Koridor sekolah.
Leo dan Renata berjalan santai, entah kenapa hari ini mereka terlihat rukun tak seperti hari yang lalu, mungkin karna pertemuan diruang musik semalam.
Pagi ini Leo masih terlihat rapi, itu hal yang wajar karna ini masih pagi, bahkan jam pelajaran pertama juga belum di mulai.
"Kita mau kemana btw?" tanya Renata heran, pasal nya dari tadi mereka hanya berjalan tanpa tujuan yang jelas, dia merasa tak nyaman dilihati banyak orang karna berjalan dengan most wanted Bina Bangsa, risih.
"Ke rooftop," jawab Leo dengan mimik muka yang datar.
Mata Renata membelalak seperti biasa, "gak Gua gak mau!" tolak nya dengan setengah membentak, dia tak sadar saat nada bicaranya mulai meninggi, dan orang di sekitar menjadikan nya objek penglihatan.
"Ikut aja napa!" titah Leo sekenanya, gadis itu semakin membulatkan matanya.
"Gak mau ya gak mau! Ngapain cobak ke rooftop, berdua lagi!"
"Lu sewot amat jadi cewek!"
Renata diam, bingung mau menjawab apa, tapi dia rasa perkataan nya barusan memang benar, untuk apa pergi ke rooftop? Dan hanya berdua? Benar-benar konyol.
"Ni ya kalau cewek lain Gua ajak ke rooftop bareng, langsung mau! Malahan cewek lain yang ngajak Gua." Dan sifat sombong lelaki itu mulai keluar, di ikuti dengan tangan yang mulai menyugar rambut nya kebelakang.
"Lu gak bakal macam-macam kan?" Selidik Renata, gaya Leo boleh High class tapi sikapnya yang bad boy membuat Renata takut, terlebih dia baru mengenal lelaki yang berada di samping nya ini.
"Ya nggak lah!, iya kali Gua mau aneh-aneh ke lu!"
"Mau gak?" Leo memastikan, jika perempuan ini menolak lagi, dia bisa apa? Lagi pula, jarang-jarang dia mau mengajak perempuan untuk pergi bersama ke rooftop, kadang Leo heran, kenapa dia dan perempuan aneh ini dapat dekat dengan tempo sesingkat-singkat nya.
"Ya uda ayok." Renata mulai bersemangat, lalu dia berlari, tidak perduli dengan Leo yang mulai tertinggal beberapa langkah di belakang sana.
"Dasar cewek, kadang marah kadang lucu, aneh banget ciptaan engkau yang satu ini Tuhan." Leo bergumam , lalu mulai menyusul gadis itu.
***
Di rooftop Bina Bangsa mereka duduk bersampingan, menghirup udara segar, dan melihat pemandangan lebar yang memanjakan mata walau tak begitu indah tapi ini lebih bagus dari pada melihat sekolah dari sisi yang sama setiap saat.
Dan ini juga jauh lebih bagus dari pada Renata harus melihat para wanita yang setiap saat bisa menjadikan nya topik pembicaraan karna kedekatan nya dengan Leo.
"So, lu mau ngapain dirooftop?"
"Sebenarnya Gua mau cerita sama lu sejarah lu kan cewek." Leo menatap lurus.
"Tentang?"
"Jadi sebenarnya ini rahasia Gua," kata Leo, lalu dia mengehembuskan nafasnya pelan.
"Kenapa Gua?"
"Karna lu cewek yang paling dekat ama Gua sekarang." Leo menuturkan kalimat itu, mimik wajahnya heran, apa yang dikatakannya terucap tanpa aba-aba.
Renata menatap cowok disampingnya heran, dia dan Leo baru kenal beberapa hari, kenapa Leo mengatakan mereka dekat?
"Kita baru kenal 3 hari kenapa lu bilang kita dekat dan ini juga baru hari ke empat dari pertemuan kita?"
Leo menepuk mulutnya setelah mendengar perkataan Renata, mengalihkan pandangan nya pada gadis itu.
"Pertama, Gua gak pernah dekat sama cewek sehat kek lu walau 1 haripun, kedua, lu beda dari yang lain gak manja dan gak centil," terang Leo dingin, lalu berhenti menatap Renata.
Renata mencerna perkataan cowok disampingnya ini, lalu mengangguk.
"Jadi lu mau cerita apa?"
"Cerita memang gak panjang, karna Gua orang nya to the point aja." Renata menanggapi nya dengan anggukan.
"Jadi Gua sebenarnya punya sahabat cewek, kondisinya gak sehat kek Gua atau orang lain." Leo mulai menerawang, Renata memperhatikan wajahnya .
"Terus?"
"Terus, dia tu berarti banget bagi Gua, tapi kesehatannya makin lama makin memburuk, terus dokter bilang dia gak akan hidup lebih lama lagi." Renata mengerti rasanya ditinggalkan dia mulai teringat Ayahnya.
"Gua ngerti apa yang Io rasain."
Leo melihatnya, kini gadis itu yang mulai menerawang.
"Makanya Gua cerita ke lu, kalau sama yang lain Gua bakal dikatain jadi sad boy." Leo tertawa kecut.
"Nama dia siapa?"
