Chereads / F.T.D (For The Dead) / Chapter 4 - Chapter 4; Rumah praktek aborsi

Chapter 4 - Chapter 4; Rumah praktek aborsi

Sepulang sekolah aku pulang dan langsung mengganti seragamku dengan celana jeans kaos dan jaket, setelahnya aku mengambil kameraku dan naik ke atas motorku. Kali ini karena aku masih penasan dengan apa saja yang bisa dilakukan oleh kameraku aku memutuskan untuk benar-benar membawanya ketempat yang di rumorkan berhantu lainnya. Ada sebuah rumah yang dirumorkan menjadi tempat praktek illegal untuk melakukan aborsi. Praktek aborsi adalah hal yang illegal namun masih banyak beberapa pihak yang tetap menjalankan praktek ini karena dinilai menguntungkan. Selain itu janin-janin yang lahir sebelum waktunya juga bisa di jual dengan harga tinggi untuk keperluan penelitian seperti ujicoba obat atau percobaan lainnya. Aku mendengar pelanggan yang datang ke sana kebanyakan adalah anak-anak remaja yang mengandung di luar pernikahan, ada isu kalau salah satu murid administrasi perkantoran juga seseorang di kelasku juga pernah menggugurkan kandungannya di sana. Aku tidak tahu dari mana isu ini bisa menyebar namun aku ingin mencoba membuktikannya.

Ada isu kalau sering kali terdengar suara tangisan bayi di halaman rumah itu, ada beberapa orang juga yang bersaksi kalau mereka melihat pengurus tanaman di rumah itu menggali sesuatu di halaman rumah dimalam hari tepat di bawah pohon beringin besar yang tidak jauh dari rumah itu. Tapi tidak ada yang tahu pasti apa yang di kubur karena mereka hanya melihat dari kejauhan, rumah itu tidak di pagari jadi sebenarnya orang lain bisa bebas melihat apa yang terjadi di sekitar rumah bahkan datang dan memeriksa sendiri pohon beringin tersebut namun tidak ada yang berani. Aku tentu tidak takut dengan hantu, lagipula aku bisa membuat alasan kalau aku sedang membuat vlog untuk chanel Mytube seandainya aku ketahuan. Mereka tidak akan berfikir yang aneh-aneh dan aku bisa sekaligus mencari bukti apakah isu itu benar. Kalau benar aku bisa melaporkannya ke polisi, kalau pemilik rumah memiliki hubungan khusus dengan anggota kepolisian aku bisa menyebarkannya di internet. Kalau sudah viral siapa yang bisa menolak untuk menahan pemilik rumah ini? Kalau mereka mengabaikannya bu presiden tidak mungkin tinggal diam dan turun tangan secara langsung. Yang ada para polisi yang tidak becus itu akan kehilangan pekerjaan mereka hahaha.

Sesampainya di tempat yang di maksud aku tidak lantas memarkirkan motorku di depan rumah yang diisukan menjadi tempat praktek aborsi illegal tapi aku dengan sengaja memarkirkan motorku di sebuah rumah kosong yang berada tidak jauh dari pohon beringin tersebut. Bangunan itu sudah tua dengan pagar yang tampak sudah berkarat serta semak belukar yang tampak tinggi. Rumah ini juga diisukan berhantu dan aku dengan sengaja memarkirkan motorku di sini sebagai alibi. Agak haus akupun pergi ke sebuah warung untuk membeli minuman ketika tanpa sengaja aku bertemu lagi dengan Kori di sana.

Kori tampak duduk sambil minum kopi hitam seperti orang dewasa, dia tidak tampak kaget melihatku datang kemari seakan sudah tahu kalau aku akan datang kesini. Aku tahu Rangga bilang Kori memiliki tingkatan yang lebih tinggi darinya tapi melihat dia dengan santai ngopi cantik di sini sambil menungguku datang begini tetap tidak bisa di percaya. Apa dia bisa melihat masa depan? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku akan datang kemari?

Tiba-tiba lidahku terasa kelu, aku ingin bertanya kenapa dia bisa ada di sini tapi di sisi lain aku merasa kalau itu pertanyaan yang tidak sopan, lagipula ini tempat umum dan dia bebas untuk datang kemari sesuka hatinya. Aku bahkan juga tidak bisa bertanya kepadanya karena kami tidak familiar dengan satu sama lain, dia bahkan tidak masuk dalam daftar temanku hanya seseorang yang kutahu namanya karena dia cukup terkenal di sekolah.

"Halo lagi Emilio."

Sapaan Kori yang di tambah suara dan muka datarnya sungguh bisa membuat orang lain salah faham. Ekspresi dan suaranya membuatnya tampak tidak ingin bertemu denganku tapi sebagai orang yang satu sekolah dengannya aku tahu ini adalah reaksi normal Kori. Aku justru akan terkejut kalau dia tiba-tiba tersenyum dan menyapaku dengan ramah mengingat sifatnya bagaimana.

