"Ini memang benar, itu hanya akan membuang waktu."
"Haiz... Apa kau tidak berpikir bahwa dia menolongmu sampai mengobati lukamu, dan bahkan dia menjahit lukamu," kata Noah.
"Hah, menjahit?" Leo baru sadar, lalu membuka kausnya, membuat Noah menutup matanya. "Eh... Kenapa aku menutup mata, kita sama-sama laki-laki," ia terdiam bingung.
Leo menatap penutup luka itu dan langsung membukanya, menggigit bibirnya menahan sakit, dan ia terkejut karena lukanya itu benar-benar terjahit dengan sangat rapi.
"Ini..." Leo terdiam dan Noah yang melihatnya juga ikut diam.
"Lihat, bukan? Apa aku bilang... Dia menjahitnya... Itu berarti dia seorang dokter... Antara berumur, bekerja sebagai dokter, lalu dia bisa mengangkatmu ke rumahnya, benar, bukan?"
"Hm..." Leo hanya membalas dingin.
"Baiklah, sepertinya—"
Tiba-tiba ponselnya berbunyi, tepatnya ponsel Noah. Dia menatap ponselnya dan Leo menguap.
"Hoam... Aku sangat lelah... Tubuhku masih sakit," Leo memegang leher belakangnya.
"Oh... Sepertinya kita harus pergi ke suatu tempat," Noah menatap ponselnya yang tadi menyala.
"Pergi sendiri," Leo langsung membalas.
"Kau yakin tidak mau ikut? Ini harus bersamamu, ada yang ingin bertemu, soalnya," kata Noah.
Leo terdiam, lalu menghela napas panjang. "Tidak ada yang bisa memuaskanku kecuali gadis bulan itu..." tatapnya kosong.
"Memuaskan? Kau yakin?" Noah menatap tajam.
"Kenapa memangnya... Dia hanya seorang gadis yang membuat tato...."
"Tepatnya membuat hatimu terpincut dan juga... Membuat hatimu kacau, Leo," kata Noah, membuat Leo memasang wajah dingin.
"... Aku tahu itu, dia sudah pergi... Jangan pikirkan itu... Ayo cepat, kita harus pergi," kata Noah, dia berdiri dan berjalan pergi hingga akhirnya mereka berjalan bersama.
"Kenapa kita tidak gunakan mobil?" Noah bertanya.
"Banyak bicara, tinggal jalan saja... Bensinnya habis."
"Ck... Lain kali biar aku yang mengurusnya, kau hanya pandai menghabiskan bensin."
"Huh, apa kau bilang? Paling tidak aku yang punya mobilnya," Leo menatap kesal.
Namun tiba-tiba ia berhenti berjalan dan langsung melihat ke belakang.
"Ada apa?" Noah menatap bingung.
"Sepertinya ada yang menembak," kata Leo dengan wajah waspada.
"Huh? Kau bilang ada yang menembak?" Noah menatap.
Leo terdiam sejenak, lalu menggeleng. "Hanya perasaanku," tambahnya, lalu berjalan melewatinya membuat Noah terdiam bingung.
Tapi memang benar, ada satu orang misterius yang mengawasi mereka dari jauh dan menyimpan kembali pistolnya. Perasaan Leo tidak salah soal mengetahui mata-mata.
"Bagaimana dengan incaran?" Leo menatap sambil berjalan. Mereka masih mengobrol di jalan, melanjutkan yang tadi.
"Aku sudah hampir bisa melacaknya, kau tinggal menunggu beberapa saat saja," kata Noah sambil berjalan di dekat Leo dengan ponselnya. Dia terus menatap ponselnya.
Leo yang dari tadi diam melamun sambil berjalan kini melihat kupu-kupu manis. Jiwa bermainnya langsung muncul. Ia bahkan melihat kupu-kupu itu pergi sampai tak sadar Noah meninggalkannya.
"(Kenapa malah pergi?) Sama sekali tak cantik," Leo kembali cuek dan mulai berjalan ke depan.
Namun tiba-tiba ada seorang gadis menabraknya.
"Agh!! HOI... Matamu ke mana??" Leo mengamuk.
Noah yang mendengar itu segera menoleh dengan terkejut.
"Maaf... Aku benar-benar minta maaf," gadis itu hanya bisa menundukkan kepala dengan panik dan takut. Namun Leo tetap kesal. "Cih, aku akan..." dia akan menyerangnya, namun ia terdiam ketika gadis itu menengadah dan menatapnya dengan wajah manis.
Seketika Leo terdiam polos melihat itu dengan mata terkaku.
"Hoi, Leo, dia hanya gadis..." Noah mendekat.
"(Aroma gadis ini seperti aroma rumah kucing itu...)" Leo menjadi teringat.
Gadis itu pun juga teringat padanya.
Sebelumnya...
