Chereads / ROMANTIKA CINTA / Chapter 8 - Jalan-jalan

Chapter 8 - Jalan-jalan

"Renata"

Leo berdiri didepan pintu rumah Renata, tangannya menggenggam kunci mobil.

Mendengar suara bariton lelaki itu, Renata dan Emily keluar dari rumah, rambut Renata yang biasa dikepang, sekarang terurai rapi, entah ada angin apa, malam ini Renata merasa jika akan lebih baik bila dia membiarkan rambut nya terurai.

Leo memandang tak berkedip, sampai akhir nya dia tersadar oleh panggilan Emily.

"Leo, nak Leo." Emily membunyikan jarinya didepan muka Leo.

Leo mengerjap kan mata nya beberapa kali, mengumpulkan tingkat kesadaran nya.

"Eh iya tante." Leo menyalami tangan Emily.

"Kalian pergi gak Cuma berdua kan nak?" Tanya Emily mengintimidasi.

"Gak kok tante, Leo perginya sama Renata, ada temen-teman juga, Cuma mereka langsung ketempat janjian."

"Ooh, jangan pulang lebih dari jam 9 ya, tante titip Renata, jagain." Emily tersenyum.

"Emang Renata barang pake acara dititipin segala," Renata mencibirkan bibirnya.

Leo tersenyum, "oke tante, sebelum jam 9 Leo bakal antar Renata pulang dengan mulus dan bakal jagain Renata, beres tante!" Leo membentuk tangannya seperti menghormat.

Renata tersenyum pipi nya sedikit merona karna perkataan Leo, ada rasa senang yang tidak bisa di jelaskan oleh Emily, melihat putrinya mempunyai teman laki-laki yang sangat sopan dan santun, adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi nya.

"Ya uda kalian berangkat aja sana, nanti kelamaan."

"Siap tante."

Setelah beberapa menit ada didalam mobil, Leo dan Renata berjalan masuk kedalam gedung cafe yang berukuran cukup besar dan cukup bernuansa mewah.

Mata Renata dan Leo sibuk mencari tempat teman-teman mereka berada, Renata melihat sekelilingnya, semenjak Jack meninggal Renata tak pernah lagi keluar ketempat umum begini, apalagi keluar rumah diatas jam setengah tujuh.

Emily melarang hal itu, dengan alasan takut anak tunggal nya kenapa-napa.

"Eh itu mereka." Leo menarik tangan Renata, menunjuk 5 orang manusia yang asik dengan obrolan mereka.

"Lu apa sih narik-narik." Renata risih.

"Kalau gak gua tarik lu lambat kek siput," ejek Leo, namun itu memang kenyataannya.

Renata mengikuti Leo, hingga sampai ditempat teman-temannya.

"Nat, akhirnya lu datang juga." Lian menghela napas panjang, dari tadi dia kaku, bingung harus bagaimana, ditambah tatapan aneh dari pengunjung cafe lainnya, karna dia duduk diantar 4 cowok, Wisma, Sean, Gibran dan Arga.

Pasti kalian tau bukan? Apa yang para pengunjung fikirkan? Benar-benar konyol.

Renata duduk di kursi yang kosong, Leo pun melakukan hal yang sama.

"emang nya kenapa Li?" tanya Renata.

"Udah-udah, sekarang kita pesan makan aja, si Renata gak bisa pulang lewat dari jam 9"

"Renata mah gak asik," Ledek Sean.

"Oiya, Renata kan belum kenal sama Io pada sekarang kenalan aja dulu," usul Lian.

"Benar tuh."

"Oke, kenalin, gua Sean."

"Kalo gua yang tampan ini, namanya Wisma calon pacarnya sahabat lu, sekalian aja calon suami sahabat lu." Lian memutar bola matanya.

"Gua yang polos ini namanya Arga." Arga menaikkan alisnya.

"Dan gua yang paling oke diantara kecebong-kecebong ini, gua Gibran, panggil aja Gibran ganteng."

"Iya semua, gua Renata." Dia tersenyum.

"Mbak." Leo mengangkat tangannya.

"Iya mau pesan apa?" Pelayan cafe itu menghampiri meja mereka, lalu memberi buku menu.

"Kalian mau apa, pilih aja." Leo memberikan buku itu, ke teman-temannya.

Setelah sepakat, mereka memesan menu yang sama, pelayan itu lalu pergi dengan catatan dan membawa kembali buku menu.

"Sipp dah, Leo bandar cop." Arga nyengir, sambil menunjuk Leo.

