Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 9 - Permintaan Maaf Bianca

Chapter 9 - Permintaan Maaf Bianca

"Ya uda ni uda pada habis jugakkan, dan uda pada kenyang, sekarang juga udah

Jam delapan," Kata Leo.

"Terus satu jam lagi kita mau kemana?" Tanya Lian.

"Gua bosan dirumah," timpal Sean malas.

"Gimana kalau kita ke Mall dulu," usul Arga.

"Gimana mau ke Mall, waktu kitakan Cuma sejam lagi." Wisma menjitak kepala Arga pelan.

Arga mengelus kepalanya lalu menganguk, seribet ini kah menjadi anak perempuan?

Tidak boleh pulang terlalu malam? Batin nya.

"Kerumah gua."

Mata Renata membulat, pernyataan Leo membuat dia terkejut.

"Ngapa Io kek terkejut gitu?"

"Gua gak mau," tolak Renata, dia menggelengkan kepala nya.

"Cuma main kok,"

"Main?"

"Iya main."

"Uda kuy kerumah Leo." Ajak Sean.

"Ngapain?"

"Ngapain?"

Tanya Renata dan Lian bersamaan.

"Lian sayang, kamu tenang aja kok gak bakal macam-macam kan ada Wisma." Lian tersenyum paksa, sampai kapan Wisma akan terus begini pada nya.

"Gak ngapa-ngapain Nat, Cuma mau ngabisin se jam lagi." Leo meyakinkan, dan memang mereka hanya mau menghabiskan sejam lagi.

"Iya nih?" Renata mulai percaya.

"Yaudah, Renata sama Lian kita antar aja Wis," usul Leo.

"Ya uda ikut." Renata menggangukkan kepalanya.

"Lagian dirumah ada bibi sama mama gua kok, tenang aja, gua juga gak makan orang di rumah," Sindir Leo.

"Ni Ga, Lu bayar bill nya, gua mau luan." Leo menyerahkan beberapa lembar uang merah pada Arga.

"Siap boss."

Arga memanggil pelayan itu lalu menyelesaikan pembayarannya.

"Nat," ajak Leo memberi isyarat.

Renata mengikuti Leo dari belakang, begitu juga yang lainnya.

Mereka sudah keluar dari cafe, Leo berjalan santai, sekarang Renata berjalan lebih depan.

"Le tunggu." Sean menahan Leo berjalan lebih jauh.

"Apa?"

Sean mendekatkan mulutnya ke telinga Leo.

"Lu kalau bilang Renata biasa aja pas gerai rambut, berarti Lu munafik. Gua aja suka lihat dia gitu." Selesai dengan bisikan itu, Sean pergi, membiarkan Leo mematung sebentar.

Setelah mendapat kesadaran nya kembali, Leo pergi menuju tempat dia memarkir mobil.

Dia masuk ke mobil, mereka pergi dengan cara terpencar, karna mereka naik kendaraan masing-masing.

Leo duduk dibangku pengemudi, dari posisi nya lelaki itu menatap Renata lekat-lekat.

Gadis itu bergidik ngeri "ngapa Io liatin gua kek gitu?"

"Sean bener gua MUNA," katanya dalam hati.

"Le Lu gak lagi kerasukan kan?!" Renata menguncang pundang Leo ragu.

"Gua boleh minta sesuatu dari Lu?"

Gadis itu menatap Leo heran, "jangan aneh-aneh!, kalau aneh-aneh gua tabok Lu sekarang juga!" Bentak Renata dengan segala keberanian.

"Jangan gerai rambut Lu didepan cowok lain kecuali gua."

Mata Renata membulat, lalu dia menempelkan tangannya kekening Leo.

"Lu gak panas, dan Lu gak sakit"

"Bisa gak Lu penuhin permintaan gua? Gua lagi serius." Leo bertanya dengan nada serius, dan terdengar penuh penekanan.

"Lu minta apa tadi?" Renata meminta Leo mengulangnya dia tak percaya

Leo mengucapkan kalimat tadi.

"Jangan gerai rambut Lu didepan cowok lain kecuali gua," ulang Leo tegas.

