Renata memutar-mutar ponsel nya, bingung apa yang harus dia lakukan, kepala nya sudah tidak cukup memory untuk menyimpan materi pelajaran lebih banyak lagi, rasa nya dia lelah, lelah sekali.
Sial nya besok adalah hari ujian semester genap yang pertama, kelas akan di bagi-bagi sesuai urutan nomor yang di berikan pihak sekolah, inti nya dia berharap agar bisa seruang ujian dengan Lian, walau dia tau tidak akan ada yang berubah walau sekelas dengan gadis itu, namun setidak nya jika ada Lian, dia akan merasa lebih
nyaman.
Renata masih setia menunggu informasi dari wali kelas tentang pembagian ruang ujian, untuk mengetahui apakah dia akan beruntung kali ini. Dia menatap jam di gital di layar handphone nya. Pukul 20.07.
Jujur dia sudah mengantuk, ingin sekali tidur, tapi rasa nya malas, aneh.
Setelah berdebat dengan diri nya sendiri, finish nya Renata meletak kan benda persegi panjang itu di nakas, lalu mulai memejamkan mata , bergerakgerak di atas kasur guna mencari tempat yang nyaman untuk tertidur.
Ini memang masih terlalu cepat untuk jam tidur, tapi sekarang dia merasa sangat lelah sekali, ingin cepat pergi jalan-jalan ke alam mimpi, dia memeluk guling nya, lalu mulai membayangbayang kan sesuatu yang akan membuat nya terlelap.
Tanpa aba-aba gadis itu mata nya sudah terpejam sempurna, kesadaran nya juga sudah tidak lagi full, dan dia terlelap di atas kasur, entah sekarang dia sudah masuk ke alam mimpi atau justru tidak bermimpi sama sekali?
Yang tepat nya dia tidur dan itu lelap.
***
Leo yang sempat terlelap di sofa ruang TV tiba-tiba terbangun mendengar suara gaduh dari kamar orang tua nya di lantai dua, sial! bisa-bisa nya dia terbangun di saat seperti ini.
Baru saja dia mencoba mengistirahatkan otak nya yang sedang banyak pikiran, tapi ada saja orang yang mau menambah pikiran nya lagi.
Leo mengerang, ingin sekali rasa nya dia
memecahkan meja kaca di hadapan nya ini.
Dia segera menaiki anak tangga satu persatu, langkah nya sedikit di hentak agar cepat, apa lagi yang orang tua nya lakukan? berdebat? pasti.
Leo tiba di depan kamar orang tua nya pintu kamar Rian dan Cindy memang tidak sedang terkunci, kali ini mereka bertengkar, lagi.
Leo menatap bergantian ke arah pasangan yang tengah beradu mulut serta pecahan guci-guci dan kaca bingkai foto. Lalu dia menggeleng-geleng kan kepalanya.
Leo merasa orang tua nya selalu bertengkar secara konyol, memecahkan perabotan karna sebuah perdebatan sungguh hal bodoh.
"Terus! Terus aja kelai kek gini! mama sama papa tu kek anak-anak?! Ud-"
"Sejak kapan kamu di situ Leo?"
Tanya Cindy saat melihat putra nya berdiri di depan kamar.
Cindy tidak memperdulikan bentakan Leo yang memang sangat terbawa emosi.
"Entah. Coba tanya sama laptop atau berkas-berkas kalian!" Leo meraih vas bunga terdekat lalu membuang nya ke arah Cindy dan Rian hingga pecah.
"Anak kurang ajar!"
Leo tersenyum miring, jika saja dia tidak mengontrol emosi nya tadi, mungkin dia bisa melempar vas bunga yang lebih besar lagi dan membuat mereka terluka.
Bugh!
Rian menyambar wajah Leo dengan tangan kekar nya, alhasil sudut bibir lelaki itu terluka, Cindy memalingkan wajah nya ngeri saat melihat kejadian itu, Cindy phobia dengan darah.
