Leo berjalan dan masuk ke dalam mobil. Ia berpikir dengan wajah serius. Dia memikirkan perkataan Caise yang takut dirinya kecewa padanya.
"(Kenapa kau bisa-bisanya mengatakan itu padaku? Bukankah itu sama saja kau tidak yakin padaku?)" Leo meremas kemudi dengan kencang, lalu meletakkan kepalanya di kemudi sambil menghela napas panjang. Tapi tiba-tiba, di jalanan yang gelap itu, ada sesuatu yang menghadang jalan yang sepi. Ia berhenti dan melihat bahwa ada dua orang membawa senjata. Sepertinya orang-orang itu begitu berbahaya dan terlalu berani.
Mereka berdua berjalan mendekat ke pintu, dan Leo membuka kaca mobilnya.
"Hoi... Kami begal... Cepat berikan apa yang kau punya," kata mereka sambil menodongkan senjatanya.
Leo terdiam, lalu membuka pintu dan berjalan keluar.
"Hei, orang ini... Kenapa dia keluar? Mau mati? Cepat serang bersamaan!" Mereka maju bersamaan.
Leo hanya menangkap kedua senjata mereka dan menariknya, membuat mereka tertarik bersama, dan Leo bisa memukul serta menendang mereka sekaligus.
"Uhk... Sial!" Mereka terjatuh begitu saja.
"Hanya untuk membuang-buang waktu. Kalian benar-benar tahu caranya melukai diri sendiri," tatap Leo dengan dingin sambil menyalakan rokok di depan mereka.
"Sialan... Memangnya siapa kau? Kau tidak tahu kami dari mana... Kami dari geng Viper... Macam-macam kau dengan kelompok kami!" teriak salah satu dari mereka. Tiba-tiba, Leo menarik kerah pria itu dan mendekat.
"Mana... Berikan padaku jika berani... Cepat... Jangan asal bicara saja, buktikan kalau kelompokmu kuat," tatap Leo dengan tatapan yang terasa membunuh, membuat pria itu gemetar mendengarnya. Lalu, Leo melepasnya.
"Katakan ini pada atasan kalian, aku sedang butuh pertarungan. Cari aku dan lawan aku sekaligus, aku tak takut sama sekali," kata Leo dengan nada merendahkan, lalu ia membuang rokoknya dan masuk ke mobil, meninggalkan mereka.
"Glup... Siapa orang itu?"
"Entahlah, tapi kita harus memberitahu bos soal ini. Dia benar-benar macam-macam dengan kita," mereka berdua menerima tantangan Leo.
Sesampainya di rumah, Leo membuka pintu dan masuk ke ruangan bernuansa kantor pribadi. Sepertinya dia bekerja dengan sesuatu yang berhubungan dengan dokumen.
Ia melihat di atas meja ada dokumen milik Direktur Walwes.
"Kenapa ada di sini? Bukankah aku sudah memberikannya tadi?" Leo menjadi bingung. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi, dan itu dari Direktur Walwes.
Ia lalu mengangkatnya.
"Halo, Leo... Kau masih di rumah?" Suaranya seperti suara wanita, itu berarti Direktur Walwes adalah seorang Nona Walwes.
"Ada apa?"
"Aku ingin bertemu denganmu, di bar-mu seperti biasanya."
"Kau ingin apa lagi? Ingin aku mengambil uang orang-orang yang telah berhutang?"
"Hahaha, Tuan Leo ini... Kalau soal hutang pasti langsung diurus, membuat korban membayar hutang dengan cepat, apalagi bunga yang tidak akan pernah berhenti... Pekerjaanmu mungkin hanyalah mencekik orang untuk membayar hutang mereka padamu, tapi kau juga terlalu kasar untuk membunuh."
"... Aku melakukan itu karena sesuatu yang tidak bisa disebut kesabaran. Jadi, jika Direktur Walwes ini membuat kesabaranku habis, kau tahu apa yang akan terjadi," kata Leo membuat Nona Walwes terdiam.
"Ha... Baiklah. Aku ingin membahas soal penjualan berlian itu," kata Direktur Walwes.
"Kau ingin apa soal perdagangan itu? Kau tahu kan aku sudah membeli banyak untukmu. Jika aku melakukannya lagi, ini terlalu ilegal."
"Hahaha... Memangnya kerja sama yang dilakukan Tuan Leo ini legal? Tentunya tidak. Mulai dari uang kotor, uang darah, sampai uang kecil pun kau memilikinya. Dan hanya tinggal menyalurkannya pada orang seperti aku untuk digandakan. Ujung-ujungnya hanya sebuah keilegalan."
