Chereads / Tiger Meet Cat / Chapter 8 - Chapter 8 Teenager

Chapter 8 - Chapter 8 Teenager

"Ha.... Ba... Bagaimana kau bisa tahu?!" Caise masih dengan wajah tak percaya nya.

"Bagaimana aku tidak tahu, sudah jelas selama ini aku tidak pernah melihatmu jalan dengan lelaki lain, aku mendengar nya kemarin dari banyak orang yang melihat, gosip bilang dia memberimu buket bunga yang indah, benar benar manis, apa dia pilihan keluargamu, mereka menjodohkan mu dengan nya kah?"

"Apa?? Tidak, mereka tidak tahu soal ini. . . Lagi pula, peduli apa mereka?" Caise mengatakan nya dengan kesal layaknya dia kesal pada sebuah keluarga nya.

"Oh ayolah Caise, kalau begitu... Apakah dia menembak mu? Atau kau merayunya? Seorang Caise, merayu? Oh hahaha..."

"Hei, hentikan lah... Sebenarnya kau benar juga soal dia kekasihku, tapi... Apa yang harus kulakukan, apa ini akan buruk?" tanya Caise dengan cemas.

"Apa maksudmu buruk?"

"Um, maksudku... Aku tidak punya pengalaman untuk menjalin hubungan, apalagi aku langsung menerima pria sepertinya..."

"Huh? Pria?" Naya bingung.

Seketika Caise menutup mulutnya. "Mak.. Maksudku... Lelaki! Lelaki, iya lelaki, dia seorang lelaki..." tatap Caise dengan panik.

Tapi Naya memasang wajah curiga sambil bergumam melirik. "Sus....."

Seketika Caise tambah panik, tapi ia menghela napas panjang. "Aku malah memikirkan resiko hubungan... Ini mungkin akan buruk kan? Aku takut dia tidak akan menyukai ku lagi dan malah meninggalkan ku..." rupanya Caise juga masih khawatir soal perasaan Leo. Dia menganggap perasaan Leo hanyalah main main, tapi memang belum di ketahui apakah Leo menyukai Caise dengan alasan apa?

"Entahlah Caise, hanya lelaki mu itu yang bisa mengatasinya, btw dia ganteng menurutku, tinggi juga," kata Naya.

"Kenapa kau tahu dia ganteng dan tinggi?"

"Hahhaa, laki laki berkharisma seperti itu sudah patut dikatakan begitu... Lagipula aku juga mendengar dari mereka yang melihat mu kemarin, lain kali boleh lah kenalin aku sama dia Caise~"

". . . Tapi... Apa kau berpikir dia benar benar terlihat seperti seorang pacar bagiku? (Untung nya saat itu Mas Leo berpenampilan rapi, jadi dia tidak akan di gosipkan sebagai Gangster...)" tatap Caise dengan wajah cemas.

". . . Te...Tentu saja, aku justru iri padamu Caise mendapatkan lelaki ganteng, tapi jelas sekali kau tidak bisa menyia nyiakan kesempatan itu."

"Tapi... Aku tidak cocok untuknya."

"Apa maksudmu?"

"Aku... Masih terlalu ragu."

"Terlalu ragu, hei... Tunggu bentar... Kau tadi bilang lelaki itu bukan dari hasil penjodohan untukmu..." Naya berpikir tiba tiba ia mendobrak meja depan nya sambil sontak berkata. "Jadi, kau beneran merayunya??"

"Apah... Tidak..." Caise menyela dengan berteriak.

Semua orang melihat mereka dengan bingung.

"Tidak..?!... Itu berarti lelaki itu yang... Menembak mu?" Naya menatap.

"I... Iya..." Caise mengangguk dengan malu malu.

"Waw Caise, aku salut padamu... Apa karena dia terlihat tertarik dengan tubuhmu karena ini musim panas, seragam kita pendek jadi kulit kita juga terlihat, kulit mu tak ada duanya... Kulit putih bersih, kinclong dan sangat suci, rambut yang terawat dan wangi panjang... Dan juga wajah yang begitu manis, itulah Caise... Juga tak lupa, dada yang besar...."

"Naya, memangnya hubungan nya apa, ini sudah menjadi biasa bukan?" Caise menutupi dadanya dengan tangan nya karena Naya terus menyinggung dada caise yang lebih besar darinya.

