Sebelumnya, Noah berjalan-jalan dengan Inei, pacarnya sendiri. Inei tampak mendekap tangan Noah dengan romantis.
"Sayang, apa kau tahu berita hari ini?" tanya Inei.
"Berita? Memangnya ada pembaruan berita apa lagi?" Noah menatap bingung.
"Itu, kasus pembunuhan di jalan lorong jembatan tiga sudah berhasil dipecahkan oleh detektif terkenal itu, Oliver. Dia sudah beberapa kali diminta untuk memecahkan kasus... unc... keren banget! Bagaimana jika kau menyayanginya?" Inei menatap.
"Oliver? (Kenapa aku seperti pernah mendengarnya?)" Ia bingung, namun tiba-tiba ada sesuatu yang melintas di pikirannya, yakni soal darah dan pembunuhan, membuatnya menggelengkan kepala untuk sadar. "(Apa itu tadi... Ah, benar... Oliver pernah membuat keributan dengan Leo, yakni dia awalnya ikut campur, padahal semua tahu Leo mengendalikan hukum. Tapi Oliver terus mencari cara agar dia bisa menangkap Leo, tapi dia sudah berhenti menampakkan diri... Leo pasti sangat kesal jika mendengar namanya.)"
Hingga saat itu, ketika Noah pulang dari berkencan, dia langsung mencari tahu identitas Oliver melalui teman polisi yang dia kenal. Memangnya siapa polisi yang belum dia kenal, karena dia ada di setiap kontrak pengacaraannya.
"Nah ini dia..." Dia langsung senang ketika menerima dokumen itu dari seorang pria sebaya dengan seragam polisi.
"Noah, ngomong-ngomong, kau mau apa dengan identitas Oliver?" tanya pria itu.
"Hm... Aku hanya penasaran saja. Dia yang dulu tidak pernah menyerah demi menangkap Leo, kenapa tiba-tiba berhenti. Jadi membuatku penasaran dengan identitasnya," balas Noah, membuat pria itu terdiam.
Kemudian Noah kembali ke rumah Leo dan dia membaca dokumen itu di dapur. Namun, ekspresinya sama seperti ekspresi Leo ketika membuka lembaran kedua, membuatnya memasang wajah sangat serius. Saat itu juga Leo datang. Dan begitulah semua itu terjadi.
---
"Leo, kau baik-baik saja?" Noah menatap Leo yang masih terdiam tak percaya dan begitu gemetarnya dia.
"Ap... Apa ini? Apa ini?!!!" Leo langsung berteriak keras, membuat Noah mundur selangkah.
"Kenapa bajingan itu memiliki ikatan keluarga dengan gadisku?! Kenapa baru sekarang?!!!"
"Leo!! Aku sudah bilang padamu untuk lebih dalam mengetahui siapa gadis itu, tapi kau terus mengundur-undurnya hingga sekarang. Terima saja semuanya... Jika kau ingin putus, putus saja dengannya. Aku tahu kau tidak menyukai Oliver," kata Noah, membuat Leo terdiam.
Tapi Leo gemetar kesal, dan seketika tangannya maju untuk memukul Noah yang langsung menghindar, sehingga tangannya memukul meja kaca dapur dan membuat meja itu benar-benar retak.
"Sialan! Aku tak ingin memutuskan Caise... Aku sudah mencintainya... Aku sudah menyukainya, aku memberikan apa pun padanya, dan sekarang, bajingan ini menghancurkan semuanya... Aku harus membunuhnya agar Caise tidak ada ikatan keluarga dengannya!!" Leo benar-benar mengamuk.
Tapi Noah mencoba memberitahunya, "Kau boleh membenci kakaknya, itu hal wajar, tapi kau tak bisa menyukai adiknya juga... Kebencian akan semakin ada... Leo."
Sementara itu, Caise kembali terbangun di ranjang rumah sakit. Di sampingnya sudah ada Noah, berdiri agak jauh bersandar di dinding.
"Mas Noah?"
Lalu Noah mengatakan sesuatu. "Jika kau sudah merasa baikan, pulanglah sendiri. Leo sedang tak bisa mengantarmu," kata Noah dengan tatapan dinginnya.
"Kemana Mas Leo?"
"Dia ada urusan," balas Noah, membuat Caise terdiam. "Oh, aku ingin tanya sesuatu, apa kau punya keluarga?" Noah bertanya.
Seketika, Caise terdiam. Lalu menjawab lirih, "Aku punya dua orang tua, tapi mereka sudah tiada ketika aku masih kecil."