"Apa kau tahu, kau sudah bicara omong kosong terlalu banyak?"
"Baiklah. Soal berlian ilegal itu, ini bukan kau yang membelinya, tapi aku. Tinggal kau ambil saja, kan?" kata Direktur. Lalu, Leo terdiam serius dan menutup ponselnya.
"Sialan mana yang berani mengatakan hal itu. Dia benar-benar harus membuatku ke pelabuhan hanya untuk mengambil hal itu..." Leo menjadi kesal. Dia meremas ponselnya, dan saat itu juga, ponselnya retak dan hancur di genggamannya.
Sebenarnya, apa yang mereka berdua bicarakan?
Setelah perbincangan itu, Leo membuang ponselnya ke tempat sampah.
Lalu, di saat itu juga Noah datang membuka pintu dan melihat Leo. "Hei, Leo... Direktur Mandara ingin menemui mu di barmu sekarang," kata Noah.
Leo terdiam, menatap tajam, lalu menghela napas panjang. "Baiklah. Hei, belikan aku ponsel nanti..." Ia menatap Noah.
"Apa?! Kau merusak ponselmu lagi?"
"Ck... Aku hanya kesal karena Direktur Walwes kembali memintaku mengambil barang."
"Oh, soal berlian itu..."
"Kau tahu soal itu?" Leo menatap.
"Dokumen di atas mejamu itu milik Direktur Walwes. Isinya mengenai pengambilan berlian ilegal," kata Noah.
Leo menoleh ke dokumen tadi, langsung mengambilnya dan membacanya.
"Di sana tertulis bahwa Direktur Walwes adalah seorang wanita yang bisa menghamburkan uangnya hanya untuk modal mengambil berlian tambang. Berlian itu tidak palsu atau dicampuri komponen lain, tapi berlian itu sungguh sangat asli. Dibilang ilegal karena dari tambangnya sendiri... Salah satu pekerja tambang berlian negara itu telah bekerja sama dengan Direktur Walwes. Dia mengambil diam-diam ketika Direktur Walwes memintanya mengirim berlian lagi. Dengan begitu, jual beli ilegal pun dimulai. Itu karena berlian itu jenis berlian yang dilindungi," kata Noah, bahkan hafal yang tertulis di dokumen yang dipegang Leo.
"Halah, aku tak peduli mau apa, yang penting aku hanya menurutinya mengambil itu dan membuat kasus ini legal."
"Kau hanya dimanfaatkan oleh direktur tinggi hanya karena kau bisa mengubah ilegal menjadi legal hanya dengan satu dokumen..."
"Terserah, ini semua tetaplah sebuah pekerjaan. Jangan lupa teliti lagi kenapa Direktur Mandara juga memanggilku."
"Dia juga sama seperti Direktur Walwes. Dia ingin kau mengambil barang yang lebih ilegal lagi di tempat yang sama seperti berlian Direktur Walwes."
---
Setelah itu, Leo berjalan pergi ke barnya untuk menemui Direktur Mandara.
"Tuan Leo..." Ada wanita malam itu menyambutnya dengan suara rayuannya.
"Di mana Direktur Mandara?" tatap Leo dengan serius.
"Dia menunggu di ruangan pribadimu, maukah kami menemanimu?"
"Tetap saja di sini, aku sedang sibuk," balas Leo, lalu dia berjalan masuk ke ruangannya.
Tapi ia terdiam, berhenti di depan pintu karena melihat dua wanita malam itu duduk di samping Direktur Mandara. Jika dilihat, Direktur Mandara seperti pria muda lainnya. Dia berumur 26 tahun dan saat ini dikenal sebagai direktur yang paling berpengaruh di kota, tentunya beserta direktur lainnya.
"Leo... Kemarilah," dia menatap, tangannya terus merangkul kedua wanita yang ada di samping kanan maupun kirinya.
"Bisakah kita mulai langsung? Aku tidak ada waktu untuk ini," Leo mendekat dengan serius.
"Heh, kenapa? Kau biasanya membawa wanita ke dalam sini, apa ada sesuatu... Minumlah bersamaku, kita mabuk."
"Aku bilang langsung saja!!" Leo menyela sambil membanting kakinya ke meja, membuat mereka bertiga yang ada di sana terkejut dan ketakutan.
"Kami pergi dulu," dua wanita itu berjalan keluar ruangan.
