Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 13 - Permintaan Maaf

Chapter 13 - Permintaan Maaf

Leo pergi ke kelas nya yang masih sepi, membuka tasnya lalu mengambil buku dan merobek lembar tengahnya, dia mencari pulpen di saku celana, lalu mulai menulis sesuatu dirobekan kertas itu.

Dia melipat kertas itu, lalu mencium nya, "Moga-moga dia gak marah lagi."

Leo pun keluar dari kelasnya, lalu mulai berlari kearah kelas Renata, kelas Renata juga masih sepi, tampaknya semua masih sibuk dengan aktifitas nya masing-masing diluar kelas.

Dengan langkah terburu dia memasukkan kertas itu ke salah satu buku Renata, entah buku apa itu, yang penting buku itu terletak di atas meja Renata.

Leo cepat-cepat keluar dari situ, berharap rencananya mulus, setelah dia pergi dari kelas tanpa ada yang tau, bel masuk pun berbunyi, semua siswa/i kembali masuk ke kelas nya masing-masing.

***

"Baiklah anak-anak kumpulkan tugas kalian dimeja ibu," Pinta Dena, guru seni kelas 11 IPA 4.

Semua murid pun mengumpulkan buku tugas nya, lalu kembali ketempat duduk masing-masing.

Dena memeriksa satu persatu buku, mengecek adakah buku yang kosong atau hanya sekedar dikerjakan.

Biasa nya anak-anak nakal akan mengumpulkan buku kosong atau sekedar mengisi dengan jawaban yang tidak jelas, dan para guru tidak pernah menyukai hal semacam itu.

Aktivitas Dena berhenti di satu buku dengan nama Renata di sampul nya.

Dia melihat kertas yang terlipat sedikit berantakan itu, lalu membukanya, membaca nya dalam hati dan geleng-geleng kepala.

"Sevan!" Panggilnya, Sevan itu ketua kelas 11 IPA 4.

"Iya buk" Sevan maju dengan pulpen ditangannya.

"ngapa buk? Manggil-manggil? Rindu yaaa," godanya, Sevan memang siswa yang nakal, dia dipilih jadi ketua kelas karna kenakalannya, memang terdengar aneh, namun memang begitu nyatanya, tapi di balik kenakalan nya, ada rasa tanggung jawab yang besar.

"Kamu ini!, cepat kamu panggil Leo." Dena memutar bola matanya kesal.

"Siap buk cantik," godanya lagi, lalu berlari pergi.

Tak lama kemudian, Leo masuk, di belakang nya Sevan mengikuti, Leo segera menghadap Dena, sesekali melempar pandangannya pada Renata, berharap surat nya sudah di baca dan gadis itu tidak marah lagi.

"Leo tolong kamu baca ini ya," titah Dena.

Mata Leo membulat, lalu dia cengar cengir di hadapan Dena, "buk jangan lah

Buk, malu buk."

"Gak ada malu-malu kamu laki atau bukan."

"Ya udah iya."

Leo berdiri tegak menghadap semua murid 11 ipa 4, sungguh dia tidak menyangka konsekuensinya akan sebesar ini.

"perhatian semuaa!" pinta Dena.

Entah kenapa Renata merasa akan ada suatu hal yang meragukan.

"Buat Renata."

Suara bariton Leo membuat semua mata membulat, sebagian membulatkan mulutnya membentuk huruf O, Renata terkejut, gadis itu langsung menegakkan

Kepalanya.

Tidak menyangka lelaki dingin itu bisa mencair juga.

"Seriusan aja buat Renata njir."

"omg! Ini ada apaan lagi?!"

"Aaaa, Leo ganteng banget bjirr!"

Semua siswa hanya bisa membatin, tidak mau membuat kelas yang hening menjadi rusuh.

Renata menyipitkan matanya, menatap lelaki yang tengah menatapnya itu, seakan meminta penjelasan atas yang terjadi.

Nanda menyenggol lengan Renata, "Cie, so sweet banget," godanya, namun Renata tak peduli, bagi nya ini lebih membuat malu dari pada hal lain nya.

Leo menarik napasnya dalam, lalu meneruskan bacaannya.

"Buat kemaren, Gua minta maaf ya," katanya tertahan.

"Gua tau gua gak ada hak buat larang lu," sambungnya.

"Tapi gua mau yang terbaik buat lu." Renata mengigit bibirnya, merasa semakin malu karna itu, tapi juga merasa bahagia karna hal yang sama, serba salah.

"Renata kok bisa deket sama Leo, gak pantes banget!"

"Renata beruntung banget ya!!"

"Leo bisa romantis jugak ya, aww!! Makin ganteng kalau kek gitu!!"

"Gua kira Leo bakal jadi es batu abadi."

Hati mereka menjerit-jerit seiring suara Leo terdengar.

Ternyata sebesar ini pengaruh Leo bagi mereka.

"Sekali lagi gua minta maaf ya Nat." Mata indah itu menatap Renata, Renata menutup mukanya bingung harus apa.

Dena terbawa suasana.

"Maafin Leo ya Nat."

