Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 7 - Chapter 7 Try To Closer

Chapter 7 - Chapter 7 Try To Closer

Caise masih terdiam. Dia baru saja teringat soal perkataan Noah.

Sesampainya di kampus Leo, "Lihat, kampusku ada di seberang," Leo menunjuk sebuah kampus dengan gedung-gedung tinggi dan sangat luas, yang tak lain adalah kampus internasional dengan akreditasi paling tinggi.

Caise terkejut melihatnya. Dia benar-benar terkaku. "I... Itu bukannya... (Ini adalah kampus fakultas hukum tertinggi dan internasional...?!! Apakah ini benar?) Mas Leo, apa kau bercanda? Ini... Tidak mungkin," Caise menatap tak percaya.

"Haha... Kenapa, Caise? Kau tidak percaya aku ada di sini?"

"Apa itu dari orang tuamu? Ayahmu direktur, ibumu orang hukum?" Caise menatap, hal itu membuat Leo terdiam.

"E... Maafkan aku. Aku hanya berpikir ini sama seperti cerita tentang laki-laki yang orang tuanya kaya," Caise menutup mulutnya.

Leo masih terdiam, dan itu membuat Caise tambah gemetar. "(Astaga... Apa yang baru saja aku katakan... Aku benar-benar takut dia marah padaku.)"

"Hahaha," tapi Leo malah tertawa, membuat Caise terdiam bingung.

"Sebenarnya, orang tuaku hanyalah orang biasa yang tinggal di kediaman. Tapi sekarang, mereka sudah tidak ada. Aku bisa mencapai keinginan setiap orang karena usahaku sendiri... Kekayaanku adalah milikku. Tujuan hidupku sudah tertuju dari awal, dan aku masuk ke fakultas hukum karena keinginan seseorang yang sudah tidak ada," kata Leo.

Hal itu membuat Caise terdiam. "(Kenapa aku merasa bersalah...)" dia mengencangkan genggaman tangannya pada Leo, membuat Leo terdiam merasakannya.

Kemudian Leo menghadap Caise dan membuat Caise menengadah menatapnya. Di saat itu juga, tangan Leo menyentuh pipi Caise dengan lembut. "Ini baik-baik saja... Aku yakin, Caise juga akan masuk ke kampus terbaik. Kau ingin menjadi dokter, bukan? Aku kenal kampus terbaik di sini yang berfokus pada jurusan itu... Jangan khawatir, kau pasti bisa," kata Leo, dengan tulus menyemangati Caise, dan itu membuat Caise terharu.

"(Kenapa... Kenapa ini benar-benar nyaman... Padahal itu bukan maksudku diam... Tapi apa yang dia katakan benar-benar membuatku nyaman. Aku tak pernah mendapatkan hal itu. Aku selalu melakukan semuanya sendirian karena aku memang suka tenggelam dalam hal yang disebut sendiri... Aku memanfaatkan waktuku untuk merawat banyak kucing dan juga mempelajari ilmu yang seharusnya aku dapatkan... Dan sekarang, ini pertama kalinya bagiku, bisa diajak seorang lelaki seperti dia jalan-jalan, dan dia mengatakan sesuatu yang membuatku nyaman. Aku tahu... Aku telah dibuat nyaman olehnya.)" Caise tersenyum manis, membuat Leo puas melihat senyumannya.

"Baiklah, bisa kita lanjutkan jalan-jalan?" Leo menatap, dan Caise mengangguk. Mereka berdua menghabiskan sore itu bersama.

Di jalan, Leo melihat penjual es krim. "Oh, bisa kau tunggu di sini? Aku akan membelikanmu es krim," kata Leo.

"Ah, ini baik-baik saja... Aku benar-benar tidak enakan."

"Tidak apa-apa... Kau ingin rasa apa?" tanya Leo.

"Um, mungkin vanila," balas Caise.

"Baiklah, tunggu di sini," Leo membelai kepala Caise, lalu berjalan pergi.

Caise tersenyum sendiri sambil memeluk buket itu. "(Aku benar-benar sangat senang hari ini, dia terus saja memberikan perhatian, dan nada suaranya benar-benar lembut... Hehe,)" ia tersenyum kecil sendiri.

Tapi tiba-tiba ada dua orang yang datang, penampilan mereka seperti berandalan.

"He, gadis..." Mereka memanggil, membuat Caise menengadah, dan seketika wajahnya pucat gemetar melihat mereka.

"Kau yang jalan sama Leo, bukan? Tak kusangka dia berjalan-jalan bersama gadis yang manis dan masih kecil, hahaha..."