"Karena kamu udah di sini kita bisa periksa tempat itu sekarang."

Dia tampak menghabiskan kopi dari dalam cangkirnya ketika aku duduk dan memesan es jeruk kepada pemilik warung dan duduk di depannya.

"Jadi kamu beneran nungguin aku di sini? Gimana bisa kamu tahu aku bakalan datang kesini?"

"Kamu udah tahu tentang keanehan kamera kamu jadi aku tahu kamu bakal nyoba nguji kamera itu lagi, lagian aku liat kamu di jam istirahat ngerekam tangga buat ke lantai dua sekolah kita."

Dia lihat ternyata!! Tapi tetap saja dari mana dia bisa tahu kalau aku akan kemari?!! Terlebih dia tahu secara spesifik kalau akan berada di sini bahkan sampai lebih dulu dan minum kopi dengan santai di sini?!!

"Kamu udah tahu back story dari kamera kamu?"

Aku menggeleng mendengar pertanyaan Kori kepadaku.

"Aku belum sempet baca, jadi bener kamu bisa liat makhluk gaib?"

Kori menganggukan kepalanya dan tampak tidak berniat menutupi hal ini sedikitpun kepadaku. Dia sepertinya juga tahu kalau Rangga sudah memberitahuku secara tidak langsung kalau dia bisa melihat makhluk gaib kepadaku.

"Itu bukan hal yang bisa di banggain tapi aku emang bisa liat sesuatu yang gak bisa diliat orang lain. Yang tahu cuma guru BP sama Pak Budi guru pembimbing Animasi sama anak lain yang bisa liat juga."

Aku heran mendengar hal ini karena murid lain yang bisa 'melihat' tidak segan untuk membanggakannya untuk cari perhatian tapi Kori tidak lakukan hal itu. Seperti kata Kori hal itu bukan hal yang bisa dibanggakan, aku malah kasihan padanya karena memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari Rangga. Pak Budi dan Bu Resta mungkin tahu karena beberapa alasan khusus, Pak Budi adalah guru pembimbing jurusan Animasi yang khusus mengajar seni lukis realis, animasi stop motion, animasi dua dimensi dan tiga dimensi juga lain sebagainya. Beliau punya pemikiran yang kreatif dan sangat bebas serta dikenal sebagai guru dengan bayaran tertinggi di sekolah.

Beliau lulusan universitas dalam jurusan seni realis yang seleksi masuknyapun sulit bukan main, universitas itu mengharuskan para muridnya berfikir out of the box, tidak biasa, dan punya khayalan yang cukup gila. Bayarannyapun juga sangat tinggi untuk masuk kesana kalau tidak menggunakan jalur beasiswa dan kabarnya lukisan beliau belakangan ini di tawar hingga lebih dari ratusan juta. Beliau sekarang bukan hanya guru pembimbing di SMK kami namun juga seorang dosen di universitas yang sama. Kori adalah anak emas pak Budi, beliau belum menikah apalagi punya anak meski umurnya sudah empat puluh tahun jadi dia memperlakukan Kori seperti anaknya sendiri. Lagipula dengan sikap Kori yang memiliki jalan fikiran yang sama dan sikap yang sama mereka tampak seperti ayah dan anak sungguhan.

Belum lagi Kori di sebut-sebut tinggal sendirian karena dulu juga dia tinggal di asrama. Aku tidak tahu bagaimana dengan orang tuanya tapi aku tidak pernah melihat orang tua Kori datang ke pertemuan siswa dan Pak Budi bersikap seperti walinya terlepas tidak ada hubungan darah diantara mereka.

"Sejauh ini apa yang kamu tahu soal kamera ini?"

Aku berterimakasih terlebih dahulu kepada pemilik warung yang mengantarkan es jeruk yang kupesan tadi, setelah pemilik warung pergi akupun menjawab.

"Kamera ini gak suka dipake sama orang lain tanpa izin dan bakalan jailin orang yang make sampe orangnya ketakutan, selain itu kamera ini juga bisa ngerekam sama ngambil foto hal yang gak bisa diliat sama mata manusia. Selebihnya aku belum tahu. Tapi aku dapet kamera ini dengan harga yang bener-bener murah selain itu anehnya penjual kamera ini kayaknya buru-buru banget pingin kamera ini cepet-cepet ganti kepemilikan ampe pake jasa kurir kilat segala."

Kori terdengan menggumam mendengar penjelasanku. Setelah selesai meminum es jeruk yang kupesan aku dan Koripun berdiri dan berjalan ke arah rumah kosong itu terlebih dahulu.