Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 28 - Hoodie yang Sama?

Chapter 28 - Hoodie yang Sama?

"Gapapa, lu malam ini sibuk?"

"Nggak, kenapa?"

"Temenin gua jenguk Dara mau?Udah lama kan gak main, btw kondisi dara down."

Suara Leo yang terdengar sedih membuat Renata tidak tega untuk bilang tidak walau saat ini dia sedang sangat lelah.

"Oke, jam?"

"Jam tujuh lewatan gua jemput, nanti gua ijin sama tante Emily."

"Oke, gua tunggu."

Telpon di putus oleh satu pihak, Renata tidak ambil pusing dengan itu, yang dia pusing kan sekarang Bianca dan segala embel-embel gadis itu.

Renata menatap pantulan diri nya di cermin, tampak sedikit berantakan dan memang berantakan.

Masih ada beberapa saat lagi untuk bersantai sebelum Leo datang, gadis itu membersihkan tubuh nya, lalu pergi ke dapur untuk mengambil makanan ringan.

Bagi Renata, pergi tanpa riasan bukan lah hal yang buruk, justru itu baik.

Sean memarkir kan motor di depan bangunan besar yang di dominasi cat putih , ada beberapa orang yang duduk di kursih roda atau mengunakan gips dan gangguan kesehatan lain nya.

Lelaki itu selalu tidak tahan melihat orang yang mengalami gangguan kesehatan, Sean lebih memilih untuk mengalihkan pandangan ke sembarang arah.

Dia masuk ke dalam bangunan, segera menuju tempat Dara di rawat, setelah sampai dia masuk ke kamar itu, lagi-lagi di dominasi oleh cat putih.

"Hai Dar."

Sapaan Sean hanya tertahan di tenggorokan, mata lelaki itu menangkap sosok orang yang dia kenal, lengkap dengan seragam sekolah yang juga masih dia kenakan.

Cakrawala Dirgantara, sudah bertenger di sofa, dengan keadaan tertidur.

Dengan senyum lebar yang pasti terpaksa, lelaki itu beranjak keluar, sekali lagi melihat Dara yang masih terlelap di atas brankar.

Sean merasa selalu telat, Cakra selalu mendahului nya. Dia melangkah kan kaki nya keluar dan menutup pintu dengan pelan.

Keluar dari sana Sean pergi keluar dari Rumah Sakit, menghampiri motor, naik, menghidupkan mesin dan melajukan nya.

Rahang Sean terkatup keras, sakit rasa nya. Tapi dia cepat-cepat menyadarkan diri, egois bukan lah prioritas saat ini.

Di lain sisi seorang Cakra terbangun dari rebahan yang berujung ketiduran, sesekali lelaki itu mengucek pelan mata nya yang berat.

Melihat kondisi Dara masih sama seperti tadi bahkan kemarin dan dulu. Dia meraih handphone yang tergeletak tepat di sebelah nya.

Ada beberapa pesan masuk.

Cakra memijit pelipis nya, sedikit pusing karna keadaan yang sangat rumit.

Di tambah pesan pesan bodo yang ntah Siapa pengirim nya. Segala macam firasat dia singkirkan, tidak mau dan tidak berniat berfikir yang bukan-bukan, apalagi sampai pemikiran nya jatuh ke kata fitnah, jangan sampai.

Handphone nya bergetar, lagi.

Dengan malas Cakra melihat layar benda pipih itu, pesan grup kelas rupa nya.

Cakra beranjak dari sofa menuju ke gadis nya yang entah kapan akan terbangun bisa melihat nya lagi, duduk di samping ranjang .

Dia mendekat kan mulut nya ke telinga Dara layak nya ingin berbisik, jantung lelaki itu berdetak kencang.

"Cakra bakal jaga Dara, janji."

Setelah mengucap kata itu tangan Cakra mengelus puncak kepala Dara dengan penuh kasih, pertanyaan nya hanya satu, kenapa gadis itu bisa mengalami takdir seburuk ini?

Dan jawaban nya juga hanya satu, ya itu karna dia.

"Tapi Dara juga harus janji."

Dia menjeda perkataan nya, mata nya berkaca-kaca, hal paling menakut kan yang dia pikir kan bagaimana jika gadis itu, tidak selamat? Dia sangat takut.

"Dara harus bangun! Dan kita, bakal ulang semua nya dari awal, dan aku," lagi-lagi dia mengambil jeda untuk menetralkan nada bicara nya yang sesak.

"Aku bakal jaga Dara, dan gak bakal nurutin hal bodo yang buat semua kek gini." Cakra mengelus tangan pucat gadis itu, dingin dan lembut.

"Maaf Dar, waktu itu aku masih bodo dan konyol." Dia tertawa getir.

Memori nya seakan terisi oleh kenangan dulu, kini mata berkaca nya sudah berganti menjadi mata berhujan.

"Bangun please," isak lelaki itu.

Dia sudah kehilangan ayah, ibu dan dia tidak mau kehilangan orang yang sangat berarti lagi di hidup nya.

Dia berfikir Dara akan lebih aman jika tanpa nya, ternyata sama saja tidak. Dia tidak bisa menyalah kan siapa pun, bagaimana pun ini adalah karna nya.