"A... Apa yang kalian katakan?" Caise agak kesal.

Tiba-tiba saja salah satu dari mereka menarik kerah Caise, membuat Caise terkejut. "Heh, dengar ini, Leo sudah sangat banyak menantang kami. Dia menghabisi banyak orang seperti kami, dan kami harus membalas dendam melalui perantara sepertimu," kata mereka.

Seketika Caise yang mendengar itu menjadi terdiam kaku. "(A... Apa yang mereka katakan... Kenapa ini benar-benar membingungkan...)" Caise gemetar.

Tapi mendadak, dia merasakan sesuatu memeluk perutnya. Satu tangan besar menahan perutnya dari belakang dan menariknya, membuat dua orang itu terdiam kaku. Mereka yang menarik Caise tadi melepaskannya perlahan dengan wajah kaku.

"Kami akan pergi... Kami akan pergi!!" Mereka gemetar ketakutan, membuat Caise terdiam dan menoleh ke belakang. Saat itu juga, para berandalan tersebut pergi terbirit-birit seakan ketakutan pada sesuatu yang ternyata adalah Leo, yang berdiri di belakang Caise.

"Ma... Mas Leo...?" Caise menatapnya.

Leo memasang wajah yang sangat dingin, lalu tersenyum kecil ketika menatap Caise. "Maaf menunggu lama," katanya sambil memberikan es krimnya.

"Te... Terima kasih... Anu, Mas Leo... Mereka tadi-

"Kau baik-baik saja, bukan?" Leo menyela, langsung memegang pipi Caise.

"Aku... Aku baik-baik saja.... (Sebaiknya aku tidak perlu bertanya soal yang tadi.) Ngomong-ngomong... Kenapa Mas Leo tidak membeli es krim untuk diri sendiri?" tanya Caise.

"Ah, aku baik-baik saja. Baiklah, hari hampir mulai malam. Bagaimana kalau aku antar pulang? Jalan ini dekat apartemenmu, bukan? Kita berjalan saja, sudah sampai," kata Leo.

"Ya..." Caise berjalan mengikutinya. Namun, meskipun begitu, Caise tetap memikirkan soal yang tadi.

"(Kenapa ini benar-benar aneh... Tadi ada yang bilang Mas Leo suka berurusan dengan orang seperti mereka... Apa jangan-jangan penampilan Mas Leo memang tidak berbohong dari awal... Dia berpenampilan sangat menyeramkan... Tapi kenapa sifatnya... Tunggu, apa ini yang dimaksudkan Mas Noah? Atau yang di maksud minpi ku, aku tak bisa memeprcayai keduanya karena sikap Mas Leo yang ada di hadapan ku sangat baik, berbeda dengan apa yang kedua belah pihak gambarkan padaku, tapi apakah aku harus mempercayai Mas Noah? Bahkan mimpi ku?)" Caise mulai sadar perlahan.

Hingga mereka pulang pada malam hari, Leo mengantarkan Caise sampai di apartemennya.

"Itu tadi menyenangkan, bukan, Caise?" kata Leo, yang mengikuti Caise di apartemen. Namun Caise hanya terdiam dan berhenti berjalan di depan pintunya.

"Caise... Apa ada sesuatu?" tanya Leo bingung.

Lalu Caise menoleh pada Leo yang terdiam bingung.

"Mas Leo..." Caise memegang baju bagian bawah Leo sambil mendekat, menundukkan wajah malunya. "Aku... aku, aku menyukaimu," kata Caise dengan wajah merah dan penuh rasa malu.

Seketika, Leo terkejut. Wajahnya benar-benar tak bisa digambarkan, seolah dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Ji... Jika kau tidak suka aku... Ah—??!! Caise terkejut karena Leo tiba-tiba menggendongnya di dada.

"Aku senang, Caise," kata Leo sambil mengangkat-angkat Caise. Bahkan, Caise sampai seperti terbang karena dilempar-lempar ke atas.

"Ah... Woah... Mas Leo!" Caise panik. Ini pertama kalinya dia dipermainkan seperti bola oleh Leo.

"(Dan begitulah aku benar-benar menerima cinta Mas Leo... Tapi aku masih belum yakin soal hubungan ini karena ini pertama kalinya untukku, berjalan bersama lelaki yang baru saja kukenal. Mas Leo dipandang semua orang sangat baik. Dia memiliki tubuh idaman semua orang dan rambut undercut yang cocok sekali untuknya, tapi aku masih belum tahu bahwa dia bisa berganti-ganti gaya rambut hanya dengan memakai krim saja.)"

"Caise... Apa ini benar-benar artinya kau mau menjadi pacarku?" tanya Leo, masih menggendong Caise.

