Disela-sela pelajaran Renata melakukan aktivitas yang di sebut dengan melamun.
Ini bukan lamunan pertama, tapi lamunan yang kesekian kalinya, melamun sudah menjadi hobi sejak dia duduk di bangku SD yang terbentuk secara alami.
Dia tidak melamunkan suatu hal, tapi melamunkan hal yang kosong, dia sendiri tidak tau apa yang dia lamun kan.
Ponsel gadis itu bergetar.
Dia mengambil ponselnya yang sengaja di letakan di laci meja, ada pesan chat masuk, tumben di saat jam pelajaran ada yang mengirimi nya pesan chat.
Renata segera membuka pesan chat itu dengan rasa penasaran.
LEO
Ikut gua nanti, jenguk DARA, bisa kan? 11.45
Anda
Izin sama mama dulu.
11.46
Leo
Iya gua izinin nanti.
11.46
Renata me read chat Leo lalu mengembalikan ponselnya ketempat semula. Pak Edo bukan guru yang bisa di ajak berkompromi, jika ponsel nya sudah di tangan guru itu, jangan harap bisa kembali pada nya. "Nat."Seseorang memanggilnya dari belakang, Renata menoleh memutar posisinya sedikit, dia tau siapa pemilik suara itu.
"Apa Cak?"
"Ntar sore temenin gua ke perpus, bantu milih buku buat belajar, bisa?"
Renata tampak sedikit kebingungan, kenapa bisa bersamaan seperti ini.
"Gua uda ada janji," tolak nya.
"Yah, gua gak tau harus beli buku apa, bantuin plis," Cakra memelas.
"Kalau besok gimana?" usul Renata.
"Emang lu ada janji sama siapa sih?"
"Gua ada janji sama temen."
"Namanya?"
"Nama nya Leo, lu jadi cowok kepo banget."
Mimik muka Cakra berubah setelah mendengar nama Leo, nama yang sudah bertahun-tahun tidak dia dengar dari mulut siapapun.
"Leo?" Cakra menyebutkan nama Leo memastikan apa yang sedang dia pikirkan benar atau Leo yang ini berbeda.
"Iya, lu kenal?" Renata mengernyitkan keningnya, heran.
Cakra anak baru di sekolah nya, kenapa bisa langsung tau, apa Leo begitu famous hingga anak pindahan Bandung juga tau akan diri nya?
"Temen lama, ga penting juga."
Renata hanya ber oh ria setelah mendengar jawaban Cakra, namun ada hal janggal yang dia rasakan sekarang, seakan jawaban Cakra kurang lengkap dan mengandung makna tersirat.
Dia memutar balik badannya, kembali menghadap papan tulis, dari belakang Cakra terlihat sangat gelisah, tidak mengira jika akan di pertemukan kembali dengan, Leo.
"Gimana bisa gua ketemu lagi sama Leo?" tanya nya dalam hati, dia memijit pelan pelipisnya dengan jari, ini bukan hal buruk bagi nya, namun dia takut menganggu.
Cakra menghembuskan napas panjang lalu kembali memperhatikan pak Edo yang menerangkan materi didepan, apapun yang terjadi, dia yakin itu tidak akan baik-baik saja.
***
Leo termenung menatap kosong jendela kelas yang terbuka, memantulkan cahaya matahari yang sedikit meredup karna tertutup awan.
Dari tadi lelaki itu berdebat dengan pikiran dan hatinya sendiri, hatinya menyuruh untuk melupakan masa lalu kelam nya dengan Cakra-sahabat lamanya.
Namun pikirannya masih tak bisa terima perbuatan Cakra yang dianggapnya jahat itu, Leo membenamkan muka diantara lengan yang dibuat sebagai alas.
Sebenar nya yang egois hati nya atau pikiran nya ? dia benci di saat dia harus di kendalikan oleh rasa benci itu sendiri.
Dia melihat jam, waktu pulang masih beberapa jam lagi, dia larut dalam kebosanan, menatap dunia hayal nya yang hitam.
"Lu kenapa si Le." Sean yang duduk di sebelah Leo menyadari jika sahabatnya itu sedang memikirkan suatu masalah.
"Enggak," jawabnya tanpa mengubah posisi sedikitpun.
