Leo terdiam sejenak, lalu berjalan menuju apartemen Caise setelah mengenakan kaus dan kemejanya tadi.
Leo mengetuk pintu, dan Caise yang membukanya.
"Mas Leo... Sudah berganti?"
"Ya..."
"Maaf tidak mengundangmu masuk, kau pasti tadi kedinginan. Masuklah, Mas Leo."
"Tidak, Caise, aku ingin membelikanmu barang yang akan kau beli."
"Hah... E... Tidak perlu, aku... Aku bisa membelinya sendiri kok, hehe..."
"Tak apa, Caise. Kau sedang tidak enak badan, kan, karena sedang—"
"Ah... Ya ya... Aku mengerti... Ssst..." Caise menyela dengan menutup mulut Leo.
"Sebenarnya, aku ingin..." dia berbisik membuat Leo mendekatkan wajahnya.
---
Leo sudah berada di supermarket.
"Selamat datang," kata kasir perempuan sambil menoleh, namun ia terkejut melihat Leo. Rupanya, kasir itu adalah Naya, teman Caise.
"(Astaga... Bukankah itu pacarnya Caise? Kenapa ada di sini, dan dia memakai kaus hitam dan kemeja yang bagus. Seperti model saja deh... Aduh, ganteng banget,)" Naya terpesona sendiri, sementara Leo melihat sekitar dengan bingung sebelum menatap ke arah kasir.
"Ha... Halo... Ada yang bisa kubantu?" tanya Naya. Lalu Leo mendekat.
"Bisa aku dapatkan pembalut wanita?"
"(Apa... Pembalut? Apa ini untuk Caise? Tapi dia tadi memang bilang dia sedang datang bulan... Kenapa pria ganteng ini juga peduli banget... Berapa sih kepribadiannya?)" Naya melamun sendiri.
"Ehem... Apa tidak ada?" Leo bertanya dengan bingung.
"Ada... Apa ini untuk Caise?"
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku... Teman Caise, apa kamu tidak ingat?" Naya menatapnya dengan tatapan menggoda.
Leo teringat saat menjemput Caise yang sedang ada kerja kelompok, dan di sana ia melihat Naya.
"Ah, ya, jadi bisa berikan pembalutnya?" Leo menatap datar, membuat Naya tak percaya akan sikapnya.
"(Berpikir positif saja...) Dia suka memakai merek ini jika membeli pembalut," Naya memberikan pembalut terbaik untuk Leo.
"Oh, jika dia memang suka itu, aku akan mengambilnya," kata Leo.
"(Ah, dia benar-benar so sweet... Ya ampun, Caise, kamu benar-benar beruntung.) M... Mau tambah apa lagi?"
"Apakah Caise suka camilan atau makanan di sini?" tanya Leo.
"Ah, dia sering membeli camilan keju ini. Dia sangat suka, dan juga susu kotak putih. Caise suka susu putih."
"Oh begitu, kau benar-benar tahu banyak soal Caise ya..." Leo tersenyum sedikit.
"Bu... Bukan apa-apa, hehe... (Ya ampun... Senyumannya... Seperti malaikat tersenyum padaku... Aduh... Berpikir berlebihan lagi.)" Naya menggelengkan kepala lalu membungkus belanjaannya.
"Apa kau teman dekat Caise?"
"Ya... Dia sering bercerita di sekolah bersama aku."
"Kalau begitu, jika dia perlu apa-apa, kau bisa bilang padaku, kan?"
"Ah, boleh... Aku juga tahu Caise orangnya sangat malu, apalagi pada pacarnya ini..." kata Naya.
"Baiklah, terima kasih. Aku pergi dulu," kata Leo sambil berjalan pergi.
"(Sampai jumpa, ganteng...)" Naya melambai senang padanya.
--
"(Jika dipikir-pikir, aku harus lebih tahu tentang Caise, makanan kesukaannya atau waktu yang dia sukai, dengan begitu mungkin dia akan merasa baik di hadapan ku,)" pikir Leo sambil berjalan di pinggir komplek yang sepi dengan plastik barang tadi di tangannya.
Namun, ponselnya berbunyi, membuatnya harus mengangkat telepon sambil berjalan karena itu dari Noah.
"Leo... Kau masih di sana?! Aku ingin memberitahumu bahwa dokumen yang berisi tentang perusahaan Nona Walwes telah hilang, apa kau yang mengambilnya?"
"Apa?! Kau ini bagaimana!!!" Leo berteriak kesal hingga orang dari kejauhan mendengarnya.
"Aku terakhir kali meletakkannya di mejamu, kau pasti mengambilnya."
"Tidaklah, bego... Aku tidak mengurusi dokumen seperti itu, kau yang seharusnya mengurusnya."
"Kalau begitu kemari dan bantu aku cari."
"Tidak bisa, aku masih di sini. Ini juga kesalahanmu sendiri karena meletakkan sembarangan. Awas saja jika tidak ketemu, kebangkrutan perusahaan wanita itu kau yang tanggung," kata Leo.
