Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 31 - Tersiksa di Rumah Sendiri

Chapter 31 - Tersiksa di Rumah Sendiri

"Lu sendiri, muka lu murung, kenapa?" tanya Sean balik.

"Gak ada," jawab nya cepat.

"Gua tau lu lagi ada masalah, kalau lu mau cerita gua bisa jadi pendengar yang baik buat lu."

"Maksud lu bilang gitu apa Se?"

Bukan Renata, tapi Leo yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

"Lu caper sama Renata?" tanya Leo dengan nada yang lebih keras dan terdengar tidak bersahabat.

"Le."

"Lu mau modusin Renata buat jadi pelampiasan karna-"

"Gua gak ada maksud Le!" potong Sean, dia tidak ingin nama Dara di sebut dan di bawa-bawa dalam ke salah pahaman seperti ini.

"Gua Cuma liat Renata murung doang, terus nanya dia kenapa dan gua mau di jadiin teman curhat emang salah nya dimana?" sambung Sean mengklarifikasi.

"Kata-kata lu tadi tu kata-kata buaya! Jijik gua dengar nya!" Leo mengumpat.

"Lu cemburu?" Perkataan Sean membuat Renata kaget.

"Gak."

Jawaban yang terlontar dari mulut Leo lagi-lagi adalah kebohongan.

"Terus ngapain lu segitu nya ke Renata?"

"Bel bunyi, gua balik."

Leo segera beranjak, menyisakan tatapan-tatapan mengagumi di ruang itu, hari ini bel masuk menjadi penyelamat bagi nya, bagus.

Renata terdiam di kursih nya, melihat drama yang cukup bagus tadi membuat dia terheran heran. Tidak lama setelah Leo keluar, guru pengawas datang, nampak nya otak mereka akan segara di uji dalam beberapa waktu lagi.

Sebentar Renata menatap Sean, Sean mengerti arti itu, lelaki itu menyemat kan senyum di bibir nya, lantas mengangguk.

Dan dia baru menyadari sesuatu. Tatapan itu.

Tatapan yang Renata miliki sama dengan tatapan yang dimiliki Dara, teduh dan membuat diri nya merasa nyaman.

Renata sudah menormalkan posisi kepala nya, tidak lagi menatap Sean, tetapi lelaki itu masih terpaku menatap Renata.

"Gua..gua kenapa?" Gumam Sean, dia mengerjap-ngerjakan mata nya, lupakan segala nya.

***

Renata menghembuskan napas nya pelan, sekarang dia ada di cafe depan sekolah, menunggu Lian yang kata nya akan datang.

Beberapa kali bel tanda orang berkunjung masuk ke dalam cafe berbunyi, dan dia menoleh, tapi bukan Lian melainkan orang lain.

Dia memainkan handphone nya, beberapa kali membalas chat dari group dan chat pribadi.

"Nat," sapaan itu membuat dia menoleh, akhir nya Lian datang.

Lian duduk tanpa aba-aba. "Jadi, lu mau bicara apa?" tanya Lian, tentu saja dia heran, pasal nya Renata tidak biasa membuat janji seperti ini.

"Mama mau nikah lagi Li," kata nya senduh, kepala Renata tertunduk.

Mendengar ini Lian jadi ikutan bergidik ngeri, "Yang bener aja kalau ngomong Nat," ujar nya.

Renata mengangguk.

"Sama siapa?" tanya Lian.

"Bokap kak Bianca."

Lian menepuk jidat nya, "Lu setuju?"

Lagi lagi Renata mengangguk.

"Napa lu setuju Nat? Lu tau kan Bianca tu gimana?!" ujar Lian berapi.

"Mama bahagia, dan itu pasti juga buat gua bahagia, gua gakpapa kok." Dia mengakhiri perkataan nya dengan seulas senyum.

"Ya tapi-"

Tepat saat itu ponsel Lian bergetar di saku.

"Ya Ma, hallo."

"oke, Lian pulang, 20 menit lagi nyampe rumah deh."

"Ini lagi bareng Renata."

"Iya ma, see you."

Telpon di putus oleh ke dua pihak, Lian meletakkan handphone nya di atas meja.

"Lu pulang?"

"Iya gua di suruh nyokap, acara keluarga kata nya."

"Tapi kata bunda, kalau lu mau ikut boleh, bunda malah senang banget," kata Lian riang.

Renata menggeleng, "Acara keluar, merasa nggak enak gua kalau ikut ikutan."

"Ya udah, gua duluan ya Nat, hati-hati Lu, jangan banyak pikiran." Lian berdiri.