"Um... Pertama-tama, bisa turunkan aku?" tanya Caise dengan wajah sangat merah.

"Kenapa... Lebih baik begini, bukan?" Leo menatapnya dengan senang.

Namun siapa sangka, ponsel Leo berbunyi, membuatnya terdiam. Dia mengambil ponselnya dengan satu tangan, dan Caise terkejut ketika dia tetap digendong hanya dengan satu tangan oleh Leo.

Leo melihat bahwa panggilan tersebut berasal dari Noah. Raut wajahnya agak kesal.

"Mas Leo... Um... Jika Mas Leo sibuk, ini tidak apa-apa... Mungkin kita bisa bertemu lagi besok," tatap Caise.

"Ha... Baiklah. Kalau begitu, bisa kita bertukar nomor? Kita belum melakukannya sejak kemarin," kata Leo.

"Ah, baik... (Benar juga, dari kemarin belum bertukar nomor....)"

Setelah itu, Leo melambai dan berjalan pergi. Caise terdiam menatap Leo yang pergi. Ia lalu menghela napas panjang dengan wajah yang masih merah. "(Astaga... Ini benar-benar sangat menegangkan, aku benar-benar tak percaya aku menerimanya.. Dia benar-benar membuatku sangat nyaman, tapi pria itu... sangat misterius... dengan sifatnya,)" pikir Caise sambil tersenyum senang sendiri.

Hari selanjutnya di SMA, tepatnya di kelas pembelajaran, Caise terdiam tak memperhatikan guru yang mengajar. Dia hanya melamun sambil mencoret-coret kertas di bukunya.

Ia masih memikirkan hal yang baru saja ia ucapkan kemarin. "(Haiz... Kenapa aku merasa sangat canggung dan malu... Tentu saja dia Mas Leo... Umurnya sangat jauh berbeda denganku. Bagaimana bisa gadis seasing aku ini disukai olehnya yang ganteng... Yang paling membuatku heran, dia dipandang semua orang, entah itu sebagai model, mantan militer, bahkan ada yang bilang dia preman... Aku juga tidak tahu pasti pekerjaan Mas Leo... yang pasti, dia benar-benar bersekolah di Fakultas Hukum Internasional itu... Aku bahkan tak percaya sama sekali, kenapa takdir mimpi itu tidak mengatakan bagian itu ya...?)" dia terdiam.

Tak lama kemudian, ada yang memanggilnya pelan. "Psst... Caise..."

Caise menoleh ke belakang. Dia adalah Naya. "Psst... Temui aku di kantin nanti, aku ingin bicara sesuatu," kata Naya dengan suara kecil. Meskipun agak bingung, Caise tetap mengangguk pelan.

Di kantin, Caise menunggu di meja kantin sambil meminum susu kotak putihnya. Lalu temannya tadi, Naya, datang dan duduk di depannya.

"Maaf menunggu lama, ini gantinya," kata Naya sambil duduk di hadapan Caise, memberikan susu kotak putih yang sama.

"Huh, tapi aku baru saja beli juga," kata Caise sambil menunjukkan susu yang ia minum tadi.

"Tak apa, minum lagi... Ini baik untuk dadamu agar tumbuh lebih besar hehe, lagipula aku tahu kau suka susu putih," kata Naya.

Mendengar kalimat pertama Naya tadi, tentu membuat Caise terkejut. "A... Apa maksudmu?! Ukuran dadaku itu normal."

"Tidak tuh, justru lebih gede..." jawab Naya.

"Hiz... Naya," Caise menatap kesal.

"Haha, maaf, tapi beneran kan aku tadi tidak membuatmu menunggu lama?" Naya menatapnya.

"Tidak apa-apa. Ada sesuatu yang ingin dibicarakan?" tanya Caise.

"Yup, aku ingin bertanya sesuatu, apa ini baik-baik saja?"

"Tergantung dengan pertanyaanmu, awas saja kalau pertanyaan yang aneh," balas Caise.

"Baiklah, tapi pastinya ini aneh... Ehem, Caise, apa kau punya pacar?" tanya Naya.

Seketika, Caise benar-benar terkejut tidak karuan mendengar itu, sampai memuntahkan minumannya. "Apa... Apa yang kau bicarakan?! Pertanyaan macam apa itu?!"

"Hehe, soalnya satu sekolah sudah heboh denganmu... Soal pacar tampanmu itu, sayang sekali aku belum pernah melihat pacarmu," kata Naya.

"Ha... Ba... Bagaimana kau bisa tahu?!" Caise gemetar tak karuan.