"Hah... Apa... Leo... Hoi.. Leo..." Noah terkejut, tapi Leo sudah mematikan teleponnya.
"(Cih, mengganggu,)" Leo kembali berjalan dengan kesal.
--
"Mas Leo?!" Caise membuka pintu ketika mendengar ketukan dari Leo tadi.
"Aku membawakan yang terbaik untukmu," Leo menunjukkan bingkisan tadi.
"Te... Terima kasih, silakan masuk," Caise menerimanya, lalu Leo berjalan masuk. Seketika, kucing-kucing Caise keluar menghampiri Leo.
"Woh... Haha... Mereka benar-benar menyukaiku," kata Leo sambil mulai bermain dengan mereka.
"Ya... (Eh, ini...)" Caise menemukan makanan dan minuman kesukaannya di plastik itu.
"Em... Mas Leo... Apa kau yang membeli ini... Untukku?"
"Oh, ya... Kasir itu yang memberitahuku, dia bilang dia teman dekatmu."
"(Naya?!) Apa... Apa yang kalian bicarakan selain ini?!" Caise panik Naya akan memberi tahukan sesuatu yang buruk pada Leo. Mengingat Naya selalu mempermainkan Caise.
"Tidak ada, hanya mengobrol tentang kesukaanmu," kata Leo.
"(Naya... Awas kau... Membuat Mas Leo penasaran denganku,)" Caise menjadi kesal sendiri.
"Caise..." panggil Leo, lalu Caise menoleh.
"Kemarilah, aku ingin mencium aroma mu," Leo menunjuk pangkuannya sendiri. Dia duduk di bawah dengan menyilangkan kakinya.
"Apa... Tidak... Aku... Aku..." Caise menjadi malu.
"Kenapa... Apa kau takut padaku, atau malu padaku?" Leo melirik.
"Ti... Tidak... Apakah pasangan memang melakukan itu? Apa ini baik baik saja?" Caise tampak khawatir.
Lalu Leo tersenyum tipis. "Aku akan menjagamu, aku bisa menjagamu ketika aku sudah mengenali aroma mu..." tatapnya.
Seketika Caise berwajah sangat merah mendengar itu. "(Jika di pikir pikir, dia seperti seekor hewan yang benar benar bersikap selayaknya, tapi aku tahu, itu hanya perumpamaan....) Um... Baiklah..." Caise terpaksa duduk di pangkuan Leo yang duduk di bawah. Wajahnya benar-benar memerah. "(Astaga, dia memintaku duduk di pangkuannya. Memangnya apa yang akan dia lakukan? Kenapa aku begitu takut... Aku takut dia melakukan sesuatu yang tidak baik padaku,)" Caise terdiam, khawatir dan gemetar ketakutan.
"Kau membersihkan tubuhmu dengan sangat teliti, apa kau semacam gadis baik," bisik Leo yang memeluk Caise dari belakang dan seketika mencium leher Caise perlahan.
"(Uhk... Mas Leo... Jangan...)" Caise menutup mulutnya sendiri dengan malu dan wajah memerah. Tapi di sini, Caise berpikir aneh. "(Mas Leo sedang mencium leherku, tapi tangannya yang memelukku ini tak bergerak. Bukankah seharusnya dia meraba tubuhku atau buah dadaku... Tapi mungkin dia menahannya,)" pikirnya.
Itu memang benar, Leo hanya fokus pada leher Caise dan tidak ada niatan menyentuh bagian tubuh lainnya.
Leo juga sedikit menggigit leher Caise dengan pelan.
"Akh... Mas Leo... Apa yang kau lakukan?" Caise mulai bernapas panas karena sensasi tersebut.
"Kau terlihat enak, Caise, jadi aku bisa memakanmu, kan," Leo menatap, lalu seketika mendorong Caise hingga terbaring di lantai. Dia berada di atas Caise, mencium lehernya beberapa kali.
"Uhk... Mas Leo... Hentikan ini, kau tidak bisa," Caise benar-benar bernapas panas.
Di pandangan Leo, Caise terlihat begitu menawan. "(Sialan... Aku tak bisa menahannya...)" Leo menahan sesuatu dengan menggigit bibirnya sendiri, membuat Caise terdiam menatapnya.
Caise yang melihat itu menjadi berpikir khawatir. "(Apa yang harus ku lakukan, seorang pria sepertinya masih memiliki keinginan yang tinggi... Apa aku harus membiarkan nya?)"
"Mas Leo..." Caise mengangkat tangannya memegang pipi Leo, membuat Leo membuka mata dan menatapnya.
"Mas Leo, apa yang terjadi padamu?" Caise menatap dengan tatapan kosong.
Leo terdiam menatap mata Caise. Dia memegang tangan Caise yang masih di pipinya. "(Kenapa kau sangat mirip dengannya... Ini membuat hatiku sakit...)" Leo memasang wajah sedih sekaligus kesal.
"(Kenapa Mas Leo berhenti? Apa ada sesuatu... Dia seperti memikirkan sesuatu... Aku mungkin harus melakukan sesuatu agar dia tidak ragu,)" Caise melingkarkan tangannya di leher Leo dan mengangkat tubuhnya akan mendekat kan bibirnya untuk mencium bibir Leo, membuat Leo membuka mata lebar menunggu itu.
