Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 23 - Tidak Cospla Menjadi Pemeran Novel

Chapter 23 - Tidak Cospla Menjadi Pemeran Novel

Gibran mengunyah kripik nya dengan sangat berwibawa. "Gitu-gitu seragam Bina Bangsa juga ya Le," timpalnya bersamaan dengan senyum ingin memangsa.

"lya nih si Leo agak ngga ngotak, seragam sekolah sendiri dibilang seragam gak modal dan gak jelas, kek hidup nya jelas aja."

Arga membenarkan perkataan Gibran dan menambahkan sindiran jutsu untuk Leo.

"Emang gak modal, kalau modal warna nya beda-beda dong, apaan coba putih abu-abu semua, kek gak ada unsur kehidupan nya aja."

Leo sangat keras kepala, jika yang ada di otak nya adalah sebuah penolakan, maka dia akan berusaha untuk menolak hal itu, dan sekarang yang jadi perdebatan adalah seragam sekolah nya sendiri. "Kalau beda-beda gak seragam nama nya sayang."

Wisma memukul lengan Leo dengan gaya manja nya, gaya nya yang yang seperti itu akan membuat Leo terdiam dan bergidik ngeri, itu tujuan Wisma yang sebenar nya. "Homo."

Lian mengunyah kripik kentang yang entah milik siapa, bagi nya selama ada makanan di depan mata dan masih milik orang yang dia kenal, tidak ada salah nya untuk di makan bukan?

"Apa sih sayang, jelas-jelas aku aku sama kamu, Si Leo mah buang aja ke kutub utara sana, biar mati kepanasan."

"Kutub utara dingin, yang ada Leo mati di makan beruang." Arga menanggapi perkataan Wisma yang bagi nya melenceng dari kenyataan.

Laskar menoyor kepala Arga pelan. "Demen banget lu pada kalo gua mati."

Arga meringis, walau sebenar nya itu tidak ada sakit-sakit nya sama sekali.

"Jijik!" umpat Wisma geli.

"Oiya btw Sean mana? kok gak keliatan dari tadi?"

Pertanyaan Renata membuyarkan obrolan mereka, terutama Indra penglihatan Leo yang langsung menoleh ke arah nya.

"Sean sibuk sama buku nya, dia mau fokusin diri buat ujian," jawab Leo seadanya.

"Cie, yang nyariin ikan curut," goda Arga,

"Ekhem, ekhem, ada yang mulai ekhem-ekhem nih sama Sean," pancing Gibran. Ingin menyudutkan Renata.

Jangan tanya tentang Arga dan Gibran, mereka paling suka dengan bagian menyudutkan seseorang, dalam hal dan keadaan apapun itu. Ya, seperti nya sudah menjadi kebiasaan mereka.

Sebenarnya Renata cuma sekedar basa-basi menanyakan keadaan Sean. Lagian dia juga sedang tidak ada di sini. Jadi terasa aneh jika Sean tidak ada. Seakan tidak terasa lengkap.

"Lebih baik lu berdua diam, nanti ada yang kebakar api cemburu."

Wisma memberi kode, benar, dari tadi telinga Leo terasa panas mendengar godaan mereka pada Renata tentang Sean.

Leo berusaha membuat diri nya setenang mungkin, dia berusaha untuk membuang jauh-jauh rasa cemburu yang menurut nya sangat kecil konyol ini.

"Bisik. siapa yang mau cemburu sama dia, peduli aja gua enggak."

Leo menunjuk Renata, berusaha menunjukan sikap dingin nya untuk membuat teman-teman nya ini yakin bahwa dia tidak sedang cemburu.

"Dih ge er, orang gua bilang cemburu sama Gibran, ya gak Gib? saha lu pake ngerasa hah?"

Gibran mengangguk cepat untuk mendukung drama dadakan mereka.

Dan nampak nya Wisma berhasil untuk membuat Leo malu, walau sedikit. "Wis, bagi cola lu deh," pinta Lian.

Wisma menyodorkan botol colanya yang belum disentuh.

"Nih, minum aja," serahnya, berusaha menunjukkan sifat semanis mungkin di hadapan Lian.

