Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 24 - Ada yang Aneh

Chapter 24 - Ada yang Aneh

Renata berjalan di koridor sekolah, masih teringat di benak nya dengan tingkah Emily yang terbilang tidak biasa.

Emily tampak sangat senang dari hari-hari sebelum nya, Renata sudah berusaha mengingat ada apa di hari ini, namun, tampak nya hari ini biasa-biasa saja, tidak ada yang spesial.

Bahkan Emily sangat bersemangat untuk sekedar pergi bekerja, itu memang terdengar biasa, tapi bagi Renata, orang yang selalu bersama dengan

Emily, itu adalah hal luar biasa. Renata lebih mengenal Emily.

Bagi Renata, Emily akan selalu terlihat sama, tapi di hari ini seperti ada yang mengganjal.

Renata menepis semua hal yang sempat terlintas di benak nya, inti nya Emily bahagia, dan dia senang, itu pasti, tapi kenapa kali ini dia sedikit ragu.

Aneh.

Bruk.

Dengan tidak sengaja nya gadis itu menabrak seorang yang ber jalan berlawanan arah dengan nya, tapi setidak nya mereka tidak terjatuh seperti saat menabrak Leo tempo hari.

Namun jika di lihat dari tingkat ke sialan, kali ini Renata merasa lebih sial dari pada waktu menabrak Leo.

Dia Via, ratu ghibah kelas 11 IPA 4.

"Eh, maaf Vi, tadi gua gak konsen, sorry ya"

"No problem, tapi lain kali pikiran nya jangan kemana-mana, untung yang lu tabrak itu gua, kalau orang lain kan belum tentu sebaik gua."

"lya Vi lain kali gua bakal konsen, gua ke kelas dulu ya."

"Eh Nat!" panggilan gadis itu membuat langkah Renata tertahan.

"Kenapa?" heran nya, bukan nya Via bilang dia tidak apa-apa, lalu apa lagi?

"Denger-denger nyo-"

"Eh gak jadi, gua lupa bye!"

Via terlihat sedikit kikuk, mungkin dia takut bila topik yang akan di jadikan bahan pembicaraan membuat Renata risih atau semacam nya.

Renata melirik penuh tanya pada Via, tidak biasa nya biang gosip lupa dengan suatu hal yang akan di jadikan topik pembicaraan ?

Oke hari ini kejanggalan bertambah satu, bukan hanya sikap Emily, namun juga sikap Via.

Tapi sudah lah, lupakan, mungkin memang diri nya yang sedikit sensitive hari ini.

Atau mungkin sebalik nya?

Renata melanjutkan langkah nya, menghiraukan Via yang tidak jelas, ada banyak hal yang harus dia lakukan selain memikirkan keanehan di pagi hari ini.

Baru pagi, namun sudah ada yang aneh-aneh saja.

***

Gadis itu sampai di kelas dan mendapati Nanda yang sudah duduk rapi di bangku, dia menghampiri sahabat nya itu.

"Nat," sapa Lian yang melihat Renata mendekat kearah nya, lalu dia kembali fokus pada layar ponsel nya.

Renata duduk, membalas sapaan itu dengan senyuman.

"Li, gua ngerasa ada yang aneh deh hari ini." Renata membuka topik pembicaraan nya, nampak nya, dia tidak berhasil melupakan keanehan itu.

"Masih pagi, lu gak usa berhalusinasi dulu deh." Lian acuh mendengar pernyataan Renata yang dia anggap lebih aneh.

Renata meletakkan tangan nya di atas permukaan meja.

"Serius." Memang tidak ada embel-embel bercanda di nada bicara Renata.

"Emangnya apa?"

"Tadi mama sikap nya gak biasa, dia senang banget, gak biasa nya mama sesenang itu, dan gua curiga ada yang beda di sini, firasat gua juga gak enak, gua resah dan risih."

Mendengar ini Lian tertawa, Lian merasa perkataan Renata ini adalah hal konyol.

"Apa? Gimana-gimana? Lu liat nyokap lu senang dan lu heran? Lu risih? Lu resah? yang benar aja deh Nat, itu nyokap lu, dan lu gak senang liat Tante Emily bahagia?" Lian menepuk jidat nya, sebenar nya pikiran Renata ini kenapa?

"Ya gua senang lah, tapi gak biasa nya, kek ada yang beda, yang buat gua risih."

Renata mengedikan bahu nya, jadi di sini yang salah dia atau mereka?

"Lu tau? tadi gue juga ketemu Via, terus dia kek mau ngomong, tapi tiba-tiba dia lupa, gak biasa kan?"

"Astaga Nat! Banyak orang yang kek Via, lupa sama omongan nya sendiri, gua juga sering, lu juga pernah kan?" Lian menatap Renata, heran.

Renata tidak membalas tatapan Lian, dia sibuk dengan pikiran nya dan menghadap kedepan, ke papan tulis.

"Apa cuma firasat gua doang ya?" Gadis itu mengerutkan kening nya.