"Apa kau baik-baik saja?" rupanya seorang gadis yang menolongnya, dan gadis itu menatap Leo yang berbaring di pinggir jalan.
Lalu Leo berdiri dengan lemas. Ia diam dingin dan berjalan meninggalkan gadis itu yang terkejut melihat darah di perut Leo.
"He, kamu butuh obat?"
"Aku tak butuh," Leo menyela. Tiba-tiba ia akan jatuh, gadis itu tentu saja terkejut.
Lalu dia mendekat menatap kembali wajah Leo yang terbaring. "Aku akan panggil ambulan, ya?" dia menunjukkan ponselnya.
Namun mendadak Leo memegang tangannya yang penuh darah membuat gadis itu terkejut.
"Jangan... Jangan sampai polisi atau pihak manapun tahu, jika terjadi, aku akan membunuhmu..." suaranya lemas sehingga melepas tangan gadis itu.
"Um... Kalau begitu, aku akan membawamu ke rumahku," tatap gadis itu, namun Leo terdiam dengan wajah yang lemas.
Dan begitulah, dari sini sudah jelas bahwa yang menolong Leo rupanya seorang gadis yang begitu manis dan cantik.
Saat ini, Leo mengendus-endus hingga mendekat ke leher gadis itu yang terkejut.
"Hoi, Leo, berhenti melecehkannya!" Noah mencoba mencegahnya.
"K-kau..." kata Leo.
Lalu gadis itu terdiam, masih menatap, tatapannya sangat manis.
"Kau manis..." Leo tersenyum senang.
Seketika Noah terkaku mendengar itu, sementara gadis itu memerah.
"Siapa kau, gadis manis?" kata Leo yang menatap bersemangat seperti anak harimau kecil. Jika dilihat melalui mata lain, ekor maupun kuping harimau Leo sedang bergerak ke atas menandakan dia benar-benar tertarik maupun senang pada gadis itu.
"A-aku... Caise," balas gadis itu dengan suara yang agak malu.
"Caise... Nama yang cantik," kata Leo.
"Te... Terima kasih," gadis yang bernama Caise itu membalas, namun ia masih sedikit tidak nyaman.
Tapi sepertinya Noah masih terdiam. "(Tunggu... Apa ini? Kenapa aku tidak paham soal situasinya... Ini benar-benar begitu aneh... Apakah ini Leo yang nyata? Dia tadi menabrak seorang gadis dan malah bersikap begitu aneh... Biasanya langsung dibentak, tak peduli gadis cantik atau bukan,)" Noah benar-benar terdiam tak percaya sekaligus bingung.
Sementara Leo menatap senang pada Caise. "Hm... Kau terlihat enak. Jadi, Caise, apa kau mau jadi pacarku?" Leo mendekat.
Seketika Noah yang mendengar itu menjadi terkejut. "(Ini serius kah... Dia tak pernah seperti ini sebelumnya, dia tidak pernah melakukan hal itu setelah dia benar-benar sudah selesai dengan satu gadis saja...)"
"Pa-pacar..." Gadis itu menjadi gemetar.
"Ya-ya... Pacar," Leo mengangguk senang.
"Um... Tapi... Aku sama sekali tidak tahu apa itu pacar. Dan kita... tidak pernah bertemu sebelumnya."
"... Bukankah kau yang menolongku saat itu?"
"Eh... Emm, kenapa kau bisa ingat? Aku tidak membuatmu bangun, kan?"
"Tidak... Hanya aroma manismu saja yang kucium."
"(Ini... Tidak nyaman, dia begitu tampan tapi kenapa tampilannya menyeramkan?)" Caise terdiam sambil melihat Leo yang memiliki anting tindik di telinganya dan luka sayatan pisau di leher. Ia juga melihat tato di lehernya dan pipi Leo.
"Entahlah, maafkan aku," ia menatap ragu.
"Kenapa, kau berani menolongku, seharusnya kau berani untuk menerima cintaku," Leo menatapnya.
"Um... (Kupikir aku menolongnya karena aku takut akan sesuatu... Dia saat itu sudah sekarat jika dilihat di riset medis, jadi aku menolongnya... Sekarang dia memberikan balas budi yang sangat aneh...) Um... Kamu bisa memberikan sesuatu yang lain tanpa harus mengatakan itu... Cara balas budi bukanlah begitu," kata Caise dengan ragu. Dia dari tadi menundukkan pandangannya karena jika melihat Leo, ia jadi harus menengadah.
"Ini balas budiku, dengan menjadi pacarku, aku bisa melindungimu, aku juga bisa membuatmu bahagia... Bagaimanapun juga kau telah menolongku saat itu," kata Leo. Dia mengulur tangan membuat Caise menengadah menatap wajah Leo yang tersenyum.
"(Dia tampak tak pernah memakai senyuman itu...)" ia terdiam, lalu menoleh ke Noah yang rupanya memasang wajah tak percaya.