"Aman tuh, kan gua yang ngajak." Leo menganggukkan kepalanya.

"Oiya btw ni Nat, gua denger denger tadi lu dilabrak kak Bianca kan?" tanya Arga, dia memainkan tangannya, takut jika salah bicara.

"Iya."

"Kok lu manggil kak si sama si cewek gak jelas kek dia?" nada bicara Lian ketus, mengingat kejadian tadi, dia yang sebelum nya memang tidak suka dengan Bianca dan dua teman nya itu, sekarang menjadi sangat amat tidak suka dengan mereka.

"Dia kan emang kakak kelas di SMA kita beb, kok baru tahu sih?" Lagi-lagi Lian memutar bola matanya ketika Wisma berbicara.

"Apa sih lu bab beb bab beb." Lian mendumel, Wisma cengengesan lalu mengedipkan matanya.

"Kakel? Kelas 12 gitu?" tanya Renata, dia mengaruk rambutnya yang tak gatal.

"Emang ada kelas 13?" timpal Leo dingin, dia melirik Renata.

"Permisi ini pesanannya." Dua orang pelayan membawa pesanan mereka, lalu meletak kan nya di atas meja.

"Thanks."

Pelayan itu pergi dengan nampan kosong di tangan mereka.

"btw ini perdana gua liat Io gerai rambut Nat." Lian memperhatikan Renata.

"Iya jadi lebih Cantik," timpal Sean, dan itu memang fakta.

"Gak usah berlebihan." Leo menatap Sean, lalu menyeruput minumannya.

"Oiya nanti gua antar lu gimana Nat?" tanya Sean, menghiraukan tatapan Leo.

"Renata pulang bareng gua," Kata Leo dingin.

"Ya uda iya bang Leo. " Sean mengalah, namun dia tersenyum, setidak nya dia tau jika kemungkinan besar Leo mulai menyukai Renata.

"Li, kamu aku yang antar ya." Wisma menyugat rambutnya kebelakang, ingin terlihat lebih tampan didepan Lian.

Dan sejujurnya Wisma terlihat tampan meski dalam keadaan berantakan.

"Ya iyalah bego, gua kan pergi sama lu, ya pulang nya juga sama lu lah." Lian memasukan sesuap makanan ke dalam mulutnya.

Wisma mengelus dadanya, "untung sayang," batinnya, sambil menatap Lian.

"Gua pulang diantar lu ya Ga," kata Gibran sambil meneguk minumnya.

"Iya, 100jt permenit." Arga mengetuk-ngetuk jari nya pada permukaan meja.

Gibran terbatuk, lalu membulatkan matanya.

"Bagus gua naik ojek, 10 ribu sampe rumah."

"Canda-canda, cowok baperan."

"Tau."

"Oiya ngomong-ngomong 2 minggu lagi kita ada PERSAMI." Nada bicara Lian terdengar bersemangat.

"Serius?" tanya Renata memastikan.

"Emang kamu tahu dari mana sayang?" jika berbicara dengan Lian, gaya bicara dan bahasa Wisma pasti akan berubah seratus persen dari biasa nya.

"Tahu dong, abang gua bocorin." Lian menyeruput minumannya.

"Emang abang lu siapa?" tanya Gibran antusias.

"Kak Rendi," Jawab Renata.

"Jadi yang Ketua OSIS tu Abang lu Li ?" Arga kaget, sedikit tidak menyangka jika seorang ketua OSIS yang berwibawa mempunyai adik perempuan yang bar-bar dan menjadi satu-satunya siswi kelas sebelas yang berani melawan Bianca.

"Kok gua baru tahu?" Gibran menaikan alis nya.

"Ya iyalah Io kan baru kenal sama Lian." Jelas Wisma singkat.

"Bagus dong kalau gitu" Sean menanggapi dengan tersenyum, persami akan membuat kepala sedikit lebih fresh.

"Abang Lian ketos tapi ember," ejek Gibran, dia tertawa.

"Enak aja lu, gua kan adeknya, ya gapapa lah gua tau." Lian memukul pundak Gibran.

Gibran membalas kelakuan gadis itu, "Jangan pegang-pegang heh-!"

Wisma menyingkirkan tangan Gibran yang sempat bertengger di pundak Lian, cemburu.

Walau belum menjadi milik nya, tetap saja Wisma tidak akan membiarkan tangan lelaki lain menyentuh Lian, apalagi berpotensi untuk menyakiti gadis itu.

"Iya-iya."