"Namanya Dara, sahabat kecil Gua sampai sekarang, dia uda gapunya nyokap bokap lagi, dia Cuma punya Gua di dunia ini," Kata Leo.
"Hmm, sebenar nya bukan Gua doang sih, ada lagi, tapi Gua yang paling dekat sama dia sekarang." Leo mengklarifikasi perkataan nya.
"Lu yang sabar ya Le." Renata menepuk bahu Leo, dibalik sikap bad boy nya dia juga sad boy ternyata.
"Gua boleh jenguk Dara nanti? Mungkin Gua bisa kasih suport ke dia." Renata tersenyum.
"Oke, Io gak mau cerita sesuatu ke Gua? Biar impas?" Leo tersenyum, senyum yang memberi makna khusus bagi nya, ini kali pertama Renata melihat Leo tersenyum tulus.
"Lu aneh ya."
"Kenapa Gua aneh?" Satu alisnya terangkat.
"Gua denger lu curhat itu bukan karna Gua mau didengerin juga." Renata tertawa kecil, tapi sangat manis sekali.
"Ya uda kalau lu gak mau," ketus Leo.
"Nanti pulang sekolah jam 3 Gua jemput lu di rumah." Kata nya lalu berdiri.
Renata terheran-heran "Io tau rumah Gua?" Tanyanya.
"Ya nggaklah bego!"
"Hp lu sini."
"Buat?" Tanya Renata heran, lalu dia berdiri.
"Sini cepat!" Desak Leo.
Renata mengeluarkan handphonenya dari saku jaket yang biasa dia pakai, lalu menyerahkannya pada Leo.
Jari Leo bergerak-gerak dilayar handphone Renata, lalu menyerahkannya kembali.
"Tu nomor Gua."
"Gua kan gak minta."
"Seharusnya lu bersyukur, disekolah ini, yang boleh punya nomor Gua Cuma sebanyak jari tangan," Kata nya dengan muka datar.
"Terus Gua peduli?" Renata memasukkan kembali handphonenya kesaku jaket.
"Dasar lu, tadi aja baik sekarang kek devil." Gumam Leo.
Renata tak memperdulikan perkataan cowok dihadapannya ini, dia melihat jam tangannya.
"Bentar lagi bel masuk," katanya.
"ya uda ayok," ajak Leo.
Dia berjalan duluan didepan Renata, Renata menghentakkan kakinya, kesal.
"kan Gua yang kasih tau bentar lagi masuk, kok jadi dia yang jalan duluan, dasar cowok aneh" gumam Renata pelan.
"Heh cewek aneh, Gua dengar ya."
***
"Mampus lu Nat, Gua bakal kasih tunjuk foto-foto lu pas megang bahu Leo, biar abis lu sama Bianca!" Tanpa mereka tau ada dua orang yang memata-matai mereka.
"Benar Io, enak banget dia bisa happy sementara kita menderita gini."
Mereka keluar dari persembunyian dan senyum jahat menghiasi bibir mereka, lalu pergi dari rooftop.
Dan tampak nya orang jahat dapat berada di mana saja tanpa kita ketahui, pasti.
***
Renata sampai dikelas, melihat Lian dan Wisma mengobrol dari posisi nya sekarang, di ambang pintu.
Dia tak ingin mengganggu karna kalau dia datang, pasti Lian akan sok malu-malu lagi.
Renata pergi, keluar dari kelas membuat perutnya berbunyi, dia lapar, dia belum sarapan sebelum berangkat, hanya minum air putih, yang tidak sampi segelas.
"Ke kantin gak ya?" Renata membatin, sambil memegang perutnya.
"Tapi kan bentar lagi masuk, beli roti sama susu aja kali ya," batinnya lagi.
Renata menjalankan niatnya, dia segera kekantin, koridor memang masih ramai dengan siswa yang berlalu lalang, karna lonceng belum berbunyi, jadi banyak yang masih melenggang di sisi kelas.
Jarak kantin dengan kelas Renata tak jauh hanya dibatasi 4 kelas dan taman kecil sekolah.
Sampai dikantin, dia segera mencari roti dan susu, berniat membeli 2, mengingat Lian dia tak tega harus makan sendiri, yang paling dia tak tega adalah berbagi makanan nya dengan Lian, apalagi sekarang dia lapar, dasar Renata.
Renata mengambil 2 roti lapis dan dan 2 kotak susu coklat, dia dan Lian suka coklat dan itu sangat enak.
Dia membayar jajanannya, lalu segera pergi kekelas.
Renata tau, sesampai nya dia di kelas, pasti akan di sambut dengan Lian dan Omelan gadis itu.
Dan itu terbukti sekarang.
"Lu kemana sih Nat, katanya ke WC." Mimik wajah Lian kesal.
"Tadi ada urusan dikit, yauda Io gak usa bete-bete gitu dong ni Gua beliin-"
Belum menyelesaikan omongannya, Renata lebih memilih diam saat Lian langsung mengambil roti dan susu coklat dari tangan Renata, lalu mulai melahapnya.
"Kebiasaan." Gadis mengeleng-gelengkan kepalanya, lalu mulai menikmati rotinya.
"Gratisan aja cepat," ledek Renata.
"Gratisan enak bego."