"(Rupanya benar, dia tidak pernah melakukan itu, temannya saja tak percaya,)" Caise semakin diam.
"Kalau begitu... Jadilah di sisiku," kata Leo mendadak.
Tak disangka lelaki harimau kejam itu diluluhkan oleh perempuan berbau kucing yang manis.
Sementara Noah masih terkaku membatu, tak percaya apa yang baru saja terjadi.
"(Sepertinya aku masih tidur di ranjangku... tapi serius bro... Dia tak pernah bersikap begini...?)"
Caise masih terdiam, dia lalu melihat ke sekitar seperti membuang wajahnya dengan ekspresi khawatir. "Maafkan aku... Ada beberapa hal kenapa aku tidak bisa menerima perkataanmu... Alasan yang tidak bisa kamu dengar," kata Caise, seketika Leo terkaku.
Setelah itu, Caise berjalan pergi melewati mereka.
Noah terkejut melihat Caise pergi. "(Astaga... Dia menolak Leo... Pria ganteng ini bahkan ditolak oleh gadis manis... Jika dilihat, itu tipe Leo juga... Mari kita lihat ekspresi Leo, apakah dia kesal, marah, atau yang lainnya?)" Noah menatap ke arah Leo.
Seketika ia terkejut karena melihat Leo memasang wajah kecewa dan hampir sedih.
"(Apa?! Apa-apaan ini... Sebenarnya siapa gadis itu, sihir apa yang dibawanya sehingga membuat Leo begini...? Apa yang harus aku lakukan...?) Le... Leo?" Noah menatapnya.
"Ha... Sepertinya aku tidak layak memakai seleraku yang dulu," kata Leo.
Noah kembali terdiam. "(Yeah, itu memang benar... Dia dulu menyukai gadis bulan itu... Dan tubuh gadis bulan itu sama seperti gadis tadi... Manis dan begitu putih...)"
Malam itu, di sebuah bar. Noah meneliti kertas dokumen yang ia bawa di meja dari ruangan pribadi bar. Ia bahkan menjadi bingung sendiri membaca dokumen itu.
Sementara Leo hanya menikmati minuman alkohol yang ia minum di sofa lain di depan meja Noah.
Noah hanya duduk di bawah, masih mengerjakan dokumen itu.
Leo masih memasang wajah mengerikan sambil melirik Noah. "Kenapa kau lama, bodoh..."
"Cih, kau pikir ini mudah apa..." Noah membalas.
Di sisi luar ruangan pribadi mereka, ada wanita-wanita malam yang berkumpul menunggu klien di luar. Mereka mulai membicarakan sesuatu.
"Hei... Aku tadi baru saja melihat Leo Choi."
"Hah... Leo Choi... Gangster muda itu."
"Kudengar dia bekerja sebagai lebih dari preman."
"Uangnya pasti banyak, bagaimana jika kita menggodanya?"
"Tapi kudengar dia tak tertarik dengan wanita manapun. Senpai bahkan sampai ditampar keras olehnya."
"Kita coba saja bersama," kata mereka.
--
"Saat kau selesai nanti, tinggal berikan saja padaku," kata Leo sambil merokok.
"Ini butuh waktu lama," Noah menatap dengan kesal.
Mendadak wanita-wanita tadi masuk membuat mereka berdua bingung.
"Leo... Apa kau yang menyewa?" Noah menatap bingung.
"Tidak," Leo membalas dengan wajah biasa.
"Tuan Leo, Anda sangat hebat, kami senang bisa bertemu dengan Anda," kata mereka, yang mulai duduk menggodanya.
"Mari melakukannya bersama kami," sebagian dari mereka juga duduk bersama Noah yang mulai memasang wajah biasa juga.
"Tuan Leo... Bagaimana jika melakukannya beberapa ronde?" Salah satu dari mereka yang duduk di dekat Leo mulai berbisik dan merayunya.
Leo menatapnya dengan biasa. Wanita itu hanya menunjukkan senyum manis dan merayunya.
Lalu Leo tersenyum kecil dan seketika menarik lengan wanita tadi dan membantingnya ke meja.
"Ah..." Wanita itu kesakitan.
Tak hanya sampai di sana, Leo juga menarik kedua tangan wanita itu dengan tubuhnya yang masih tertekan di meja. Semua yang melihat itu menjadi terdiam ketakutan tak bisa berbuat apa-apa.
"Ack..." Wanita tersebut mulai kesakitan dan menangis.
"Dengar... Aku tak pernah tertarik pada wanita, apalagi barang bekas seperti kalian," kata Leo, yang semakin menyiksa wanita itu dengan terus menarik tangannya ke belakang.
Tapi Leo juha punya kekesalan lain sendiri. "Cih, berani sekali menolak cinta ku..." dia memikirkan Caise yang membuat nya kesal.