tatap Caise, lalu Leo menggigitnya dan mengangguk.
"Enak bukan?"
"...Ya."
"Mas Leo... Sebenarnya apa yang kau pikirkan?" tatap Caise dengan serius, membuat Leo terdiam.
"Aku... Tidak memikirkan apa pun," Leo membalas, tapi Caise masih tidak percaya.
Lalu suara kembang api mulai muncul, membuat mereka berdua melihat ke langit.
"Sangat indah," Caise terkesan.
Leo juga tersenyum kecil lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Caise sambil memegang dagu Caise.
"Caise, selalu bersamaku... Di sisiku," kata Leo, lalu mencium bibir Caise. Itu adalah ciuman di festival kembang api mereka berdua.
Mendadak ada sebuah lampu sorot dari atas menyoroti mereka berdua yang tengah berciuman lembut. Caise membuka mata dan terkejut, langsung mendorong ciuman itu, membuat Leo menatap diam.
Semua orang menatap mereka dan tersenyum sendiri. "Pasangan yang manis..."
Lalu ada suara dengan mic, "Yeah, kita menemukan pasangan yang pertama kali melakukan ciuman di tengah publik yang menikmati kembang api..."
Semuanya mengeluarkan ponsel dan merekam momen itu. "Pria-nya tampan dan gadisnya manis, begitu cocok," mereka mulai mendukung Caise dan Leo.
Tapi Caise tampak gemetar takut. "Ki... Kita jadi... Pusat perhatian?!"
Lalu ia merasakan tangan Leo memegang pipi hingga lehernya, membuat Caise menoleh padanya. Caise membuka mata lebar ketika melihat Leo yang tersenyum lembut padanya dengan cahaya lampu sorot yang ada.
"Caise, aku cinta padamu," tatap Leo, seketika Caise terkejut tak percaya dengan itu. Dia seperti terkena tembakan maut dan semua orang menjadi salah tingkah ketika mendengar kalimat Leo itu.
"Biarkan mereka tahu, bahwa kita menjalin hubungan," tambah Leo.
Caise terdiam. Dia lalu menoleh ke sekitar dan menelan ludah. "(Aku tak bisa... Mas Leo... Aku belum mengatakan yang sebenarnya padanya... Kita belum mengerti satu sama lain, apalagi soal keluarga... Aku harap kita tak menemukan konflik lagi... Aku juga ingin suka padamu!!)" Caise mengepal tangan. Mendadak saja dia memegang kerah Leo, membuat Leo terdiam menatap.
"Mas Leo... Aku... Aku... Juga... C... C... Cint... Akh... Aku tak bisa... Aku juga suka padamu!" kata Caise dengan wajah yang imut di pandangan Leo yang tak percaya.
"(Untuk sebentar, biarkan kekosongan hatiku diisi oleh seseorang yang benar-benar aku sukai, yang benar-benar aku inginkan untuk terus bersama...)" Lalu Leo mendekat dan mereka mencium bibir.
Semua orang yang melihat itu menjadi tersenyum senang melihat pemandangan yang sangat romantis.
"Kya.... Manis sekali... Jadi iri..." mereka tampak bersemangat melihat itu.
Caise terdiam setelah ciuman itu lepas. "Mas Leo, kenapa kau... Selalu begini... Apa kau memiliki maksud tersembunyi?" tanya Caise.
Leo terdiam sebentar, dia lalu berbisik. "Tentu aku memiliki maksud lain... Aku bermaksud mengikat takdir kita... Aku yakin kau juga bisa melihat takdir nya... Caise, percayalah, aku akan selalu menjagamu kecuali jika kau sudah tak menginginkan ku... Jika suatu saat nanti, ada saat dimana kau tidak menginginkan ku, aku akan melakukan apapun untuk membuat mu kembali yakin padaku... Caise..." tatapnya.