***

Motor sport Cakra berhenti di depan gedung Rumah Sakit, dia masuk ke dalam bangunan besar itu, menanyakan ke meja resepsionis, pasalnya Sean atau pun Leo tidak memberi tahu nya kamar di mana Dara di rawat, mereka hanya memberi tau tempat nya, untuk ruangan, Cakra bisa mencari sendiri. Anggap saja ini perjuangan.

Setelah tau di mana ruang rawat Dara, Cakra pergi melangkahkan kaki nya ke sana, demi Dara dia rela membolos, tidak peduli jika sebentar lagi ujian akan berlangsung, inti nya dia harus bertemu

Dara, secepat nya. Walau dia tau bahwa gadis itu tidak sadarkan diri. "Makasih,sus."

Setelah mengatakan dua kata itu, Cakra menelusuri koridor rumah sakit, dia mencari ruang rawat yang di beri tahu suster tadi.

Cakra berhenti di depan ruang yang sukses membuat nya terpaku, susah payah dia menelan saliva nya yang terasa kaku dan berat, dia mulai berkeringat dingin, kenapa susah sekali bertemu seseorang yang pernah meramaikan hidup nya saat itu?

Cakra rindu dengan Dara. Sungguh.

Tangan lelaki itu memegang kenop pintu dengan ragu, siap tak siap nyata nya diri nya harus siap, dia berdiri di sini bukan sekedar karna dia ingin, tapi ini garis takdir, dan langkah selanjut nya adalah menekan ke bawah kenop itu. Percaya lah, ini sangat sulit bagi nya.

Hati dan otak nya terus berdebat, hati nya memaksa untuk masuk, namun otak nya terlalu takut untuk melakukan hal itu, dia sudah kehilangan dua orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya, orang tua nya, dan sebenar nya bukan hanya orang tua nya. Jujur Cakra trauma dengan masa lalu.

Setelah 10 menit berdiri kaku seperti manekin di depan pintu, Cakra menekan ke bawah kenop pintu, kaki nya gemetar, jantung nya berdegup lebih kencang.

Lupakan.

Kenop pintu terbuka seiring kenop pintu yang tertekan kebawah.

Cakra melangkah kan kaki nya yang gontai, mata nya sedikit terpejam, dia resah.

Setelah masuk dengan sempurna, Indra penglihatan Cakra terarah sempurna pada ranjang putih di tengah ruang, hati nya seakan teriris oleh pisau tajam, rasa sakit yang dia rasakan kembali datang, kaki nya bergetar , melihat orang yang di cintai nya ter baring lemah bukan lah sebuah hal yang pernah dia ingin kan.

Bruk!

Tubuh lelaki itu terjatuh tidak berdaya ke lantai yang dingin, tidak terasa dia menangis, matanya meneteskan air bening yang tidak dia duga sebelum nya.

"Gue selemah dan tidak seberguna ini?" jeritnya dalam hati.

Dan ini lah Cakra, dia lemah, namun hanya di tempat tertutup saja.

Tidak lama seseorang masuk ke dalam lewat celah pintu yang sedikit terbuka, pria dengan stelan jas putih dan stetoskop yang tergantung sempurna di leher nya.

"Hm, hallo, kenapa duduk dilantai? dan kamu siapa? bukan Leo atau Sean," tanya dokter itu, sejujur nya dia tau Cakra sedang kacau, bahkan sangat, namun yang dia tidak tau, Cakra ini siapa?

Cakra menghapus kasar air matanya, lalu dia bangkit.

"Maaf dok, saya Cakra," Cakra memperkenalkan diri.

"Oke Cakra, saya dokter Gama." Cakra mengangguk, lalu mereka berjabat tangan.

"Saya boleh periksa keadaan Dara dulu?"

Cakra mengangguk setelah jabatan tangan mereka di lepas.

Dokter itu masuk lebih dalam, memeriksa keadaan Dara, untuk kesekian kali nya.

"Gimana dok?"

"Belum ada kemajuan, sebelum nya maaf, jika boleh tau Cakra ini siapa nya pasien Dara? saya belum pernah melihat anda sebelum ini?" Tanya Gama, memang benar, ini kali pertama Cakra kesini.

"Saya teman nya dok, saya memang baru bisa menjenguk nya sekarang, dan saya menyesal," jawab nya parau.

"Oke, maaf semisal nya saya terlalu banyak tanya, kalau begitu saya permisi dulu, tapi apa kamu tidak sekolah?" Dokter itu mewawancarainya, ini memang situasi tidak mengenakan.

"Bolos dok," jawab Cakra sekena nya.

"Maaf Cakra, kalau boleh saya saran kan, kamu sekolah saja dulu, lagi pula pasien Dara masih seperti ini keadaa nya, dan sebentar lagi buka nya akan ujian? Dan jika kamu memang khawatir dengan kondisi teman mu ini, silahkan tinggalkan nomor telpon, jika ada sesuatu kami akan mengabari mu juga."

Kali ini suster yang berbicara, Cakra memikirkan apa yang dibilang dokter dan suster itu memang benar. "Kamu bisa kembali lagi nanti."

Dokter itu pun mengakhiri pembicaraan nya dengan tersenyum, lalu dia berlalu bersama suster yang melontarkan senyum pada Cakra.

***