Sebuah mobil mewah berhenti di depan gerbang, dua penjaga itu membuka kan gerbang dan mobil itu masuk.
Berhenti di dalam.
Seorang lelaki berumur kepala lima keluar dengan stelan jas hitam nya, memegang sebuah koper hitam.
"Selamat kembali di rumah tuan Alex," sambut lelaki dengan pakaian serba hitam yang sudah menunggu di luar.
Lelaki itu menunduk dalam-dalam lalu berdiri tegak kembali setelah Alex mengangguk.
"Saya bawakan koper nya tuan?" tanya lelaki yang menunduk tadi.
"Tidak usah, kamu ikut saya ke dalam," titah Alex.
Lelaki itu mengangguk.
Alex berjalan lebih awal, di belakang nya lelaki tadi mengikuti , pintu terbuka dan mereka masuk.
Benar-benar mewah.
Semua benda tersusun secara rapi, barang-barang mahal import di pajang di setiap sisi ruangan, rumah yang di dominasi dengan cat berwarna elegan, menambah kesan mewah rumah bagai istana itu.
Hingga langkah Alex berhenti di pintu sebuah ruangan, ruang pribadi nya.
Membuka pintu, Alex masuk ke ruang itu, di ikuti lelaki tadi tentu nya.
"Duduk," titah Alex dengan suara berat.
Lelaki itu duduk, tepat di depan Alex, meja membatasi jarak mereka.
"Ada apa tuan?" tanya lelaki itu usai duduk.
Alex mengendur kan dasi nya, lalu mulai berbicara.
"Urus anak ini." Alex memberi satu foto yang ke hadapan lelaki itu.
"Saya minta kamu bereskan anak itu, Karel."
Lelaki yang ternyata bernama Karel itu melihat foto yang di beri Alex.
"Ini... ini putra dari-"
"Emillion," potong Alex tenang.
Cepat-cepat Karel menggelang tegas. "Tidak, saya tidak ingin tuan," tolak nya.
"Bukan kah bisnis mu hancur karna Emillion? Sekarang, kamu bisa membalas kan dendam mu dan kamu menolak nya mentah-mentah?" tanya Alex tenang.
"Aku sudah melupakan dendam itu."
"Aku menyuruh anak itu datang dua hari lagi, ku pikir kamu akan menuntas kan dendam mu, ternyata tidak."
Karel terdiam, "aku, sudah melupakan dendam lama, anak itu tidak bersalah, Emillion yang bersalah di sini, dan lelaki itu sudah-"
"Aku mengerti maksud mu, sekarang anak lelaki itu menderita, karna dosa ayah dan kakek nya sendiri."
"Biarkan dia hidup tenang tuan, kutukan itu cukup untuk membuat nya menderita, membunuh nya hanya menambah dosa ku," ujar Karel.
Alex menghembus kan nafas berat.
"Baiklah, aku juga akan melupakan dendam ku pada keluarga mereka," ujar Alex.
Karel megangguk.
"Alexa, satu-satu nya anak ku, satu-satu nya peninggalan istri ku Laras. Karna cinta nya dia pergi dengan cara begitu." Alex menggucek mata nya pelan.
"Aku mengerti tuan."
Alex menggangguk. "Keluar, kata kan pada dua penjaga di depan, rencana yang ku bilang di telfon itu batalkan saja, jangan lakukan apa-apa pada Cakrawala."
Karel sempat terkejut mendengar perkataan Alex, ternyata Alex sempat membuat rencana untuk mencelakai anak muda dalam foto tadi.
Karel mengangguk. "Saya permisi tuan," izin nya, lalu dia berdiri, dan beranjak dari hadapan Alex.
Setelah itu Karel keluar.
Meninggalkan Alex sendiri dalam ruangan, lelaki yang lebih mudah 10 tahun dari Alex itu tau, Alex akan menangis setelah ini.
Dan Cakra selamat.
Pukul 07.15
Renata duduk di kursih meja makan sendirian, hanya ada dia dan bibi – pembantu rumah tangga yang baru di pekerjakan Jason semalam di rumah, pagi-pagi sekali Jason dan Emily sudah pergi ke kantor untuk bekerja.
Sedang kan Bianca tidak pulang semalam, dia menginap di rumah teman nya, dengan alasan mengerjakan tugas.
Renata meneguk susu vanila nya, mengoles selai coklat ke selembar roti tawar lalu mengunyah.
Hari ini mereka akan melaksanakan persami.
