Leo mulai merasa hawa sekitar nya mendingin, hembusan angin yang lebih kencang membuat tingkat kedinginan nya meningkat.
Dia mengosok kan kedua telapak tangan nya, berusaha membuat diri nya sedikit hangat, dan dia gagal.
"Nat gua pake ya," izin nya.
Renata kembali menoleh. "Dingin ya Le? Maaf ya, pake aja."
Leo segera mengenakan hoodie nya lagi, beruntung dia membawa nya dari tadi, dan ternyata Hoodie ini sangat membantu, selain untuk menghangatkan diri nya, ini juga menambah tingkat ke tampanan nya.
"Hangat."
"Gue mau disini lama-lama, disini tenang banget," ujar Renata.
"Oh iya Le."
Leo menjawab dengan deheman. "Lo ruang berapa?" tanya gadis itu.
"Gue ruang 12," jawab nya.
"Oo gua ru-"
"Lo ruang 17," potong Leo sebelum Renata menyelesaikan perkataannya.
"Tau dari mana?"
"Nggak penting," jawab Leo.
"Berarti lu seruang sama Nanda sama Cakra, tapi tadi pas gua ke ruang itu lu gak ada, Lo kemana? Lo bolos?" tanya Renata mengintrogasi.
"Lo nyari Cakra?"
Alih-alih menjawab, Leo malah balas bertanya dengan topik lain.
"Gue nyari Nanda, kok lu tadi gak ada di sana? Lo bolos Le?" Renata menggulangi pertanyaan nya.
Leo merasa lega ketika mendengar jawaban Renata yang tidak mencari Cakra.
"Gue tadi kena hukum, terus ujian di ruang kepsek, tapi asik loh, gua bisa ngemil kacang di meja kepsek pas kepsek keluar, gua rebahan sambil nonton."
"Dasar, kalau lu tinggal kelas, mampus!"
"Gak bakal, santai aja."
"Itu lebih baik dari pada harus seruang sama pengkhianat," bisik Leo pelan, bahkan Renata yang duduk di samping nya ini tidak dapat mendengar perkataan nya.
"Lo sekelas sama Sean, pasti enak kan?" tebak Leo yang sudah tentu benar.
Renata mengangguk bersemangat, bagi nya mendapat kelas yang sama dengan Sean adalah anugrah.
"Wah iya dong, kami bisa berkolaborasi dengan baik."
"Kalau nilai lu bagus berarti hasil nyontek."
"Enak aja lu, kami Cuma barter jawaban yang emang udah gak ngerti lagi, dan itu Cuma satu dua soal," Renata mencibir.
"Banyak alasan."
"Dari pada lu, pasti lu liat google," tebak Renata, dan itu tebakan yang benar.
"Iya, gua gak tau lagi mau nyari jawaban kemana, ya gas aja liat google, guru yang ngawasin juga gak ada," jawab nya asal.
"Gue gak kek Sean yang pintar pake banget," timpal Leo.
"Emang."
"Udah ah, antar gua pulang, harus belajar buat ujian besok," ajak Renata.
"Ya udah ayo."
"Eh Nat, gua bisa minta lu ajarin gua kan?"
"Telat Lu, ini udah ujian, gua mau fokus asah otak gua."
"Iya sekalian lu asah otak, asah juga otak gua."
Leo menaik turun kan alis nya, berusaha membuat tampang ter oke di wajah nya yang memang sudah oke.
"Gue asah pake pisau, mau?" Renata menyeringai.
Leo bergidik setelah mendengar perkataan Renata, dan sial nya dia ikut membayangkan hal itu.
"Kesambet Lo."
***
"Renata sudah bangun sayang," Sapa Emily saat melihat putri semata wayang nya yang baru saja keluar dari kamar dengan keadaan khas bangun tidur.
Renata mengangguk, lalu mengucek mata nya sebentar, "Morning mam," sahut nya, lalu menghampiri Emily yang sibuk dengan piring nasi goreng di meja makan.
"Sini duduk, mama uda masak makanan kesukaan kamu, sekalian ada yang mau mama bicarain."
Mendengar ini, Renata heran, biasa nya Emily akan langsung bicara tanpa pembukaan atau pemberitahuan, sepenting apa topik kali ini?