"Lu juga hati-hati Li," balas Renata, usai itu Lian keluar dari cafe.

"Gimana jadi nya kalau mama nikah sama bokap nya kak Bianca nanti?" gumam nya, di satu sisi dia bahagia melihat Emily bisa tersenyum lagi, namun di sisi lain, dia takut hal buruk di otak nya akan terjadi.

Apalagi kata-kata Leo tempo hari membuat nya semakin terpuruk, dan terlebih dia tidak ingin jika ada lelaki lain yang mengantikan posisi Jack sebagai ayah dan suami dari mama nya, Emily.

Yang harus dia lakukan sekarang hanyalah pasrah, dia yakin keputusan Emily ada lah yang terbaik, dan semoga saja memang benar-benar yang terbaik.

Dia menyeruput kopi susu nya beberapa kali, lalu segera berdiri dan pergi ke kasir untuk membayar semua, setelah itu dia keluar dari cafe.

Melirik sekeliling sebentar, tapi mata nya menangkap sosok familiar.

"Leo," gumam nya, dia menghampiri lelaki itu, lelaki yang membelakangi nya.

"Leo."

Renata menepuk pundak lelaki itu beberapa kali, hingga orang itu membalik kan badan.

"Kenapa teh?"

"Ma-maaf salah orang."

Satu bulan setelah ke naikan kelas, sekarang Renata sudah duduk di bangku kelas 3 SMA dengan teman seperjuangan, dan itu arti nya, mereka menjadi senior yang paling tinggi di tingkat SMA.

Tidak ada lagi kakak kelas yang semena-mena, itu cukup membuat suasana tenang tercipta , tapi tidak jika dia sedang di rumah, ketenangan itu hancur, kini rumah bukan lagi tempat yang aman untuk dia pulang dan tinggal.

Bianca. Gadis itu sudah menjadi bagian keluarga Renata sekarang, walau hanya saudara tiri, tapi hal itu membuat perubahan yang besar, gadis yang lebih tua satu tahun dari dia membuat rumah yang awal nya seperti surga menjadi bagai neraka.

Mama dan ayah tiri Renata sedang berada di luar kota, hal ini terjadi karna ada pekerjaan yang harus di urus mereka berdua.

Pekerjaan itu memakan waktu seminggu , dan selama 1 minggu Emily dan Josen mengurus segala keperluan di pekerjaan mereka, ini adalah hari ke 6 dan itu arti nya mereka akan pulang besok sore.

Syukurlah, penderitaan ini akan segera berakhir.

Renata duduk di kursih belajar nya, dia baru saja selesai mengerjakan pr matematika. Melihat jam dinding , ternyata sekarang pukul 20.10, tangan mungil gadis itu memegangi perut nya yang mulai keroncongan, sejak pagi dia tidak mengunyah apapun kecuali roti bakar dari Lian.

Semua uang yang di beri Jason selama mereka pergi di percayakan pada Bianca, tentu saja dengan alasan gadis itu lebih tua dari Renata dan sikap nya yang seperti malaikat saat bersama Emily dan Jason.

Sebalik nya saat mama tiri dan papa nya itu pergi, dia akan merubah rumah menjadi neraka dan akan berperan layak nya iblis.

Memuak kan.

Bianca hanya memberi dua lembar uang seratus ribu, dan karna pembayaran buku awal pelajaran juga mendesak Renata, alhasil uang nya di gunakan untuk membayar sebagian uang buku, tepat nya menyicil.

Tidak sarapan di rumah sudah menjadi rutinitas paksaan, dan saat di sekolah gadis itu akan berusaha untuk mendapat kan pengisi perut walau hanya roti dengan harga yang murah, dan saat makan malam, antara bisa makan dan tidak. Jika makan pun hanya mie instan.

Renata keluar dari kamar, menuruni satu persatu anak tangga, posisi kamar nya di ubah, ini sangat tidak adil dan tidak menyenangkan.

Tapi dia masih bersyukur Jason masih menuruti keinginan nya untuk tetap tinggal di rumah peninggalan Jack , itu pun setelah dia memohon.

Renata turun beranjak ke dapur dengan harapan yang besar, berharap jika ada makanan yang tersisa untuk nya.

Dia sampai di sana, dan untuk kesekian kali nya tidak ada makanan apapun, selain mie instan dan beberapa bahan mentah yang tidak lengkap.

Roti tawar yang hanya tinggal bungkus nya, kesal dan pasrah gadis itu meneguk satu gelas air putih.

Bagaimana bisa dia tersiksa seperti ini dirumah nya sendiri?