15
Matanya terfokus pada tiap kata di beda tebal yang sekarang ada di tangan nya.
Sampai-sampai wanita itu tidak sadar ada seseorang yang berjalan kearahnya.
Orang itu memperhatikan Renata yang sedang membaca dengan saksama dari belakang, menyentuh pundaknya tanpa berniat apa-apa.
Renata terkejut hampir saja dia melompat terjun bebas dari atap yang sekarang dia pegang sisi nya, menahan agar badan nya tidak jatuh.
"Tumben kesini."
Renata mundur dari posisinya, suara familiar itu mengundangnya untuk menoleh, siapapun orang itu Renata siap untuk memberi nya pelajaran.
"Leo setan!"
Renata membentak lelaki di hadapan nya sekarang, kepala nya mendongak karna posisi dia dan Leo berbeda.
Tangan gadis itu memukul tulang kering Laksar sekuat tenaga nya, membuat si
Empunya meringgis kesakitan.
Baru kali ini Leo melihat Renata membentaknya dan memukuli nya.
"Lu tau gua hampir mati karna lu?!" Kening Leo mengernyit, menatap heran perempuan didepannya ini, dia rasa, dia tidak membuat kesalahan.
"Kenapa si Nat?"
Leo berjongkok dan menempelkan telapak tangannya pada kening gadis itu.
"Gak panas kok."
"Lu ngejutin gua Le."
Renata menyingkirkan tangan Leo dari keningnya.
"Oh, lu terkejut," timpal Leo santai. "Ya udah maaf."
Leo duduk ditengah luasnya Rooftop itu, Renata pun ikut duduk disebelahnya, trauma duduk ditepi.
"Gimana semalam ke toko buku nya?"
"B aja."
Leo melirik buku yang diletakkan tepat di pangkuan Renata.
"Bukunya gak usah dibawa kemana-mana juga kali."
Renata melirik bukunya, lalu melirik Leo. "Suka-suka gua, buku-buku gua, hak gua."
"Nanti kita beli buku kek gitu, buku yang itu kasih ke Nanda aja atau diapain kek, atau Lu buang, kalau perlu bakar."
Renata menyipitkan mata nya, perkataan Leo yang sangat di luar kewarasan membuat Renata berfikir dua kali, Leo ini gila atau memang tidak waras lagi?
"Lu gemar banget ya buang-buang duit, buku baru mau lu bakar, waras kan?" dia menekan kata waras, menyadarkan Leo bukan lah hal yang mudah.
"Gua gak sukak aja lu nyimpan barang dari si anak baru."
"Kok lu tau?"
"Ya tau lah."
Renata curiga, dia tau ada hal yang aneh, bahkan dia belum bercerita pada Leo
Asal usul buku yang sekarang ada di pangkuan nya.
"Kok lu tau?" ulang Renata.
Leo seakan terpojok, dia merutuki dirinya karna lagi-lagi berbicara jujur yang justru membuat nya dalam bahaya.
"Woi kok lu tau ha?"
"Gua ikutin lu semalem."
Mata Renata melebar ketika mendengar jawaban dari Leo yang tidak dia duga sebelum nya.
"Lu, ngikutin gua?!"
"Cie uda pande ngebentak gua."
"Lu kenapa ngikutin?"
Selidik Renata, menghiraukan perkataan Leo yang entah memuji atau menghina itu.
"Kurang jelas ya kalau gua itu khawatir sama keadaan lu?"
Leo menggigit lidah nya sendiri, sekali lagi dia merutuki kesalahan nya karna keceplosan lagi dan lagi.
Renata terdiam, berfikir apa yang akan dia katakan lagi, "Io tuh aneh ya Le." Kalimat itu keluar sendiri dari mulut nya, tapi dia rasa, itu kalimat yang pantas.
"Lu tuh orangnya dingin, cuek, jutek, kadang ga pedulian, kadang sok peduli, kadang jadi bad boy, kadang jadi sad boy, kadang lu juga-"
"Gua juga buat lu nyaman," potong Leo.
"Nah bener."
Renata mengernyitkan keningnya, memikirkan apa yang baru dia ucapkan, dan dia tersadar jika itu adalah sebuah
Kesalahan.
Kali ini dia yang merutuki dirinya, kenapa bisa terlalu ceroboh di hadapan lelaki ini.
