Kori tampak mulai memakan makanannya begitu pula denganku, kalau di pikir-pikir yang di katakan Kori memang tidak salah. Manusia lebih menyeramkan daripada hantu, lagipula hantu bisa melakukan apa sih? Paling jauh hanya menakuti dengan suara atau menampakan wujud mereka, manusia yang bisa menghianati orang terdekat mereka bahkan sampai tega membunuh lebih menakutkan ketimbang dengan hantu.
"Apa kamu pernah jadi incaran beberapa orang gara-gara apa yang kamu lakuin?"
Tanyaku lagi yang baru menghabiskan seperempat dari makananku, Kori menggeleng dan menelan makanan yang ada di dalam mulutnya sebelum kemudian menjawab.
"Gak, lagian juga gak mungkin orang nyangka kalau aku ada hubungannya. Di mata orang lain aku cuma cewek SMA biasa. Mana ada juga coba yang ngira kalau aku yang ngasih tahu kelakuan mereka semua ke orang-orang yang bisa hukum mereka?"
Yang di katakan Kori masuk akal, lagipula Kori tidak ada hubungan apapun dengan dengan korban atau pelaku. Seperti tadi aku dan dia hanya tampak seperti sepasang remaja yang melakukan uji keberanian dengan mendatangi tempat angker. Tidak akan ada yang curiga kalau kami mencari bukti kebenaran dari rumor rumah yang dipakai untuk praktek aborsi dan kuburan janin di bawah pohon beringin tadi apalagi karena rumor yang beredar tidak ada juga yang akan bertanya apa yang kami lakukan di sana. Tapi tunggu sebentar apa itu artinya kori tahu beberapa orang yang percaya padanya dan menggunakan petunjuk darinya untuk menangkap orang-orang yang sulit di tangkap itu? Tapi siapa yang dia maksud?
"Ngomong-ngomong Lio aku penasaran suara aku kerekam juga atau gak, mainin rekaman tadi dong."
Mendengar permintaan Kori aku teringat lagi dengan rekaman yang kami ambil jadi akupun melepaskan kameraku yang dari tadi tergantung di leherku sementara Kori pindah duduk mendekatiku. Akupun memainkan rekaman yang kami ambil di bawah pohon beringin tadi. Dalam rekaman dengan jelas aku mendengar gumpalan-gumpalan janin yang menjadi satu tadi benar terdengar menangis meraung-raung. Seperti dugaanku aku tidak kuat mendengar tangisan mereka dan merasa tidak tega mendengar tangisan anak-anak yang bahkan belum lahir ini.
"Dingin… dingin… tolong…"
"Mama dimana?"
"Di sini dingin."
"Ini bukan perut mama."
"Dimana mama?"
"Tolong."
"Siapapun."
"Tolong."
"Apa aku nakal?"
"Aku gak akan tendang perut mama lagi."
"Aku mau pulang!"
Mereka terus bicara secara bergiliran, aku sungguh tidak tahu harus berkata apa melihat ini semua. Mendengar perkataan mereka membuatku merasa sedih sekaligus marah. Kenapa orangtua mereka egois sekali?!! Apa salah mereka?!!. Kori yang berada di sampingku tampak dengan sangat tenang menonton rekaman di kameraku. Dia tentu tidak kaget karena dia sendiri yang tadi berkomunikasi dengan mereka. Kori yang tidak membuka mulutnya sedikitpun saat kurekam tapi malah tampak berbicara dalam rekaman berkata.
"Kalian gak salah, kalian gak nakal kok. Kakak bakal bantu kalian pulang. Tapi bukan kemama kalian, seenggaknya disana kalian gak akan kedinginan lagi."
"Apa kami bisa ketemu mama lagi?"
"Kasian mama nangis sendirian."
"Kalau kami pergi siapa yang jaga mama?"
Pertanyaan polos para janin itu membuat hatiku terasa seperti tercabik, anak-anak ini bahkan belum lahir ke dunia namun mereka sudah sangat menyayangi ibu mereka. Aku pernah mendengar kalau bayi yang masih dalam kandungan bisa mendengar perkataan orang lain di sekitarnya dan memahami perasaan ibu mereka tapi aku sama sekali tidak menyangka kalau itu benar. Aku melihat Kori hanya tersenyum tipis mendengar ucapan mereka dan menjawab.
"Mama kalian gak akan apa-apa, mereka sakit dan butuh istirahat. Jadi tunggu giliran untuk kembali nanti. Suatu saat nanti kalian bakalan ketemu sama mama kalian lagi."
