Chereads / F.T.D (For The Dead) / Chapter 9 - Chapter 9: Pocong

Chapter 9 - Chapter 9: Pocong

Pagi harinya seperti biasa aku memasak sarapan untuk diriku sendiri dan ibuku juga makan siang untuk diriku sendiri namun yang jadi berbeda aku juga membuat makan siang untuk Kori. Hari ini adalah hari pertama bagiku untuk menjadi asisten Kori, aku tidak tahu apa yang akan ku hadapi hari ini. Aku tahu mulai sekarang hidupku akan jauh dari kata normal namun aku tidak peduli, hidupku sudah terlalu membosankan. Karena kameraku memberiku pilihan untuk memiliki hidup yang tidak membosankan seperti sebelumnya aku tentu

Kalau orang lain tahu mereka mungkin akan protes dan menganggap kalau aku mengambil pilihan bodoh, ketika orang lain ingin memiliki kehidupan yang santai dan normal aku malah memilih untuk mengambil jalan seperti ini tapi ini pilihanku lagipula setelah tahu Kori menghadapi banyak hal sendirian mana mungkin aku pura-pura tidak tahu dan tidak mencoba membantunya?

Setelah selesai memasak akupun menata makanan yang kubuat di dalam kotak bekal dan memasukannya kedalam tas lain untuk kuberikan kepada Kori nantinya. Setelah selesai akupun mengambil tas dan kameraku sebelum kemudian memakai helmku dan pergi ke sekolah dengan motorku.

***

Sesampainya di sekolah aku masuk kedalam kelas seperti biasa dan duduk di tempat dudukku. Hasan menyapaku seperti biasa ketia tanpa sengaja dia sepertinya mencium makanan yang kubuat untuk Kori.

"Widih ada yang bawa bekel dari rumah nih, minta dong belum sarapan nih!."

Itu salahnya sendiri kan? Aku sudah membuat bekal makan siang hanya untuk milikku dan bagian Kori aku tidak membuat lebih sama sekali. Lagipula kalau dia lapar dia bisa beli makanan sendiri ke kantin. Ini makanan untuk Kori dan aku tidak akan membiarkan Hasan memakannya.

"Yang satu ini punya orang lain, beli makanan ke kantin sendiri sana."

Mendengar jawaban ketusku dia menghela nafas kecewa tapi kemudian dia berbilik menatapku dengan tatapan penasaran.

"Apa makanan ini buat orang yang kemarin di maksud sama Rangga?"

Aku tiba-tiba teringat dengan pembicaraan antara kami bertiga kemarin, Hasan tidak tahu kalau yang Rangga maksud adalah Kori jadi aku juga tidak ada niat untuk memberitahunya kalau Kori tidak mengizinkanku.

"Iya, aku dan dia mutusin buat punya hubungan simbiosis mutualisme jadi aku bikinin dia makanan hari ini. Kamu udah mutusin tema apa yang bakalan kamu pake buat pameran nanti?"

Tanyaku mengubah arah pembicaraan, memang ada pameran sekolah yang akan di adakan bulan depan untuk memperlihatkan kepada para orang tua apa yang selama ini di ajarkan para guru kepada anak-anak mereka dan kelas dua sengaja di pilih untuk menempilkan karya mereka karena di anggap sudah bisa memperlihatkan bakat terpendam mereka karena telah di asah dengan baik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan percaya diri para murid sebelum mereka memasuki dunia kerja di masa PKL nantinya. Ini di tunjukan untuk para murid yang tidak pernah ikut lomba namun yang pernah ikut lomba juga biasanya akan ikut untuk menunjukan siapa pemilik bakat terbaik yang sudah mengharumkan nama sekolah.

Sebagai anggota club fotografi aku menjadi salah satu panitianya dan bertugas untuk memotret semua karya para murid di sekolah untuk di masukan kedalam halaman semua social media dan web resmi sekolah. Temanyapun bebas jadi apapun yang di buat oleh anak animasi tidak akan di larang. Ada beberapa batasan tertentu tapi asalkan mereka tidak menggambar atau membuat sesuatu berbentuk alat kelamin atau semacamnya mereka bebas membuat apapun. Untuk anak Multimedia kami membuat pameran fotografi tentunya namun aku masih belum menemukan tema untuk kupilih. Kudengar anak IT membuat karya dari binary number yang membentuk gambar namun memiliki pesan tersembunyi untuk orang yang bisa membacanya. Kurasa itu akan menarik perhatian bagi mereka yang menyukai teka-teki. Dan terakhir semua anak dari semua jurusan membuat proyek besar untuk membuat sebuah game yang bisa di mainkan oleh para pengunjung secara bergiliran setelah melihat pameran.

"Belum, kamu udah?"