"Kenapa?" Renata masih tak paham.

"Karna Io cantik banget pas gerai rambut, dan gua gak suka Lu diliatin cowok lain, apalagi diliatin Sean kek tadi, gua jadi pengen colok mata cowok yang liatin Lu kek Sean tadi." Mimik wajah Leo berubah heran dia heran dengan dirinya yang tiba-tiba jadi ngomong ngelantur, sebenar nya apa yang salah dengan diri nya saat ini? Kenapa semakin tidak terkontrol?.

Renata terdiam sebentar, lalu cepat-cepat mengikat rambutnya asal.

"Uda kan?"

"Lu beneran mau penuhin permintaan gua?"

"Anggap aja ini sebagai ucapan terima kasih gua ke Lu karna uda nolongin gua dari Bianca."

"Sumpah ni cewek beneran polos, aneh dan gak peka, ngomong apa sih gua?"

Leo langsung menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu mulai menyetir mobilnya menjauh dari cafe itu.

Sekarang Leo tau jika dari awal dia bertemu dengan Renata, otak nya mulai tidak waras.

***

"BIANCA! Apa yang kamu lakukan pada Renata itu JAHAT!"

Suara keras tanpa perlu toa itu mengema diruang BK, buk Vani menatap Bianca horor, guru yang satu ini terkenal akan ketegasan dan kemampuan nya mendramatisir keadaan.

Dan kali ini , guru BK itu sukses membuat Bianca merasa sedang berada dalam sebuah rumah hantu yang di huni oleh hantu real.

"Kamu ini sudah kelas akhir!, sebentar lagi akan dihempas dari sekolah ini! Alias TAMAT! Kamu itu harusnya belajar giat! Memberi teladan sama adek kelas kamu! Bukan seperti kemarin! Tindakan kamu ini sangat memalukan." Buk Vani memijit pelipis nya, memang lebih baik siswi yang satu ini tidak pulang lagi ke Indonesia.

"Sorry buk, Bianca gak ulang lagi."

"Kamu pikir kata Sorry bisa ngilangin semua kesalahan kamu ha?! Sekarang juga kamu pergi ke kelas Renata, minta maaf! Atau tidak kamu ibuk tambah poinnya! Masuk buku BK!! Dan akan di beri hukuman." Bentak Vani, tangan kanan guru itu menunjuk buku BK di atas meja.

"What?! Minta maaf sama cewek murah kek dia?! No no no! Kalau yang lain hukumannya saya sangup buk, kalau minta maaf sama dia, nggak lah ya males saya buk! Harga diri saya itu rasa nya anjlok."

Brak!!

Buk Vani memukul permukaan meja, Bianca tersentak kaget karna ulah guru itu yang sangat tiba-tiba.

"Oke kalau itu mau kamu. Sekarang juga sampai 2 minggu kedepan kamu bersihin lapangan dari sudut ke sudut, potong rumput seminggu sekali pakai alat potong kuku!!, dan siram tanaman! Serta membersihkan wc pria dan wanita selama dua Minggu."

Mata Bianca terbelalak saat mendengat hukuman yang bukan main-main banyak nya.

"Astaga buk!! Saya ini pelajar bukan tukang kebun!! Dan saya kan Cuma berbuat kesalahan kecil, kenapa hukuman nya banyak amat?"

"Jadi pilih mana?" Buk Vani tampak sudah muak untuk berbasa-basi lebih lama dengan murid di depan nya ini.

"Ya uda iya saya minta maaf," finish gadis itu, Bianca mendengus.

"Sekarang kamu ikut ibuk ke kelas Renata." Titah buk Vani.

Vani berjalan didepan Bianca sementara Bianca yang mengikuti nya dari belakang terus mengumpat dalam hati.

Mereka berjalan menelusuri koridor yang sepi, karna jam pelajaran kedua baru saja dimulai.

"Buk emang harus banget ya minta maaf sama dia?" Bianca mulai ragu, dia tidak yakin akan hal ini.