"Hm benar juga... Atau karena kita yang murid baru?"

"Kita sudah dua tahun di sini, kenapa kau masih menganggap kita murid baru? Bahkan kita hampir lulus...."

"Yah habisnya aku masih menganggap kita masih SMP... Wajarlah kan anak SMP masuk SMA tetap menjadi junior bagi senior, dan lagi... Pacarmu itu sepertinya terlalu banyak perbandingan umurnya padamu. Kau bilang dia pria kan? Benar benar deh..."

"(Benar juga... Mas Leo 23 aku 17 tahun hampir 18 tahun itu benar benar sangat beda, bagaimana ini, umur kita berbeda sangat banyak... Bahkan hampir 5-6 tahun kita beda jauh... Meskipun umur Mas Leo masih muda begitu tapi kenapa dia benar benar sudah tahu cara membuat perempuan nyaman, aku jadi khawatir dia bekas wanita lain...)" Caise menjadi khawatir. Itu memang benar, tapi bukan berarti Leo menggunakan sikap yang sama pada wanita wanita itu seperti sikap yang dia berikan pada Caise.

"Tapi tenang saja... Kau bisa melakukan ini... Eh btw idola sekolah ini memulai pertandingan nya lagi di lapangan nanti, kau mau lihat?"

". . . Aku tidak tertarik melihatnya."

"Apah... Kenapa Caise... Kenapa... Kapten basketnya itu sangat tamfan... Dia adalah senior kita... Senior kelas tiga... Ya ampun, hampir sama kayak pacarmu...Tapi ya tentunya masih lebih sempurna pacarmu, tapi tetap saja dia yang terbaik di sekolah, kau tidak mau lihat cogan kayak dia," tatap Naya.

"Um... Bukankah itu akan menimbulkan konflik antara aku dan Mas Leo?"

". . . Mas Leo... Jadi namanya Leo... Bagus juga namanya apalagi kau memanggilnya begitu, tapi bener juga sih, kamu pasti tidak di bolehkan dia untuk melirik cowok lain, berharap saja tak ada lelaki yang dekat denganmu agar dia tidak cemburu, Caise," kata Naya.

Mereka mengobrol layaknya teman dekat. Dan Caise menjadi terpikirkan oleh perkataan Naya. "(Berharap Mas Leo tidak cemburu jika melihat ku dengan lelaki lain, tapi memang nya siapa yang mau dekat dengan lelaki lain, Mas Leo saja sudah sangat baik padaku.)"

Di sisi lain, Leo menjadi bersin dari tadi di kursi bar sambil menulis dokumen. Noah yang ada di depan nya menjadi bingung.

"Kau butuh obat kawan?" tawarnya.

"Tidak... Ini benar benar menjengkelkan, apa ada yang membicarakan ku??"

"Mungkin, kau punya balasan dendam banyak dari mereka yang sudah mati kau bunuh dan sekarang mungkin mengobrol di akherat tentang kau."

"Ha... Apa hubunganya??" Leo menatap kesal.

"Tak ada... Kecuali jika kau tahu bahwa orang yang balas dendam ketika sudah membicarakan mu, santet nya tidak main main."

"Kenapa kau jadi percaya begituan?"

"Saudara ku mati karena hal itu."

"Pft.... Hal seperti itu mana ada."

"Ada lah... Perjanjian dengan setan pun juga ada."

"Berhenti paranoid begitu, kau pikir melakukan hal seperti itu tidak pantas di bilang bodoh..."

"Baiklah... Terserah kau mau percaya atau tidak, aku juga tidak akan memaksa kau mempercayai hal yang seperti itu... Oh, Ngomong ngomong kau tidak mau menjemput kekasihmu itu... Ini sudah jam dia pulang," Noah menunjuk jam dinding di sana.

"Oh benar, aku harus pergi..." Leo berdiri dan meletakan dokumen itu di meja dan berjalan keluar dari ruang pribadi barnya tapi ada seorang wanita menghadangnya dengan tampilan seksinya.

"Tuan Leo," tatap nya.

"Kau mau apa?" Leo menatap dengan kejam membuat wanita itu berkeringat dingin ketakutan.

"A... Aku utusan Tuan Mandara, ingin memberitahu dia akan mengambil rapat bersamamu nanti malam."

". . . Rapat, untuk apa... Aku tak ada bahan yang harus di bicarakan."