Leo memegang sudut bibir nya yang berdarah, mata nya menatap Rian marah. "Dasar gila kerja! Lupa anak lagi. Lu gila?!"
"Sudah untung saya masih mau menganggap kamu anak!"
"Sudah Rian! Kamu tidak boleh menyentuh putra ku lagi!"
Leo menyematkan senyum miring, berdecih
pelan, muak dengan keadaan.
"Buat apa pertahanin hubungan yang nggak
pernah damai?"
Pertanyaan anak itu terlontar halus dari mulut nya, tapi setiap kata penuh dengan penekanan yang tajam, sorot mata nya menampak kan tatapan penuh amarah.
"Jika tidak ayah ku, mungkin kau sudah tidak ada lagi di dunia." Leo menggertak kan gigi nya.
Leo benci keadaan rumah yang seperti neraka, jika Cindy dan Rian sudah tidak dapat mempertahankan suatu hubungan yang di sebut rumah tangga, kenapa tidak cerai saja.
"Selamat bersenang-senang, jangan lupa mecahin barang yang lain, yang ini jangan sampe absen!"
Leo menunjuk Vas bunga besar di atas meja samping pintu kamar Cindy dan Rian.
Beberapa tetes darah jatuh dari bibir nya, Rian menatap anak itu dengan mata memerah. Sementara Cindy hanya dapat melihat putra nya yang sangat menyedihkan saat ini.
Leo pergi dari lantai dua turun ke lantai dasar, persetan dengan kejadian tadi, inti nya dia harus pergi dari rumah neraka ini.
Dia menuruni satu persatu anak tangga dengan langkah penuh penekanan, bahkan dengan posisi yang sudah hampir menginjak lantai dasar suara Rian dan Cindy yang saling membentak masih dapat terdengar jelas.
Ingin sekali Leo merenggut pita suara itu, telinga nya akan pecah jika terus mendengar suara-suara tinggi mereka.
Remaja itu segera pergi ke sofa untuk mengambil jaket yang dia tinggal kan di sana serta kunci motor.
Lalu pergi ke pintu utama, Leo melayang kan tinju keras nya di tembok sebelum keluar, anggap saja itu pelampiasan alternatif dari amarah nya sekarang.
Dia tidak tau akan kemana, sesegera mungkin Leo menaiki motor nya, lalu melesat pergi bersama angin malam, membelah jalanan yang tengah padat dengan berbagai kendaraan. Baiklah dia tau akan kemana.
Di tengah ramai nya jalan dia memacu motor nya dengan kecepatan di atas rata-rata, berkali-kali lelaki dengan jaket hitam itu mendapat bunyi klakson yang saling bersahutan, nampak nya dia cari mati dengan kelakuan nya ini.
Leo tersenyum getir saat dia menerima caci maki pengendara yang dia buat harus rem mendadak, bukan apa-apa mungkin remaja itu hanya mau melampiaskan amarah dan kekecewaan nya dengan cara menggila seperti ini, tapi itu tetap salah.
Tidak lama kemudian motor Leo memasuki gang yang sudah sepi, tampak nya penghuni rumah di gang ini mengurung diri masing-masing atau ada rumah yang memang benar-benar kosong. Tapi Leo tidak peduli.
Dia memarkirkan motor nya sedikit jauh dari rumah yang akan dia kunjungi, lalu berjalan menuju rumah itu dengan mata berkaca, terkadang lelaki akan menangis jika sesuatu yang dia alami memang tidak bisa dia tahan lagi sakit nya, tapi ingat, bukan berarti laki-laki tersebut dapat di katakan cengeng.
Dia memanjat pagar dengan lihai, lalu melompat ke dalam dan pergi menuju jendela kamar seseorang, tidak perlu di rahasiakan itu rumah dan kamar siapa, Renata. Hanya gadis itu yang ada di otak nya saat ini. Ya tentu saja itu Renata