"Lalu, siapa yang merawatmu?"
"Aku diasuh oleh kakak angkatku," balas Caise.
Noah kembali terdiam, lalu berbalik. "Aku akan pergi." Noah mulai berjalan pergi.
"Tu... Tunggu, Mas Noah... Apa... Mas Leo... Benar-benar berkuliah?" tanya Caise, tapi Noah hanya berhenti, tak memalingkan wajah. Ia terdiam dan cuek berjalan pergi. Caise hanya bisa diam dan melihat ke bawah.
"(Aku... Sangat penasaran.)"
Sebelumnya, Leo menghela napas panjang meskipun masih ada banyak kepingan marah yang harus dikeluarkan.
Lalu menatap jam dinding. "Hei... Jemput Caise, antar dia ke rumah... Aku harus melakukan sesuatu," kata Leo sambil berjalan pergi.
Siapa sangka, padahal Leo meminta Noah menjemput Caise, tapi dia malah meminta Caise untuk pulang sendiri.
Kemudian, tampak Leo memberhentikan mobilnya di sebuah pabrik tua. Di sana sama sekali tak ada apa-apa kecuali kekosongan. Rupanya urusan yang dia maksud adalah pergi ke sana.
"(Apa mereka menjadi pengecut?)" dia melihat sekeliling dengan wajah bingung.
Tapi tiba-tiba saja, ada banyak sekali preman datang mengepungnya dengan cepat. Mereka melingkarinya, membuat Leo berada di tengah-tengah mereka.
"Hei, kau pikir kami apa? Setelah kau menghabisi banyak sekali teman kami yang tumbang di rumah sakit, Tuan Geun meminta kita untuk membunuhmu. Jangan harap geng Viper seperti kami hanya sedikit..." kata salah satu dari mereka dengan wajah berani.
"Tapi, kita patut menghargainya karena dia telah datang ke mari," tambah rekannya.
"Benar, ayo serang sama-sama..." Salah satu langsung menyerang dengan parang.
Leo langsung melirik ke arahnya. Dia mengeluarkan sesuatu dari sakunya, lalu memakainya di jarinya. Rupanya itu adalah knuckle cakar harimau yang tajam.
Dia menggunakan itu di tangan kanannya, menghindari parang orang itu dan menarik kerahnya dengan tangan kirinya, lalu memukul wajah orang itu dengan tangan kanannya yang sudah mengenakan knuckle.
"Uakkk..." Orang itu langsung tumbang, membuat semuanya terkejut.
"Ayo, kenapa diam saja? Kalian bilang serang aku sama-sama," Leo menatap sombong. Seketika mereka mengangkat senjata dan langsung berlari menyerangnya. Leo hanya tersenyum kecil.
Tak lama kemudian, Leo berjalan keluar dari gudang dengan lelah untuk pulang. Ia menghela napas panjang dan melepas knucklenya yang sudah penuh dengan darah. Dia tidak membawanya pulang, melainkan membuangnya di sana.
"(Begitu payah, lakukan saja sesukamu. Kau juga akan kalah. Preman cecunguk seperti itu memangnya bisa melawanku?)" pikir Leo.
Lalu ia berhenti berjalan dan berpikir sesuatu. "(Aku kangen Caise... Apa aku harus menghubunginya? Tapi setelah aku tahu dia adik dari Oliver... Aku merasakan ragu.)" Dia memasang wajah bimbang, tapi tetap ingin menghubungi Caise.
Leo mengeluarkan ponselnya, tapi ia terkejut karena ponselnya mati dengan layarnya yang pecah, mungkin karena pertarungan tadi.
"(Sialan,)" ia menjadi kesal, tapi kemudian menoleh ke sebuah hotel di sana. "(Untuk satu malam saja,)" ia berpikir, lalu berjalan masuk ke hotel.
Setelah mendapatkan kamar, ia melepas baju atasnya. Terlihat sebuah tato Yakuza di punggungnya, begitu mengerikan, dan banyak luka di tubuhnya. Seketika, Leo langsung menjatuhkan dirinya. "Haiz... Ini melelahkan."
Ia menatap langit-langit, dan seketika teringat pada Caise. "(Aku ingin... Menyentuhnya... Kenapa setelah begitu lama aku menyelesaikan konflik dan kesalahpahaman, sekarang malah berubah bahwa dia adalah adik dari orang yang begitu menjengkelkan... Aku harus apa?)" dia tampak khawatir sambil menatap langit-langit kamar hotelnya, lalu menutup matanya untuk tidur.
