Aku mulai terfikirkan semua rumor tentang hantu yang sering kali muncul di internet dan juga yang sering kali di ceritakan dari mulut ke mulut. Aku juga mengingat beberapa hal yang sudah di wariskan secara turun temurun dan di percayai hingga saat ini. Apa mungkin itu semua menjadi nyata karena ada orang yang percaya? Bukankah itu berarti ada kemungkinan hantu-hantu yang terkenal di Indonesia kebanyakan menjadi ada karena orang-orang yang percaya dengan keberadaan mereka?
"Meski begitu gak berarti semua hantu yang dikenal dengan baik kayak pocong, kuntilanak dan sebagainya semuanya ada karena ketakutan manusia, yang asli juga ada kok. Wujud mereka juga macem-macem dan kadang bahkan gak lazim."
Kalau begitu bagaimana cara membedakan antara mereka yang asli dan ada karena rasa takut manusia? Aku sama sekali tidak bisa membedakannya.
"Kayaknya kamu udah biasa banget ya ngelakuin ini semua?"
"Emang udah biasa, lagian aku dari lahir udah kayak gini kalau gak aku manfaatin buat kebaikan dosa ntar aku."
Jawaban Kori terdengar masuk akal sekaligus tidak bagiku. Masuk akal karena dia menggunakan kemampuannya untuk kebaikan dan membantu mereka yang sudah mati tapi di sisi lain sebagai orang normal hal yang di lakukan Kori belum tentu akan di lakukan oleh orang lain yang sama-sama memiliki kemampuan khusus seperti dirinya. Contohnya saja Rangga, dia bisa melihat roh tapi dia tidak melakukan hal yang sama seperti Kori. Padahal kalau dia mau membantu Kori dia bisa. Orang lain mungkin sudah menjadi gila jika melihat dan merasakan apa yang tidak bisa dilihat dan di rasakan orang lain. Mungkin saja menggambar membantu Kori meluapkan emosinya yang dia tahan hingga akhirnya daripada menjadi gila dia menjadi pendiam.
Aku tidak tahu kenapa Kori memilih untuk menghadapi semuanya sendirian ketika ada anak lain di sekolah yang memiliki kemampuan yang sama seperti dirinya di sekolah dan dia bisa minta bantuan mereka, aku tidak tahu apakah ini karena sikap Kori yang pendiam atau karena dia tidak ingin mereka kena masalah kalau mereka ikut membantunya.
"Kori apa kamu pernah jadi incaran roh?"
Kori terdengar tertawa sarkastis namun muka datarnya tampak tidak berubah sama sekali hingga membuat orang yang melihatnya mungkin akan merasa sebal melihat ekspresi wajahnya namun tidak denganku. Mendengar tawa sarkastisnya aku merasa kalau sesuatu memang pernah terjadi kepadanya.
"Udah hal lumrah bagi orang-orang kayak aku kalau kemampuan kami narik perhatian para makhluk di sekitar kami ntah itu baik ataupun jahat. Kami ini kayak cahaya yang narik perhatian serangga di sekitarnya. Aku bahkan pernah ketemu sama siluman dan iblis. Tapi kayak yang kamu liat aku masih idup."
Mendengar hal ini aku jadi khawatir dengannya, roh biasa mungkin tidak akan jadi masalah besar tapi siluman dan iblis tingkatannya jelas berbeda. Masih mending kalau mereka tidak tertarik dengan Kori dan mengabaikannya tapi kalau mereka sampai tertarik pada Kori bukankah nyawa Kori bisa terancam kapan saja?!! Bagaimana kalau dia harus menghadapi sesuatu yang terlalu kuat untuk dia hadapi sendiri?!! Siapa yang akan mencarinya kalau tiba-tiba dia menghilang karena di bawa ke alam lain atau terluka dan di sembunyikan oleh makhluk tak kasat mata?!! Baiklah khayalanku mungkin agak berlebihan tapi hal itu bisa saja terjadi kan?!!
"Aku pulang duluan, makasih udah nemenin aku hari ini Lio."
Melihat Kori mau berdiri untuk keluar ruangan setelah menghabiskan makanannya aku memegang pergelangan tangannya membuatnya menengok ke arahku akupun menatapnya dengan tatapan serius.
"Kori mulai sekarang bawa aku kemanapun kamu pergi."
Setidaknya kalau aku ikut aku bisa mengawasinya, walau aku tidak bisa melihat kameraku bisa membantu. Aku tidak akan membiarkan Kori menghadapi semuanya sendirian. Aku mungkin akan menjadi beban untuknya karena aku tidak bisa melakukan apapun untuk membantunya namun aku tidak bisa hanya diam saja ketika tahu dia membahayakan dirinya sendiri.