"Serius banget ma, bicara tentang apa?" Renata duduk, begitu juga sang mama.
Emily mengambil nafas sebentar, Renata menyuap nasi goreng nya yang masih hangat.
"Mama mau menikah lagi saya-"
"Ekh!!"
Mendengar ini makanan yang hampir masuk ke perut nya jadi tersangkut di kerongkongan.
"Minum nak."
Emily memberikan segelas air putih, lalu Renata segera menerima dan meneguk nya.
"Mak..maksud mama apa, menikah gimana?" tanya Renata terbata berharap pendengaran nya salah. Salah total.
"Mama mau menikah lagi," ulang Emily
"Kamu senang kan nak? Punya sosok ayah lagi?" kata Emily dengan bersemangat.
Renata tersenyum, jauh di lubuk hati nya dia merasa sangat kecewa, bagaimana bisa dia mendengar kata-kata itu dari mulut Mama nya sendiri?
"Mama lupain papa?" pertanyaan itu adalah pertanyaan utama yang bersarang di kepala Renata.
Raut wajah Emily berubah menjadi senduh, "Mama tidak pernah bilang kalau mama akan melupakan papa bukan?" Emily tersenyum, lalu mengelus puncak kepala anak gadis nya.
"Mama yakin? Mama bahagia dengan calon yang mama pilih?" introgasi Renata.
"Mama bahagia, dan kebahagian mama akan lebih besar jika kamu juga bahagia nak." Mendengar ini Renata menghela napas nya pelan, lalu tersenyum.
"Kalau gitu, Renata juga bahagia," iklhas nya, lalu dia meneguk air putih nya.
Tapi tunggu "Calon ayah baru ku, punya anak ma?"
"Kamu tau?" alih-alih menjawab Emily balik bertanya.
"Iya nak, dia punya anak setahun lebih tua dari kamu, dia anak yang sopan beberapa kali mama bertemu dengan nya, mama harap dia bisa jadi kakak atau sahabat kamu, dia anak yang manis, nama nya Bianca."
Deg
Akhir kata Emily membuat pukulan keras terhadap Renata.
"Bi,Bianca ma?" bata nya, Emily mengangguk.
"Sayang, bersiap lah pergi sekolah, nanti telat ujian," titah Emily setelah melihat arloji nya, untuk kesekian kali nya Renata mengangguk, dan kembali masuk ke kamar untuk bersiap.
Renata duduk di sisi ranjang, sungguh dia ingin tidak setuju dengan pernikahan ini, terlebih dia tidak mau bersaudara dengan nenek lampir sekolah.
Hidup nya akan seperti neraka nanti. Tapi apa boleh buat, dia mau mama nya bahagia, sebagai anak dia tidak ada hak sama sekali untuk mengatur kehidupan Emily.
Jika Emily bahagia, dia akan bahagia, tapi jika Emily bahagia dan dia tidak, itu derita nya, dia tidak mau kebahagiaan Emily tersendat hanya karna diri nya.
Renata segera beranjak ke kamar mandi, lalu membersihkan diri dan memakai seragam, setelah rapi dia keluar menyalami tangan Emily seperti biasa, dan segara pergi ke sekolah.
20 menit sebelum pagar di tutup gadis itu tiba, dia segera menuju ruang ujian yang lumayan ramai, dia masuk, dan di samping meja nya Sean duduk sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong.
Renata menghampiri lelaki itu. "Sean" sapa nya basa basi.
Sean tidak menjawab, masih melamun, entah apa yang dia lamun kan, terkadang lelaki bisa jadi gila hanya karna satu perempuan.
"Sean." Renata melambai-lambai kan tangan nya di depan wajah lelaki itu.
"Eh, Nat, maaf gua nggak sadar, kenapa?"
"Gak ada, lu ngelamunin apa Sean? Akhir-akhir ini gua liat lu murung terus, lu lagi banyak masalah ya?"
berbohong
"Gak, gua lagi mager aja," jelas dari jawaban itu dia berbohong.
Renata yang hanya ber oh saja, pasal nya dia juga memang lagi memikir kan sesuatu yang berat.