"Bangun ya, kita bakal tinggalin tempat sakit ini, dan gak ada seorang pun yang bisa celakain kamu lagi," gumam nya sendiri.

Lelaki itu tersenyum, membayang kan keindahan itu, tapi semua hancur, kapan wanita nya akan bangun lagi?

Renata berdiri di depan cermin, menatap pantulan diri nya dari atas hingga bawah. Ini sudah baju yang ke lima yang dia coba, kenapa dia seperti ini? Entah lah dia sendiri bingung.

Padahal tadi, beberapa menit sebelum pergi, dia tidak akan terlalu berlebihan seperti ini, tapi kenapa malah jadi begini ?

"Ini terlalu happy buat ke rumah sakit, lagi pulak gua kok gini amat? Ngapain coba dandan dandan kan Cuma mau ketemu si nggak jelas."

Lantas dia menukar lagi baju nya dengan baju biasa yang sopan, memakai hoodie putih dan celana jeans senada.

Setelah siap dia keluar dari kamar, Emily tidak ada, tanda nya dia masih sibuk bekerja, sedang kan Renata, gadis itu sudah mendapat izin lewat telpon.

Dia mengetik pesan singkat di benda pipih itu, lalu mengirim nya.

L AGAK GILA.

Leo, gua uda siap, lu kemana sih? Lama banget.

19.35

Dia duduk di sofa, dan membuka aplikasi

Novel. Lantas membaca cerita yang baru saja di publish next chapter nya. Ketawa sendiri karna membaca kata-kata lucu di cerita itu, beberapa menit dan dia membuka cerita baru, lalu membaca nya, di chapter ke 7, air mata nya jatuh, seorang gadis yang tentu menjadi peran utama di siksa oleh saudara tiri nya, gadis itu tabah, dan menghadapi semua nya demi kebahagian seseorang, dan chapter pun berakhir.

Sial, dia tidak suka cerita digantung, baru saja dia mengulir layar ke bawah, namun fokus nya terganggu karna ketukan pintu .

Dengan malas dia beranjak ke pintu, lalu membuka nya, ingin menabok si pengetuk

Yang rasa nya kurang berakhlak.

Namun lagi-lagi istilah 'tamu adalah raja' menghancurkan segala nya.

"Ayo!"

Dan sekarang Renata tau siapa manusia itu, Leo.

"Tumben lu chat gua duluan, pasti uda rindu sama gua lu kan, mau cepat-cepat ketemu gua, ngaku aja." Leo menaik turun kan alis nya.

"Uda yok, nanti kelamaan." Renata berdecak, tidak memperdulikan perkataan Leo.

"Loh, gua kan belum izin sama tan-"

"Mama belum pulang kerja, gua juga udah izin tadi," potong Renata cepat, jujur jantung nya berdegup kencang, melihat Leo yang ganteng nya bertambah sejak kemarin.

Tunggu dia baru saja menyebut Leo ganteng? Oke mata nya sedang terganggu.

Mereka berdua menuju mobil setelah pintu dan gerbang di kunci.

Dan di dalam mobil, terjadi percakapan konyol.

"Btw lu kenapa ikut-ikut hoodie gua."

Leo membuka topik pembicaraan saat mereka duduk di dalam mobil, dia kira itu lebih baik dan topik nya menarik.

Renata segera melihat hoodie nya dan hoodie lelaki itu bergantian.

Benar-benar sama. Ini persis. "Bentar," ucap nya menahan.

Leo menaik kan dagu nya, "Gua mau ganti hoodie nya dulu." Kata-kata Renata membuat lelaki itu tertawa.

"Uda ah lu gak usah gila, Cuma sama doang kok"

"Gak nyaman gua samaan sama Lu."

"Ya udah, gua yang buka hoodie, lu gak usah balik lagi kerumah, pagar sama pintu udah di kunci repot kalau lu balik."

Mendengar itu Renata terkejut, namun dia lebih memilih untuk mengangguk.

"Terus kita balik kerumah lu?" tanya gadis itu. Leo menggeleng.

"Terus?"

Tanpa aba-aba apapun, Leo membuka hoodie nya di tempat, sesegera mungkin Renata menoleh ke arah jendela.

"Woi Nat, gua pake baju bodoh."

Renata menoleh lagi ke arah Leo, benar saja lelaki itu memakai baju.

Tapi hanya kaos oblong berwarna hitam , apa benar dia akan begitu? Dan cuaca sedang dingin.

Lupakan.

"Serius lu mau pake kaos doang? Gak dingin?"

Leo menggeleng, tentu dia berbohong, "B aja," jawab nya acuh, dia mulai melanjutkan perjalanan yang tadi sempat tersendat.

"Gak dingin Leo?" tanya Renata lagi, entah kenapa ada rasa khawatir dalam diri nya yang di pendam dalam-dalam.

"Nggak," jawab Leo lagi, dan dengan nada yang dingin lagi, Renata rasa lebih dingin dari cuaca saat ini dan di tambah AC mobil.

"Nggak kalau itu buat lu tenang."

Deg.

Kata-kata itu mampu membuat Renata tertegun, sekarang dia tau jika Leo kedinginan.