"Ehem... (Kenapa sifatnya tak berubah sekali.) Apa Direktur Walwes sudah bicara sesuatu padamu?" tatap Tuan Mandara.
"Yeah, dia bicara soal berlian yang dia beli, dan aku harus mengambilnya. Apa hubunganmu dengan itu?"
"Aku juga masuk dalam hal ini, karena berhubung Leo yang mengambilnya dari tempat pengirimnya langsung, maka kami akan tenang... Tak hanya Nona Walwes, tetapi aku yang akan memiliki berlian itu," kata Tuan Mandara.
"Kau tidak bercanda, kan? Direktur Walwes sendiri bilang bahwa hanya dia yang memiliki berlian itu. Jangan menambah bingung. Direktur Mandara ini adalah bandar dari segala obat," Leo menatap tajam.
"Ah, itu benar sekali... Siapa yang memberitahumu... Apakah asistenmu itu? Hahaha... Dengar, Leo... Kami juga akan membayarmu dengan seimbang, bukan? Jadi lakukan saja ini... Kami meminta karena kau pandai menjaga hal yang sangat ilegal menjadi legal," kata Direktur Mandara.
"(Ini sialan...) Katakan saja tempatnya agar aku bisa langsung mengambilnya dan ini semua cepat selesai."
"Baiklah, tepatnya di pelabuhan dermaga bagian timur Serbia akan ada kapal berisi banyak kargo, dan di salah satu kargo itu ada kotak narkoba jenis pil tingkat tinggi. Apa kau bisa mengambilnya untukku dan mengambil berlian ilegal itu untuk Direktur Walwes?"
"Bagaimana aku mengambilnya? Penjagaan di sana ketat, dan yang pasti kau harus membayar uang suap untuk penjagaan di sana."
"Bayarlah untukku. Kita akan bagi rata. Kau mau pil-pil itu, bukan?" tatap Direktur. Lalu Leo tersenyum kecil.
"Aku benar-benar tidak tahan untuk mengambilnya, tapi aku sama sekali tidak ingin," kata Leo.
Seketika gelas yang ada di tangan Direktur Mandara pecah karena teremas dirinya sendiri. "Leo... Apa yang baru saja kau bilang... Kau tidak mau benda berharga itu... Itu enak."
"Persetan dengan itu. Aku tidak akan pernah memakannya."
"Tapi kenapa? Bukankah kau dulu sering membelinya dan menjualnya kembali? Kau pengedar."
Leo terdiam. Dia mengepal tangan, masih berdiri di hadapan Direktur Mandara dari tadi. "(Aku sama sekali tidak mau mengingat itu. Biarlah aku mengambil barangnya, tapi aku tidak akan menggunakannya mulai sekarang.) Sekarang sudah tidak lagi, aku benar-benar tidak mau."
"Kenapa? Apa geng itu... sudah melarangmu?"
"Ini tak ada hubungannya sama sekali."
". . . Wanita?"
"Aku tidak mau dia termakan nafsuku. Pil itu akan membuat nafsuku tak terkendali."
"Hah... Jadi benar karena wanita... Apa salah satu dari mereka kawan? Tak apa kan jika melakukannya dengan kupu-kupu itu?"
"Pikirlah dulu, dia bukanlah wanita malam... Dia hanya gadis biasa," kata Leo. Sepertinya dia membicarakan Caise.
"(Astaga... Apa yang merasuki bocah setan ini?)" Direktur Mandara menjadi terkejut sekali lagi. Ia bahkan tak percaya apa yang dikatakan Leo. Yang dia tahu, Leo adalah seorang yang buruk, iblis di mata semua orang.
"(Ini tidak benar... Gadis itu pasti sudah mempengaruhinya. Bagaimana mungkin seleranya hanya seorang gadis... Bukankah dia lebih suka wanita dan bermain dengan mereka?!)" Direktur Mandara meremas tangannya.
"(Aku tidak mau menggigit Caise dengan tanpa sadar lagi, dan aku tak mau mengatakan hal yang aneh kepada Caise. Aku tidak mau melakukan ini lagi... Ini benar-benar sudah merusak kesadaranku,)" Leo terdiam memikirkan Caise, tapi sepertinya Direktur Mandara merencanakan sesuatu.
"(Aku akan menyingkirkan gadis itu. Pertama-tama akan kucari siapa gadis itu... Jika dia gadis yang baik, tentunya dia akan mempengaruhi sikap Leo... Bukan menetapnya menjadi iblis kriminal, tapi malah menjadikannya dewa baik.)"