Aku menggeleng, sejujurnya belum ada ide yang muncul di dalam otak ku. Aku terpikir untuk mengikutkan foto Kori yang kuambil kemarin kedalam lomba yang akan kuikuti minggu ini namun aku belum ada ide untuk pameran selain itu aku juga belum minta izin kepada orangnya. Ada kemungkinan aku akan pergi ke beberapa tempat yang belum terjamah dan memilih foto yang paling bagus untuk ku masukan kedalam pameran nantinya. Yang berarti aku harus cari tempat yang cocok dan memiliki dana yang cukup untuk pergi ke tempat yang kupilih nantinya.

Selain itu aku masih belum dapat foto Kori yang sedang tersenyum!! aku ingin memotret Kori yang sedang tersenyum dan tertawa!! Kalau aku memilikinya satu sekolah pasti akan geger!! Aku harus mencari cara untuk membuatnya tersenyum agar aku bisa memotretnya!! Aku tidak akan menyerah!! Aku akan cari cara agar Kori mau tersenyum di depanku supaya aku bisa mendapatkan foto yang bagus!!

Pemikirankupun kembali teralihakan dengan topik sebelumnya, aku dan Hasan membicarakan tempat apa yang bagus untuk di jadikan objek foto kami nantinya. Hasan memilih untuk memotret di kepulauan seribu, dia bilang sekalian karena saudaranya ada yang akan segera menikah dengan orang sana jadi ia bisa hemat ongkos mujur sekali dia. Ketika aku memikirkan tempat apa yang ingin kufoto tiba-tiba pintu kelas terbuka dan Rangga masuk sambil ter engah-engah. Dia sudah pasti datang kesekolah sambil berlari lagi. Aku melirik kea rah jam tanganku menemukan kalau sekarang sudah pukul tujuh lebih empat puluh menit.

"Kamu masih selamet! dua puluh menit lagi sebelum waktunya masuk kelas."

Komenku sambil menertawakan nasibnya, Rangga hanya menggerutu dan meminum air mineral di dalam tempat minum yang dia bawa. Rangga menghela nafasnya lega, dia terlihat meletakan tasnya di tempat duduknya sebelum kemudian kembali menghampiri kami.

"Kalian ngomongin apaan?"

"Ngomongin soal festival sekolah bulan depan, kamu udah mutusin mau pake tema foto apaan?"

Pertanyaan Hasan di balas gelengan oleh Rangga yang dengan santai duduk di tempat duduk kosong yang terdekat dengan kami dan meminum minuman yang dibawanya.

"Awalnya aku niat ngambil foto-foto tempat bersejarah yang ada kisah kelamnya tapi aku ngerasa bakal kena omel jadi gak jadi deh. Temenku bilang kalau terjadi apa-apa sama aku dia gak akan bantu."

Kurasa yang dia maksud sudah pasti Kori… lagipula memangnya tempat apa yang akan dia foto sampai Kori tidak mau membantunya? Lebih baik aku tanya dulu kepada Kori untuk jaga-jaga. Aku tidak mau tanpa sengaja memilih tempat yang berbahaya apalagi kalau sampai membuatnya repot.

***

Di jam istirahat aku pergi keluar kelas sambil membawa bekal makan yang kubuat untukku dan Kori. Saat kulihat kedalam kelasnya dia tidak ada jadi aku memutuskan untuk pergi ke kantin. Di kantin aku melihat Kori sedang sibuk menggambar dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya terlihat memegang roti isi coklat. Aku geleng-geleng kepala melihat kelakuannya dan berniat menghampirinya ketika tiba-tiba dia terdiam dan menatap ke arah satu titik.

Melihat gerak gerik Kori aku ingat pandangan matanya ini sama dengan saat dia melihat sesuatu yang tidak biasa, akupun cepat-cepat mengarahkan kameraku kearah tatapan Kori dan benar saja perkiraanku. Sekitar satu meja setelah meja Kori tampak seorang laki-laki yang jelas bukan seorang murid karena memakai kemeja putih, jaket serta celana jeans, dia memang bisa dibilang tampan jadi orang lain ada kemungkinan akan mengira kalau Kori naksir padanya. Tapi yang Kori lihat jelas bukan dia namun sesuatu yang mengikutinya, di belakang laki-laki itu tampak sesosok makhluk yang terbungkus kain putih dan biasa juga di sebut pocong. Pocong ini jelas perempuan, tingginya mungkin sekitar 160 senti meter dan memiliki wajah yang cantik kalau aku mengabaikan darah yang terlihat pada kain kafannya khususnya bagian perut.

Kori bicara padanya dari jauh menggunakan raga halusnya jadi aku cepat-cepat ke sampingnya untuk menjaga tubuhnya dan meletakkan kameraku dengan posisi yang pas agar raga halus Kori yang lepas dari tubuhnya dan sosok pocong tadi bisa tetap tertangkap oleh kameraku. Aku meletakkan tablet dan roti yang ada di tangan kori di atas meja sementara tubuhnya kubiarkan bersender di bahuku. Mungkin aku tampak seperti seseorang yang mencari kesempatan dalam kesempitan tapi sebenarnya tidak oke?!! Ini adalah salah satu tugas yang Kori berikan kepadaku sebagai asistennya!!