"Lu jangan bohong." Sean menepuk pundak Leo, dia sangat kenal dengan lelaki itu.
"Gua Cuma ngantuk aja." Sean terdiam. Dia sudah kenal Leo selama & tahun, dia tau kapan Leo bohong dan kapan Leo berkata benar.
Sean memilih untuk diam tak mau menganggu Leo yang sibuk dengan dunia nya, mungkin Leo sedang butuh waktu untuk berfikir sendiri.
***
Sore itu suasananya masih sama, matahari bersinar redup karna terhalang oleh awan.
Suasana taman tidak begitu ramai, hanya ada beberapa orang yang datang untuk sekedar berjalan santai atau melakukan aktifitas lainnya.
Taman ini letaknya tak begitu jauh dari Rumah Sakit, mereka hanya singgah sebentar sehabis menjenguk Dara tadi, niatnya Renata dan Leo mau menemani Dara sampai jam makan malam tiba, namun dokter menyarankan agar mereka pulang lebih awal dari rencana nya.
Karna Dara harus istirahat dengan cukup, sebab kondisinya sedikit melemah.
Mereka duduk disalah satu bangku taman, Renata meneguk air mineral yang dibawa nya dari rumah.
"Lu mau ngapain ngajak gua kesini?" Renata membuka topik pembicaraan, dia menolehkan kelapanya kearah Leo.
Leo tidak memandang Renata balik, dia hanya menatap lurus, "Bosan dirumah," jawabnya singkat, Renata membalasnya dengan mengangguk lalu menolehkan mukanya kedepan, untuk apa dia melihat orang yang tidak melihat nya balik.
"Oh iya gua boleh nanya?" Renata teringat sesuatu yang sempat membuat nya heran, dia rasa bertanya pada Leo adalah pilihan yang tepat.
"Gak ada yang larang."
Renata berdehem sebentar, lalu melontarkan pertanyaannya.
"Jadi dikelas gua ada anak baru, namanya Cakra, kira-kira Lu kenal dia gak?"
Leo itu menelan saliva nya memejamkan mata sekejap lalu membukanya kembali.
"gak," dia menggeleng.
Leo bukan lah orang yang jago ber drama, walau dia berusaha cuek dan tenang saat mendengar pertanyaan Renata dan menjawabnya, tapi Renata tau cowok itu sedang berbohong.
Walau belum lama mengenal tapi Leo, tapi Renata mengerti sedikit banyak tentang bahasa tubuh lelaki itu.
"Terus kenapa dia tau nama panjang Lu?"
Renata semakin memancing Leo untuk menjawab dengan benar, Leo mengetukkan jarinya ke bangku, merasa jika Renata mulai mengintimidasinya.
"Karna gua famous, ya wajar semua orang ngenal gua, termasuk anak baru dikelas Lu itu tu, Lu aja yang gak kenal gua dulu." Lagi-lagi dia berbohong.
"Lu yakin?" tanya Renata penuh selidik, dia tau Leo sedang berbohong.
"Ya iyalah Nat, ada tampang-tampang bohong gak dimuka gua yang tampan mempesona ini?"
Leo menunjuk-nunjuk wajahnya didepan muka Renata.
"Tapi kenapa dia sebut Lu teman lama Le." Renata berharap pernyataan ini dapat membuat Leo terkunci dan segera mengaku.
"Fans kali."
"Gak mungkin fans kek begitu, terlebih dia pindahan dari bandung."
"Lu kalau cemburu boleh, tapi jangan cemburu sama cowok dong, gua kan ga homo atau gay."
Leo mengacak rambut Renata yang sedikit berantakan karna ditiup angin, tujuan utama nya adalah mengganti topik pembicaraan.
"Heh berantakan rambut gua." Renata membalas perlakuan Leo, lalu merapikan rambutnya.
"Emang Lu sama anak baru dekat?" kali ini Leo yang bertanya pada gadis itu.
"Gak tau juga ya, tapi gua ama dia tu uda kek gua sama Nanda."
"Uda kek Lu sama Nanda? Lu dekat ya sama dia? Kan dia anak baru banget, kok bisa dekat?"
"Agak dekat, dia juga ngajak buat beli buku tadi."
"Terus Lu mau?"
"Kalau gua mau gua gak bakal ada disamping Lu sekarang bego."