Itu adalah kebohongan, namun para bayi malang yang tidak tahu apa-apa itu menerimanya begitu saja. Mereka menangis meraung-raung sebelumnya namun begitu Kori mengatakan kebohongan yang indah kepada mereka mereka semua mempercayainya. Mereka mulai memisahkan diri dan berubah menjadi sekumpulan cahaya dan berubah wujud menjadi bayi-bayi mungil dan mengintari Kori sambil tertawa. Rekaman itu berakhir dengan bagian saat Kori mengambil kameraku dan merekamku saat aku jadi mainan para bayi tadi dengan suara Kori yang jelas terdengar tertawa melihat reaksiku yang di jadikan mainan oleh anak anak tadi padahal aku jelas tidak mendengarnya tertawa sedikitpun.
Setelah video berakhir baru Kori memotretku, kuakui reaksiku memang tampak lucu apalagi dengan posisiku yang tampak jadi seperti tiang untuk di panjat oleh anak-anak itu. Tapi melihat senyuman dan wajah polos mereka mana bisa aku marah. Mereka terlalu imut untuk dimarahi, lagipula mereka hanya bayi yang penasaran dengan sekitar mereka dan menginginkan kasih sayang. Mana ada hati aku untuk memarahi mereka?
Setelah puas melihat rekaman tadi Kori tampak lanjut memakan makanannya begitu pula denganku sebelum kemudian dia berkata.
"Dari pengalamanku kamera kamu ini kayaknya dulunya dimiliki sama seorang fotografer juga. Sebuah barang yang benar-benar di sayangi sama pemiliknya dan selalu dibawa kemana-mana seringkali merekam peristiwa di sekitarnya. Kamera ini gak hidup, dia cuma inget apa yang pernah dilakuin sama pemilik sebelumnya dan bikin kamu tiba-tiba gerak sendiri."
Jadi karena itu kadang aku tiba-tiba bisa langsung menggunakan teknik yang baru diajarkan oleh guru dan bisa mengambil angle yang sempurna hingga dapat nilai bagus?!! Kamera ini ternyata berusaha mengajariku!! Mujur sekali aku punya kamera ini!!
"Kamu gak takut?"
Aku menggeleng sambil memeluk kameraku
"Kenapa juga aku harus takut? Kamera ini kan udah bantu aku apanya yang harus di takuti?! Buat anak Multimedia kamera ini harta karun tahu!! Hartakarun!! Makasih Maroon kamu bener bener guru yang hebat!!"
Kori menatapku seakan aku adalah alien dari planet lain tapi aku tidak memperdulikannya, Maroon sekarang adalah harta karunku dan aku tidak akan membiarkan orang lain memakai kameraku ini!! Kalau sampai mereka tahu apa yang bisa dilakukan oleh Maroon banyak orang pasti menginginkannya!! Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuh Maroon kecuali Kori!! Kenapa hanya Kori? Karena kalau kori mau meminjam Maroon dariku aku akan memperbolehkannya. Dia punya pekerjaan di bidang ini jadi Maroon sudah pasti berguna untuk Kori. aku bahkan tidak masalah kalau Kori memintaku menjadi kameramennya untuk mengumpulkan bukti.
"Kamu bahkan kasih kamera ini nama? Dan lagi nama perempuan?"
Memang ada apa dengan nama yang ku pilih? Apa terdengar aneh? Nama yang kupilih terdengar bagus kan? Terdengar mirip dengan nama karakter dalam buku komik atau novelkan? Setidaknya aku tidak menamainya dengan nama makanan. Itu akan aneh. Apalagi aku menganggap kamera ini temanku sekarang dan aku merasa kamera ini akan kesal kalau ku namai dengan nama yang aneh-aneh.
"Kenapa? gak masalah kan?"
"Ya… terserah kamu aja sih…"
Ketika aku akan kembali makan tiba-tiba aku jadi teringat dengan asap hitam yang menyatu dengan para roh bayi tadi. Saat sesuatu berbentuk asap hitam itu terpisah dari roh para bayi itu mereka langsung terpisah dan membentuk cahaya dan beterbangan di sekitar Kori. Apa sebenarnya asap hitam itu?
"Oh iya sesuatu yang bikin para bayi itu menyatu apaan?"
"Asap itu adalah perwujudan dari rasa sedih, malu, amarah dan kebencian ibu yang tidak menerima kehadiran anaknya. Di tambah mereka di kubur pada satu tempat seakan mereka adalah sampah."
Aku mengernyitkan dahiku mendengar penjelasan Kori, aku tidak tahu emosi negatif manusia bisa berdampak seperti itu kepada roh. Kalau begitu apa mungkin selama ini banyak roh yang menjadi jahat karena emosi negatif para manusia?
"Manusia itu mengerikan Lio, kebencian mereka bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Bahkan sesuatu yang tidak ada bisa menjadi nyata hanya karena di percayai ada."