"Pake salah jawab segala lagi," batinnya.
"Cie yang mulai nyaman."
"Gua salah jawab! Lu sih nyambung-nyambung aja."
Renata menjitak kepala Leo, setidak nya yang dia lakukan sekarang dapat membuat rasa malunnya berkurang, tapi Leo hanya menanggapinya dengan tawaan.
"Lu tau gak si Le, sekarang kita malah digosipin sama orang lain."
Renata mulai mengingat alasan kenapa dia ada di rooftop saat jam istirahat hari ini.
"Gua tau kok," jawabnya santai.
"Santai banget jawab nya, Lu gak risih?"
"Ya ga usah diambil pusing lah Nat, bego banget lu."
Renata tampak berfikir, lalu menganggukkan kepalanya.
"iya juga ya, tumben pande."
"Lu lagi menghina atau muji gua hm?"
"Gua muji bego, tumben lu pande."
"Itu menghina goblok."
"Eh tapi ni ya." Leo menyudahi perdebatan singkat nya dengan Renata.
"Tapi apa?"
"Tapi gua senang dengar kita di gosipin."
Perkataan Leo membuat Renata terdiam, perempuan itu mencoba mencerna makna yang terkandung dalam kata-kata lelaki itu.
Renata mengerjapkan mata nya beberapa kali saat mendengar bel berbunyi, pertanda jika jam istirahat sudah usai.
"Ya udah gua masuk dulu, lu masih mau bertengger disini?"
Renata berdiri, memegang novel nya.
"Ya gua masuk juga lah bego."
Leo pun ikut berdiri, mereka pergi dari situ, beranjak masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya.
"Ya gua sih suka-suka aja digosipin dekat sama lu," batin Leo, diam-diam melirik Renata yang sudah berjalan lebih dulu beberapa langkah.
"Suka banget malah." Lelaki itu tersenyum.
***
"Ya, kok bisa gitu pak?"
"Ya maaf non, saya juga lupa cek tadi, jangan bilang sama ibuk ya non, nanti saya kena marah lagi."
Ucap lelaki di sebrang telpon, dia supir pribadi keluarga Renata, khusus nya yanh di bayar Emily untuk mengantar jemput putri tunggal nya.
Bukan Renata tidak bisa mandiri dengan menyetir mobil sendiri, tapi ketakutan Emily yang mengharuskan Renata pergi bersama supir, kemana pun tujuan gadis itu.
Renata diam sejenak, memahami kondisi, bagaimana pun ini bukan kesalahan siapapun.
"Ya udah deh pak, Renata pulang sama teman atau naik bis, gampang lah nanti, bapak benerin mobilnya aja ya."
"Baik non, makasih ya non, hati-hati di jalan."
Renata memutuskan teleponnya sepihak, bukan tidak sopan, dia hanya mau mencari kendaraan yang bisa membawanya pulang secepat mungkin, karna sekolah sudah sepi dan hari pun mendung.
"Bis kearah rumah gua uda lewat, berarti harus nunggu lagi dong, malah Lian gak sekolah."
Renata merenungi dirinya, lalu segera bergegas menuju halte bis, yang harus dia lakukan sekarang adalah menunggu.
***
"Le, itu bukannya Renata?"
Arga menunjuk kearah halte, saat dia menoleh ke sekeliling, tidak sengaja mata nya melihat gadis yang akhir-akhir ini selalu jadi bahan pembicaraan.
Mereka melihat arah telunjuk Arga, benar saja itu Renata.
"Iya itu si Renata, tumben gak sama supir."
"Tumben juga gak sama Lian."
"Lian gak datang, lagi ada acara keluarga," jawab Wisma cepat.
"Kalau soal Lian cepat, kalau jawab soal MTK tadi lama banget loading nya," Gibran
Menimpali.
Gibran, Arga dan Wisma, mendapat kelas yana sama, kelas 11 IPA 1.
"Samperin kali Le."
"Malas."
"Ya udah gua aja yang nyamperin."
Sean beranjak dari posisinya, hendak pergi ke tempat Renata berada.
Namun langkah Sean ditahan oleh tangan Leo.
"Gua aja."
Leo masuk ke mobil nya, dan langsung pergi ke halte yang tadi di tunjuk Arga.
"Itu tuh, kerja si Leo, sok sok malu, padahal suka nya bukan main."
"Nama nya juga Leo."