"Jijik," Leo menimpali.

"Sikap kalau udah nggak manis, gak usah di manis-manisin, bisa meninggal."

Leo mengalihkan pandangan nya ke langit-langit kantin, seolah dia berbicara bukan untuk Wisma, namun memang untuk Wisma.

Renata yang dari tadi memainkan gawainya memilih diam, malas jika dia akan kena sasaran Gibran dan Arga lagi, dua tikus got limited edition itu mulai reseh, "Lu chattingan sama siapa?"

Dengan rasa penasaran yang menggebu Leo merebut benda rectanguler itu paksa.

Renata yang kaget tak sempat mempertahankan gawainya, alhasil Leo berhasil.

"Rese! balikin!" bentak Renata berusaha merebut kembali gawai nya.

Leo berusaha membaca apa yang di baca gadis itu hingga dia betah menatap layar tanpa berpaling sedetik pun.

Perkiraan Leo tentang Renata yang chatingan dengan seseorang ternyata salah, bukan aplikasi WhatsApp yang sedang gadis itu mainkan , melainkan aplikasi membaca buku. "Apaan ni baca ini segala, nolep lu."

Leo menyecroll down tulisan tulisan yang bagi nya pribadi sangat membosankan, tapi sangat berarti bagi pecinta seperti Renata.

Sibuk dengan kripik dan minuman nya, mereka masih setia menikmati perdebatan Leo dan Renata, lumayan lah bioskop gratisan.

Leo menghentikan jarinya refleks saat mata nya tidak sengaja melihat kalimat bertanda kutip. "Gua sayang sama lu."

Kalimat itu terluncur begitu saja dari mulut Leo dengan suara yang lumayan tinggi, dan saat itu pula wajah nya sedang berhadapan

dengan wajah Renata, bertemu di satu titik pandang.

Leo ingin mengklarifikasi kalimat aplikasi membaca novel yang dengan ketidak sengajaan tadi dia sebut kan, namun tatapan mata Renata terasa membuat diri nya terkunci.

Deg.

Jantung mereka berdetak dua kali lebih cepat, serasa ingin copot dari tempat nya, untuk kedua kali nya Leo tau jika Renata dan tatapan nya adalah salah satu cara muncul nya penyakit jantung dadakan pada diri nya.

Arga, Gibran, Wisma, Lian dan semua yang sedang menjadi penghuni kantin menjadikan mereka sebagai objek penglihatan dan perghibahan, seperti sedang menonton adegan romanse dari suatu film romantis namun ada beberapa pihak yang menjadi netizen atas dasar kurang nya asupan cogan.

Leo yang menyadari situasi ini, segera mengontrol dirinya agar kembali ke alam nyata bukan alam khayalan, dia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, agar hal yang dia anggap konyol ini dapat berhenti sesegera mungkin.

"Ap-apaan sih lu semua! Cuma dialog bego aja di dalamin banget! Gua gak lagi cosplay jadi pemeran novel gak jelas kek gitu!"

Leo berusaha untuk tidak gugup, namun nyata nya sesuatu yang terbentuk secara alami itu sulit di samarkan, dia duduk kembali ke bangku nya, semua orang yang tadi sempat membeku mulai menyibuk kan diri dengan hal yang sebelumnya mereka lakukan.

Salah satu ketakutan di Bina Bangsa adalah emosi Leo yang sangat menyeramkan dan tidak dapat terkendali, semua orang tau, dan sejujur nya para guru sampai kepala sekolah pun lebih memilih diam dan membalas kenakalan remaja itu dengan perbuatan baik, mereka tau jika membalas amarah Leo dengan amarah mereka pasti urusan nya akan panjang.

Terlebih lagi keluarga Leo adalah donatur tetap di SMA ini. Tapi satu hal yang saat ini mereka rasakan, terutama bagi kaum hawa.

Leo tampak semakin mempesona saat sedang membaca dialog itu, walau tidak sengaja tapisangat membius hati mereka.

Tapi bagi Renata, kelakuan Leo itu sangat memalukan. Tidak habis pikir.

Ya Renata itu berbeda.