"Ta...Tak apa Tuan Leo... Anda hanya harus mendengarkan kontrak yang akan di jalin Tuan Mandara."

"Memang nya siapa dia?" Leo menatap.

"Tuan Mandara, anda lupa?"

"(Ha... Pria itu lagi... Kenapa aku harus berurusan dengan nya lagi, ini benar benar menjengkelkan setelah dia benar benar memuji soal kemampuan ku... Ini semua tak akan ada artinya jika ada dia,)" Leo berwajah kesal sendiri.

"Aku harap Tuan Leo tahu bahwa Tuan Mandara akan mengobrol soal bisnis yang sangat penting bagian kerja sama kontrak. Anda yang telah di aliri banyak uang seharus nya bisa menyalurkan uang nya untuk sebuah kerja sama yang akan menimbulkan sungai samudra uang yang lebih banyak lagi," kata Wanita itu.

"(Sialan... Apakah dunia ini sudah di butakan oleh uang, bahkan Direktur tinggi saja sudah haus akan uang yang bahkan bernilai kecil...) . . . Bisa kau bicara pada orang yang di dalam saja, dia bisa mengurus waktuku," kata Leo.

"Oh baiklah, aku permisi dulu," Wanita itu melewatinya dan masuk ke ruangan dimana Noah tadi berada. Lalu Leo melanjutkan jalan nya.

"(Persetanan dengan kontrak itu, aku benar benar sudah lelah terus mendengarkan rencananya yang tidak masuk akal, lebih enak jika membunuh gang sebelah.)"

Sementara itu, Caise tampak berjalan bersama Naya keluar dari sekolah. Tapi ia terkejut karena melihat Leo berdiri di depan gerbang sekolah.

"(Astaga... Kenapa sampai di situ?!)"

"Oh, lihat itu, Caise... Ada lelaki ganteng seperti sedang menunggu pacarnya," Naya menunjuk Leo, dia tidak tahu bahwa Leo sedang menunggu Caise.

Sekarang Leo melihat Caise dan berjalan mendekat, tetapi Naya berpikir lain.

"Wah, lihat, dia kemari, dia pasti mau tanya di mana pacarnya itu."

Tapi siapa sangka.

"Caise, ayo pulang," ujar Leo sambil menatap Caise, berdiri di hadapannya. Seketika Naya terdiam kaku, sementara Caise hanya bisa tersenyum tidak enak kepada Naya.

"Hehe, Naya... um... ini yang kita bicarakan di kantin tadi," kata Caise.

"E... E... Emm... (Astaga, kenapa terlalu ganteng?! Aku benar-benar tidak menyangka Caise mendapat lelaki seperti ini... Astaga...)" Naya terdiam kaku, wajahnya menunjukkan bahwa dia tidak percaya.

"Anu, Mas Leo," Caise memanggilnya, membuat Leo menatapnya.

"Um, sebenarnya, aku ada kerja kelompok setelah pulang sekolah ini, mungkin Mas Leo bisa mampir ke rumahku nanti malam... Sekarang aku sedang tidak bisa," kata Caise.

"Ah, begitu... Aku jadi sia-sia kemari," Leo memasang wajah kecewa.

"Um... Maafkan aku, lain kali aku akan bilang lewat ponsel... Sekarang Mas Leo bisa sibuk dengan pekerjaannya... Kita akan bertemu lagi nanti malam," kata Caise.

Lalu Leo kembali tersenyum senang dan mengangguk.

"Baiklah, aku pergi dulu," dia membelai kepala Caise.

Setelah Leo berjalan pergi, Naya benar-benar berwajah merah melihat itu.

"Baiklah, ayo kita pergi sekarang, Naya...?" Caise menoleh dan bingung karena Naya berwajah merah.

"Hiks... Kenapa kau beruntung sekali dapat pacar seperti itu... Kau harus mencoba mencium dia..."

"Apa?! Mencium dia?!" Caise tampak terkejut tak percaya mendengar itu.

"Tunggu, kenapa terkejut? Jangan-jangan kau belum pernah mencium dia?" Naya menatap. Lalu Caise mengangguk.

"Astaga, omegad sekali.... Caise... kau harus segera memberikan ciuman pertama padanya. Kasihan sekali dia, padahal sudah berusaha memberikan perhatian padamu," kata Naya.

Caise terdiam. "Um... mungkin kamu ada benarnya," balasnya.