Sementara itu, Noah meletakkan dokumen milik Oliver di mejanya dan duduk di kursi. "Aku belum tahu, kenapa ada ikatan keluarga antara mereka... Tunggu, wajah mereka berbeda... Tidak mungkin Caise punya kakak, bukan? Dia bilang padaku kemarin bahwa dia tidak punya kakak, namun, dia bilang kakak angkat yang merawatnya. Bisa jadi, Oliver hanyalah kakak angkat dari gadis ini. Tapi, bagaimana bisa dia jadi kakak angkatnya Caise?" Noah berpikir serius. Sepertinya dia memang penasaran dengan hal ini.
Lalu dia memilih untuk menghubungi Leo, tapi Leo tak mengangkatnya. Tentu saja, ponsel Leo rusak dan dia sedang tidur pulas di hotel.
"Kemana dia?" Noah bingung.
Dia memilih menghubungi Caise.
Sementara itu, Caise ada di ranjang, menatap buku. Duduk selonjoran sambil membaca dengan serius.
Tapi ponselnya berbunyi. Dia lalu berdiri dan mengangkat ponsel itu yang rupanya dari Noah.
"Halo?"
"Caise, apa Leo ada di tempatmu?" tanya Noah.
Caise terdiam sebentar. "Um, tidak," dia membalas.
"(Aneh... Apa dia sedang bertarung? Sudahlah...)" pikir Noah. "Baiklah, kalau begitu..." kata Noah, yang langsung mengakhiri panggilan, membuat Caise kembali bingung.
Kemudian, dia memilih untuk tidur saja. Tapi belum lama terlelap, sebuah mimpi muncul begitu saja. Yakni darah dan hal lainnya membuatnya terkejut dan terbangun. "(Apa... Apa yang terjadi?)" Dia ketakutan, lalu memilih bersembunyi di selimut.
Esoknya, dia terdiam memasak di dapur sendirian dengan wajah kosong dan tanpa tidur. Setelah memasukkan bahan ke panci sup, ia kembali mengiris bahan lain dengan pisau. Tapi wajahnya tampak dipenuhi pemikiran.
"(Mimpi seperti itu... Datang lagi. Apa yang harus kulakukan? Dan itu adalah Mas Leo... Tapi kenapa sangat aneh... Mas Leo... Membunuh. Saat aku diculik oleh orang itu, memangnya apa yang dilakukan Mas Leo? Dia hanya menjemputku, kan? Tak ada masalah apa-apa lagi, kan? Haiz... Ini benar-benar membingungkan.)" Caise menghela napas panjang. Dia belum tahu soal Leo yang sebenarnya.
Tiba-tiba, ia berteriak karena jarinya terkena pisau. "Ah..." Caise terkejut, menjatuhkan pisau, dan seketika pisaunya menggores kakinya.
"Ah..." Ia berteriak kesakitan.
Sebelumnya, Leo berjalan naik ke tangga apartemen dan akan mengetuk pintu apartemen Caise, tapi ia mendengar teriakan Caise dari dalam, membuatnya terkejut. "Caise... Ada apa!!!?" Leo langsung mendobrak pintu tanpa basa-basi dan melihat Caise yang berlutut, memegang kakinya yang berdarah.
"Caise!!!" Leo mendekat dengan panik.
"Ada apa sebenarnya?!" dia langsung mengambil kain dan mengikatnya pada kaki Caise.
"Aku akan membawamu ke rumah sakit," Leo bersiap mengangkatnya, tapi Caise menahan Leo dengan mendorongnya, membuat Leo terdiam bingung.
"Mas Leo... Ini hanya kecelakaan kecil, aku akan baik baik saja, lagipula kenapa kau ada di sini?" tanya Caise sambil membuang wajahnya, dia seperti tak mau menatap Leo.
"…Aku... Kemari untuk menghampirimu. Biarkan aku mengobatinya," kata Leo. Ia mengambil kotak P3K dan mengobati luka di kaki Caise.
"Ah... Pelan-pelan," Caise meringis kesakitan.
"Maaf, aku tak pandai dalam hal ini," balas Leo sambil membalut luka Caise.
Dia membalut dengan baik, meskipun agak berantakan.
"(Ini saatnya aku penasaran, aku ingin bertanya sesuatu padanya, aku harus...) Mas Leo... Apa benar, kau hanya mengambil jurusan hukum saja di kampus? (Untuk mengetahui Mas Leo berkampus atau tidak aku harus menanyainya soal kampus, meskipun aku sudah tahu tapi aku harus memastikan)" Caise menatapnya dengan tajam.