Mereka yang mencolok tentu saja dilihat oleh Noah dan Inei. "Wah, manis sekali.." kata Inei di samping Noah yang hanya diam.
"Leo, bukankah kau tahu siapa itu Caise dan hubungan nya dengan Oliver, juga siapa itu si sialan Oliver... Aku harap ini tidak punya konflik apapun lagi..." gumam nya.
"Noah, apa yang kamu katakan tadi?" Inei menatap bingung tidak dengar.
Lalu Noah menghela napas panjang. "Aku hanya khawatir pada hubungan mereka saja... Sekali Leo kecewa, musim pun juga akan berubah cepat..." kata Noah membuat Inei terdiam masih bingung.
Beberapa jam kemudian, Caise berhenti di depan pintu apartemen dan Leo ada di belakangnya. Dia menoleh pada Leo sambil masih memegang boneka kucing imut itu.
"Mas Leo... Tadi itu, sungguh sangat menyenangkan, aku benar benar berterima kasih padamu... Kau menemaniku, kau juga mengucapkan kalimat yang sangat manis... Aku harap, kamu tidak menyerah dalam mendapatkan kepercayaan ku padamu..." kata Caise.
"Tentu Caise... (Meskipun aku tahu, kau memiliki masa lalu yang tidak pernah bisa aku tebak...)"
"Jadi Mas Leo, sampai jumpa... Terima kasih untuk hari ini," tatapnya.
Leo terdiam, dia tersenyum dan mengangguk, tetapi wajahnya tiba-tiba menurun, membuat Caise terdiam bingung menatap. "Ada apa? Apa ada sesuatu?"
"Caise... Aku hanya ingin bilang padamu bahwa... Jangan buat aku menangis di tengah hujan... Jadilah yang terakhir untukku, meskipun kita sama-sama belum mengetahui soal keluarga, tapi aku harap... Kau tidak membuatku kecewa... Maafkan aku, aku selalu mengatakan hal ini karena memang aku pernah mengalaminya... Dan aku takut itu terjadi lagi," Leo menatap ke bawah dengan khawatir.
Caise terdiam. Dia lalu tersenyum dan mendekat. "Un..." dia juga mengangguk manis, membuat Leo senang.
"Kau milikku, tak ada orang lain yang memisahkan kita... Love you, Caise," Leo mendekat dan mencium pipi Caise, membuat Caise berwajah merah.
"Jadi, sampai jumpa..." dia mundur perlahan memastikan Caise akan masuk. Tapi Caise terdiam, di berwajah masih ragu lalu berjalan mendekat ke Leo membuat Leo terdiam menatap. "Caise?"
Lalu Caise memegang tangan Leo. "Mas Leo... Aku harap, keadaan mendukung kita...." tatapnya seketika Leo terkejut lalu Caise berbalik dan berjalan pergi.
Leo berwajah tak percaya. "(Keadaan?!)"
Sesampainya di dalam, Caise terdiam menutup pintu. Awalnya hanya tenang, tapi ketika menghela napas panjang, tiba-tiba saja dia jatuh ke belakang dengan wajah merah, seketika terguling-guling salah tingkah. "Kya... Sungguh sangat romantis banget!!" Dia benar-benar senang dan salah tingkah. Lalu melihat boneka kucing itu dan tersenyum menatapnya sangat dekat, lalu memeluk boneka itu dan masih salah tingkah. Kucing-kucingnya yang melihat tingkahnya menjadi bingung.
Lalu Caise menghela napas panjang dan berdiri. Dia melepas bajunya serta rambutnya, tapi ia bingung ketika meraba rambutnya lalu mengambil sesuatu yang rupanya itu tusuk rambut yang diberikan Leo tadi tanpa diketahui Caise. "(Ini...)" dia terkejut tapi tersenyum senang dan memeluk benda itu. "(Aku tahu, aku tahu dia memakaikan nya untuk ku... Dia benar-benar sungguh sangat baik...)"