"Bagus deh kalo Io nolak."
"Kok bagus."
"Bagus aja."
"Dari mananya cobak bagus?"
"Pokoknya bagus!"
"Kok jadi nyolot!?"
"Lu jugak!"
"Kok malah gua?!" Renata menunjuk dirinya sendiri.
"Ya mana gua tau!"
"Dimana-mana cowok yang salah."
"Dasar cewek mau menang sendiri."
"Dari pada cowok egois."
"Sama aja bego."
"Bodo amat."
"Uda ah gua antar Lu balik."
Leo bangkit dari duduknya, "Bentar lagi magrib," ucap nya.
Renata berdiri, lalu berjalan mendahului Laksar tanpa mengucap sepatah katapun.
Leo menatap punggung Renata yang terus maju.
"Cewek tuh emang maunya selalu benar ya, pas salah malah nyalahin balik, nanti pas di salahin ngambek, kalau cowok yang ngalah jadi besar kepala, apa-apa mau nya benar, dasar aneh, apalagi spesies kek si Renata, Cuma satu di dunia, ga ada duplikatnya."
Laki-laki itu mengejar langkah yang tertinggal lalu menyejajarkan posisinya dengan Renata.
"Yaudah gua yang salah," finish Leo, dia lebih memilih berdamai dari pada harus berada dalam posisi tidak mengenakan ini.
"Bagus udah sadar."
***
"Gua boleh minta hal kedua dari Lu ga?" tanya cowok itu sambil terus berjalan.
Kening Renata mengerut. "Emangnya yang pertama apa?"
"Dasar pikun, yang pertama kan jangan gerai rambut."
"Terus yang kedua."
"Jauhin anak baru dikelas Lu."
Langkah Renata terhenti saat mendengar perkataan yang terlontar dari mulut Leo, dia terkejut dengan permintaan lelaki itu yang terbilang 'aneh'.
Spontan Leo ikut berhenti, lalu menatap mata Renata heran.
"Apa yang salah dari Cakra?" Renata membalas tatapan itu, dia tidak bisa di perintah untuk menjauh dari seseorang yang bahkan tidak punya salah pada nya.
"Gak ada yang salah Nat, Cuma Gua gak suka," pinta Leo dengan alasan yang tak jelas.
"Gua gak bisa," tentang Renata. Leo diam.
"Cakra itu orang baik Le, dia juga ramah sama Gua, bukan berarti dia anak baru, Lu bisa nilai dia sesuka hati Lu, jadi simpan aja ketakutan Lu karna dia gak akan jadi sebuah hal yang bisa buat Gua sakit atau semacam nya."
Mendengar itu lagi-lagi Leo hanya diam, matanya tertuju ke mata Renata tapi tatapan itu kosong seakan dia sedang mengingat sesuatu.
Renata tidak bisa menjauhi orang hanya karna seseorang, dan terlebih alasan Leo itu tidak logis.
Renata menatap Leo heran, "Gua gak mau jauhin Cakra Cuma karna Lu suruh, alasan Lu gak cukup jelas untuk buat Gua bilang iya Le."
"Dia gak sebaik yang Lu kira Nat." Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke saku jaket, bagi nya meyakinkan Renata adalah suatu hal yang harus.
"Lu bahkan belum kenal dia." Renata bersikeras.
"Gua uda kenal dia, lama, sebelum Io kenal dia Nat" Leo membatin.
"Kok diam?"
"Jauhin dia, Gua minta tolong sama Lu Nat." Leo tak mau hal buruk menimpa Renata, dan sebenar nya hal buruk itu hanya ada di fikiran nya saja.
"Lu kenapa sih Le?"
"Gua Cuma takut-"
Dia menggantung omongannya.
"Gua takut Lu sakit karna dia," lanjutnya.
"Gua gak paham, maaf, Gua gak ngerti kenapa Lu gini, tiba-tiba Lu minta Gua buat jauhin Cakra, padahal Lu bilang Lu gak kenal dia, padahal Lu bukan siapa-siapa Gua, dan Cakra tu baik Le, gak mungkin dia nyakitin Gua, dua juga bukan musuh Gua."
Mendengar kalimat 'padahal Lu bukan siapa-siapa Gua', Leo tersadar bahwa dia bukan orang penting di hidup Renata.