Dan nyata nya hampir semua manusia yang hidup di bumi, akan sangat susah untuk sekedar mengucapkan kata 'maaf', semua akan menomor satukan ego nya di banding hati nurani.

Namun, tidak semua manusia akan bersikap seperti itu.

"Iya."

Bianca merotasikan mata nya saat mendengar jawaban si guru BK yang sebenar nya sudah dia tebak dari tadi.

Tak ada pilihan lain baginya selain meminta maaf, jika ada, pilihan itu akan membuat nya menderita dalam waktu yang cukup lama.

***

"Baiklah anak-anak bapak minta waktunya sebentar ya" Susanto berkata didepan kelas lalu mempersilahkan Vani dan Bianca masuk.

Bianca menunduk, menatap lantai dan sepatu nya.

"Baiklah, maaf ibuk menganggu waktu belajar nya , sebelumnya ibuk mau menyampaikan hal penting, tapi sebelumnya ibu minta Renata maju kedepan."

Renata yang tampaknya sudah tau tujuan guru BK itu langsung maju, Nanda melemparkan senyum sinisnya saat manik matanya bertemu dengan manik mata Bianca.

Bianca membalas senyum itu dengan tatapan sinis seakan matanya berkata "tunggu aja pembalasan gua!"

Nanda tak memperdulikannya dia malah asik menjulurkan lidahnya, memanasi Bianca.

Siapa yang peduli dengan kakak kelas yang kejam dan terkesan seperti penjahat?

"Iya buk ada apa?"

"Ibu sudah tau insiden semalam di kantin, sekarang Bianca mau meminta maaf."

Vani mengeser posisinya, membiarkan Renata dan Bianca berhadapan.

"Bianca," tegur Vani.

Dari segala arah dikelas, terdengar murid-murid terutama murid perempuan sedang membicarakan Bianca.

Bianca yang mendengar semua itu langsung membentak mereka, mungkin karna dia geram atau semacam nya.

"Apa Lu semua!"

Sontak semua terdiam, mereka yang duduk di bangku langsung menundukkan kepala, beberapa siswi menggigit bibir bawah nya, sebagian lagi memain kan tangan mereka.

"Bianca kamu jangan menganggu ketentraman kelas saya, dan kalian anak-anak lanjutkan mencatatnya, jangan bercerita!" Susanto mengeluarkan suara keras nya, menatap tajam ke Bianca lalu ke para murid.

"Iya pak maaf."

"Bianca sekarang kamu minta maaf sama Renata," titah Vani, nada bicara nya sedikit mendesak, karna dia masih memiliki pekerjaan lain, selain mengurus gadis ini.

"Maaf." Bianca mengulurkan tangannya malas, dia merotasikan bola matanya.

"Cara meminta maaf yang benar bagaimana? Mau saya pulangkan ke TK kamu?!" Bentak Vani disambut kekehan seluruh kelas termasuk Susanto.

"He!! Jangan tertawa!" Susanto menyudahi tawanya, lalu mulai terlihat seperti berwibawa lagi.

"Sorry ya buat yang semalam, gua gak sengaja!"

Nada bicara gadis itu masih terdengar malas, seakan tidak ikhlas, padahal dia yang meminta maaf, malah dia yang tidak ikhlas, dasar Bianca.

Renata tak mau memperpanjang masalah, gadis itu tidak menyukai keributan, apalagi hal yang melibatkan diri nya.

Dia menyambut uluran tangan Bianca, namun Bianca langsung menarik tangan nya, tidak sudi jika tangan nya bertautan lebih lama dengan tangan gadis di depan nya itu.

"Iya kak, Renata uda maafin kok jangan diulang lagi ya kak, jangan diulang sama Renata atau sama yang lain."

Renata mengingatkan gadis itu, sedikit menekan kalimat jangan di ulangi sama Renata atau sama yang lain', dia tersenyum, Bianca membalas senyumnya terpaksa.

"Baru kali ini gua dipermalukan sama orang apalagi adek kelas sok polos kek Lu! Io lihat aja Lu sama kawan Lu yang sok jagoan itu bakal habis!!"

***