Itu kalimat terakhir dari surat itu, kalimat itu berhasil membuat semua siswi menjerit-jerit karna terbawa perasaan seolah Leo mengucapkan hal itu untuk mereka.

"Maafin aja Nat!!" Teriak Leka dari bangkunya.

"Ini termasuk seni?" Pertanyaan Dena memancing mereka berfikir.

"Termasuk bu," jawab Leo percaya diri.

"Kenapa begitu Leo?"

"Kan Saya bacanya pas pelajaran seni bu."

"Kamu ini becanda terus!"

"Emangnya ibu guru apa?"

"Seni."

"Ya terus salah saya dimana?"

"Terserah kamu saja, sekarang kamu jelaskan itu surat kamu buat untuk apa?" tanya Dena.

"Minta maaf sama Renata," jawabnya.

"Sekarang Renata, kamu maafin Leo atau tidak?"

Renata masih terdiam, dia masih merasa malu dan sangat bingung.

"Nat" panggil Leo.

"Iya bu Renata maafin." Jawabnya.

"Serius lu maafin gua?" Leo berusaha menyembunyikan rasa bahagia nya, namun dia gagal.

"Iya."

"Ya sudah lanjutkan kisah kalian nanti sekarang kamu keluar bawa surat kamu sana, sudah ada handphone kok masih main surat-suratan," Dena mencibir.

"Anggap aja saya habis kuota bu."

Leo pun pergi dari kelas 11 IPA 4 dengan suasana hati yang sangat bahagia.

Entah kenapa bisa sebahagia ini mendapat maaf dari Renata.

"Ga sia-sia gua ikutin saran Raka." Dia tertawa kecil, lalu segera berlari menjauh dari kelas itu.

Jujur, Leo sangat menghindari kontak mata dengan Cakra.

***

"Le, gua luan!" Renata melambaikan tangannya pada Leo.

"hm, Nat," panggil Leo, Renata menahan langkahnya, lalu berbalik.

"Apa lagi?" tanyanya.

Cowok itu menghampirinya, "kalau si anak baru macam-macam sama lu telpon gua," ingatnya, Renata hanya mengangguk, sebenarnya gadis itu mengangguk agar tidak menambah rumit situasi.

"Namanya Cakra, bukan anak baru."

"Iya bodo lah mau Cakra mau Cakar, pokoknya kabarin gua kalau ada apa-apa."

"Cie perhatian." Renata menaikkan alisnya, dia berkata seperti itu agar Leo tidak terlalu serius, dan berhenti untuk membenci Cakra sesaat.

"B aja," Elaknya.

"Ya uda, gua duluan."

Gadis itu pergi, kali ini tanpa lambaian tangan, dia melewati gerbang, lalu masuk ke mobil.

Leo mengamati mobil itu hingga tidak terlihat lagi dengan mata nya.

Tak lama Sean datang, membawa motornya, motor Leo.

"Nih motor lu ambil sendiri ngapa."

Sean turun dari motor, lalu melempar helm dan kunci motor pada Leo.

"Gitu dong, makasih." Leo menaiki motor, mengenakan helm full face nya, lalu sesegera mungkin dia melajukan motor itu, menyesuaikan kecepatan dengan kondisi jalan.

Sean berjalan cepat ke arah parkiran, Menghampiri teman-temannya yang menunggu disana.

"Kemana dia?" Wisma bersandar di sala satu motor, entah motor siapa dia pun tak tau.

"Gak tau juga gua, tapi tadi dia buru-buru," jawab Sean, dia memakai helmnya.

"Paling urusan Renata."

"Tau dari mana Gib?" tanya Arga.

"Mau ngapain lagi selain itu?"

Gibran meraih kunci motornya dari saku celana.

"Iya juga."

"Ya udah gua ambil mobil dulu."

Wisma berlari kearah parkiran mobil, hari ini dia tidak bisa berangkat dengan motor, karna motornya sedang cek kesehatan di bengkel.

***

Ponsel Renata bergetar, gadis itu meraih ponselnya yang tergeletak di kasur, lalu membuka notif chat yang tertera dilayar ponsel.

62853××××××××

Gua uda didepan rumah, keluar gih. -Cakrawala

15.45

Renata yang masih mengunyah rotinya beranjak dari tempat tidur, lalu mengintip ke jendela.

62853××××××××

Gua uda didepan rumah Nat, keluar gih. -Cakrawala

15.45 Oke.

Renata segera mengunyah rotinya yang memang tinggal sedikit, lalu meneguk air putih sampai habis. Dia mengambil tas selempang nya, lalu mengikat rambut yang tadi di biarkan tergerai sempurna. Renata keluar dari kamar.

"Ma, Renata keluar sebantar ya."

Emily menatap putrinya dari atas hingga bawah.

"Mau kemana Nat?" tanyanya.

"Temenin kawan beli buku."

"Ya udah jangan lama-lama ya, Cuma beli buku ingat."

Emily mengelus rambut anak nya yang lagi-lagi di kuncir sempurna.

"Siap ibu negara."