Namun tiba-tiba, ponsel Leo berbunyi. "Cih... Sialan..." dia kesal dan berhenti melakukannya, lalu duduk di samping Caise, mengangkat ponselnya, membuat Caise terduduk masih kaku. "(Mas Leo... Dia tadi mau apa? Dan yang paling buruk, aku hampir mencium nya...)"
"Hoi... Kenapa kau menghubungiku lagi?" kata Leo sambil kesal berbicara dengan ponselnya.
Caise perlahan akan berdiri dan pergi, tapi Leo menarik tangannya.
"Ah..." Caise terkejut. Ia jatuh di pangkuan Leo. Dia terduduk dengan tangan Leo memegang bahunya, seolah menahannya agar tidak pergi.
"Mas Leo?"
"Aku akan datang besok, kau bisa urus itu nanti," Leo masih bicara di ponsel, tapi ia melirik ke Caise dan mendekat. "Jika kau pergi, aku akan menerkammu..."
Hal itu membuat Caise terdiam kaku mendengarnya.
"Yah... Aku akan melakukannya," kata Leo, lalu dia mengakhiri teleponnya dan melihat ke Caise yang masih terkaku di pangkuannya.
Lalu dia meletakkan ponselnya di atas meja dan memeluk Caise.
"Mmm... Mas Leo?"
"Aku benar-benar tak bisa melepasmu, Caise... Aku ingin melakukan sesuatu denganmu, sesuatu yang sangat hangat dan nyaman."
"Apa... (Tunggu, ini tidak seperti yang aku pikirkan, bukan?!)" Caise terkejut dan segera beranjak. "Mas Leo... Kenapa kau mencoba mengatakan itu padaku? Aku masih SMA... Kenapa kau mengatakan hal itu padaku?" Caise menatap kesal.
Leo terdiam, ia masih bingung. "Apa yang kau maksudkan?"
"Yang aku maksud adalah kau tadi bilang ingin melakukan sesuatu," Caise menatap tajam.
Tiba-tiba Leo terkejut sendiri. "(E... Padahal aku mencoba bilang aku ingin melakukan pelukan setiap hari, aku ingin dia mengelusku, sama seperti kucing kucing di sini yang menyayangi nya,)" rupanya pemikiran Leo lebih aman daripada tebakan Caise.
"Mas Leo... Apa kau mendekatiku hanya untuk melakukan itu?" Caise menatap sedih.
"Apa... Ti... Tidak maksudku... Aku tadi hanya ingin... mandi denganmu... Bukan, ti... tidak, ah... Akhh... Aku... aku pergi saja..." Leo mengambil kemejanya yang tadi dilepas dan bersiap untuk pergi, tapi tiba-tiba ia berhenti ketika Caise menahan tangannya.
"Mas Leo... Jangan pergi," dia meremas tangan Leo, membuat Leo terdiam.
"Jangan menyesal mendekatiku... Aku tidak mau kau kecewa karena telah menyukaiku."
"Kecewa... Apa maksudmu, Caise?" Leo menatap bingung.
"Mas Noah yang mengatakannya. Dia bilang jika aku tidak menuruti perkataanmu... Kau akan menyesal seumur hidup telah menyukaiku."
"(Si bangsat... Dia mempengaruhi Caise... Dia pikir aku bersikap idiot terus di depan Caise,)" Leo mengepalkan tangan, kesal pada Noah.
Caise yang melihat kepalan tangan itu pun menjadi kaku. "(Oh tidak... Apa Mas Leo... sekarang sudah kesal padaku... Dia akan menyesal,)" dia menutup mata ketakutan. Lalu, Leo mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Caise yang terkejut.
"Mas Leo?" dia menengadah menatap Leo yang serius.
"(Tatapan itu... Aku tidak pernah melihatnya,)" Caise terkejut dalam hatinya. Lalu Leo berbisik sambil menutup matanya.
"Aku akan pergi jika kau juga pergi dariku, Caise. Jangan takut akan hal lain yang membuatku meninggalkanmu... Jika kau memang tidak nyaman denganku, aku juga akan pergi. Jadi, apa kau tidak nyaman denganku?"
"Ti... tidak... Aku nyaman denganmu, Mas Leo," kata Caise.
"Baguslah. Berjanjilah jangan membuatku menangis di tengah hujan."
"Mas Leo bisa menangis?"
"Haha, aku hanya bercanda, aku tidak menangis, Caise..." Leo membelai kepala Caise.
"Lalu, apa Mas Leo sekarang akan pergi?" Caise menatap kecewa.
"Kita akan bertemu lagi besok. Aku harus mengurus sesuatu di sini, jadi jangan khawatir... Aku pergi dulu, ya..." Leo mengecup kening Caise, lalu berjalan pergi.
Caise terdiam dan tersenyum kecil. "(Hati-hati di jalan,)" ia melambai, lalu ketika pintu tertutup, wajahnya sangat merah.