Semua sisiwa/i berkumpul di halaman pukul 08.00, hampir seluruh murid kelas 12 ikut serta acara ini.
Beberapa siswa/i yang tidak ikut akan di beri tugas sesuai mata pelajaran hari itu,
Termasuk Cakrawala.
"Non, ada teman nya di depan, kata nya mau jemput non"
Bibi datang dari arah pintu depan, Renata meneguk susu hangat hingga dasar, lantas berdiri.
"Makasih ya bi." Dia tersenyum, di balas dengan senyuman bibi
"Kalau gitu bibi ke dapur ya non."
Renata mengangguk, gadis itu segera beranjak dari duduk nya, pergi menuju pintu utama.
Keluar pintu dan mendapati manusia yang seharus nya tidak ada di hadapan nya saat ini.
"Eh kok lu? Lian mana? Kan gua di jemput Lian?" Renata menatap pemuda di depan nya lama-lama, dia membuat janji dengan Lian semalam, tapi kenapa lelaki ini yang malah datang.
"Lian nya cosplay jadi gua," jawab Leo sekena nya.
"Mending lu ke sekolah duluan deh, gua berangkat sama Lian." Gadis itu mengerakkan tangan di udara, membentuk gerakan layak nya mengusir anak ayam.
"Enak aja lu ngusir-ngusir, ini rumah, rumah siapa hm?" Sanggah Leo cepat, lelaki itu menaik kan dagu nya.
"R-Rumah gua."
"Ya udah, karna ini rumah lu, gua kan jadi tamu, tamu itu gak boleh di usir, nggak sopan." Leo menoyor jidat perempuan di depan nya pelan.
Renata memukul kuat lengan lelaki itu, Leo meringis, itu lucu, dan tidak menyakitkan.
"Gua tau tamu harus di hormati, tapi lu kan tamu nggak di undang."
"Stop bacot, ini udah jam setengah delapan, nanti kita terlambat kan bisa kena omel sama guru-guru lak-"
"Uda di bilang gua sama Lian," potong Renata masih dengan pendirian yang sama.
"Lian uda di jemput Wisma dari jam 7 tadi."
Mata gadis itu melotot, "Bohong lu."
Leo menyilang kan tangan nya di depan dada membentuk huruf X yang besar, "Enggak," ucap nya sambil menggeleng.
"Gua telpon dulu, lu gak bisa di percaya." Renata mengeluarkan handphone nya dari saku jaket, lalu menelfon nomor Lian.
"Tut..tut..tut..tut.."
5 menit.
"Gak di angkat, tapi nyambung."
Dia beralih menatap Leo yang kini melipat tangan nya di depan dada sambil bersandar di dinding.
"Gua itung sampe tiga, jawab yes or no," aba-aba Leo.
Lelaki itu memejamkan mata nya.
"Satu."
"Dua."
Leo membuka mata nya perlahan saat tidak ada tanda-tanda gadis itu di depan mata nya.
"Nat," panggil nya sambil melihat sekitar.
Gadis itu bukan spesies hantu yang dapat menghilang dalam hitungan detik.
Renata keluar dari rumah dengan menyandang tas dan membawa satu tas jinjing kecil.
"Gua ikut sama lu."
"Gitu kek dari tadi, itu tas nya berat gak?"
Leo menunjuk tas di punggung Renata, gadis itu di buat sedikit membungkuk karna mengendong tas tersebut.
"Enggak," gadis itu berbohong.
Leo melepas paksatas yang ada di gendongan Renata. "Gua yang bawa, lu jalan duluan aja ke mobil."
Renata menurut, sesudah tas gadis itu ada di tangan Leo, Leo tertawa.
"Apaan sih Nat, ini tas ringan banget tapi lu bawa nya sampe bungkuk kek gitu."
Renata mencibir, "Bagi gua itu berat, bagi lu emang gak ada apa-apa nya, kalau gak ikhlas biar gua yang bawa!"
"Dih baperan, cepetan masuk, gua mau letak tas di kursih belakang," titah Leo.
Tanpa menggubris perkataan Leo, Renata pergi dan masuk duluan ke bangku yang sudah pernah dia duduki sebelum nya.
Dari posisi nya Leo menatap punggung mungil gadis itu. "Cewek dimana-mana memang baperan nya kelewatan anjir," bisik nya pelan.
Sangat pelan namun tampak nya sepekan apapun dia berucap itu hanya akan Sia-sia.
"LEO!! GUA DENGER YA!!"