"Apa maksudnya?"
Tanyanya dengan suara yang terdengar datar dan tanpa emosi, aku menatapnya dengan heran. Jawabannya sudah jelas kenapa dia masih bertanya?
"Jadiin aku asisten kamu, yang kamu lakuin ini bahaya. Aku gak mungkin ngebiarin kamu hadapin semua ini sendirian ketika aku tahu-"
Namun dengan cepat dia memotong perkataanku.
"Gak usah, kamu cuma bakalan jadi beban."
Apa dia kira aku akan menyerah hanya karena dia berkata seperti itu?!! Itu tidak mungkin!! Aku sudah membulatkan tekadku untuk membantunya!! Aku hanya tersenyum kepadanya dan menjawab.
"Kata-kata kamu nusuk banget tapi aku bakal tetep ngikutin kamu lho."
Dia menatapku dengan tatapan datar sebelum kemudian menjawab.
"Aku bakal telpon polisi nanti."
Aku tertawa mendengar perkataannya, dia memang bisa melakukan itu kalau dia mau tapi entah kenapa aku merasa dia tidak benar-benar serius akan melakukannya dan hanya ingin aku mengurungkan niatku. Dia mungkin tidak mau aku mengikutinya.
"Jadiin aku asisten kamu, kamu boleh suruh-suruh aku atau bahkan bikin aku masakin kamu makanan yang kamu mau. Tapi aku gak bakalan tinggalin kamu sendirian."
Dia terlihat agak terkejut mendengar perkataanku, dia tampak ingin mengatakan sesuatu namun pada akhirnya dia menghela nafas dan menjawab.
"Lakuin aja sesuka kamu."
Akupun tersenyum penuh kemenangan mendengar perkataannya dan melepas pegangan tanganku darinya. Kamipun berjalan saling bersebelahan dan turun ke lantai bawah untuk membayar makanan yang tadi kami makan bersama, setelah selesai kamipun pergi ke luar restoran.
"Eh Kori, kamu beneran cantik lho waktu senyum. Jadi modelku buat lomba mau gak?"
Tawarku sambil tersenyum namun dengan suara datar dia kembali menjawab.
"Wajahku udah begini dari sananya gak bisa di apa-apain lagi. Aku malah bakal keliatan aneh kalau nyoba senyum."
Aku tidak mengerti dengan apa yang dia maksud, apa mungkin sesuatu pernah terjadi kepadanya hingga dia berhenti tersenyum? kalau iya apa?. Aku ingin memperlihatkan kepada semua orang kalau Kori sebenarnya tidak sedingin yang orang lain kira. Karena kurasa hanya seseorang yang memiliki sifat keibuan bisa menenangkan para roh janin malang yang di buang oleh ibu mereka sendiri.
"Apa kamu gak ngerasa senang waktu kamu berhasil nolong anak-anak itu?"
Tanyaku lagi dengan harapan kalau ingatan itu mungkin akan membuatnya tersenyum seperti tadi hingga aku bisa memotretnya namun di luar dugaan, bukannya tampak senang di kamera seperti sebelumnya dia malah tampak marah. Sangat-sangat marah. Sebelum kemudian dengan suara sangat dingin dia menjawab.
"Dari pada seneng aku aku bener-bener kesel ke ibu mereka yang gak punya tanggung jawab sama sekali, kalua bukan karena gak mau kena karma buruk aku mungkin udah kirim kutukan ke ibu mereka supaya mereka mandul sekalian…"
Baiklah kutarik kata-kataku tadi Kori menakutkan, aku baru tahu kalau dia bisa mengutuk juga. Apa mungkin aku telah salah menilainya? Tapi kemudian saat aku mulai memikirkan ulang pendapatku tentang Kori dia melanjutkan perkataannya kembali.
"Lagian udah aku bilang kan? aku lahir dengan kemampuan ini, kalau aku gak pake buat menolong dosa aku ntar."
Tanganku tanpa sadar bergerak sendiri dan memotret ekspresinya yang tampak sangat tenang dan damai. Memang benar bukan senyuman yang kudapatkan namun wajah tenangnya juga tatapan lembutnya membuat suasana foto tampak sangat menenangkan apalagi dengan latar belakang halaman rumah makan yang di tumbuhi oleh tumbuhan hijau dan langit malam. Suasanya yang tampak agak ramai malah tampak membuatnya mencolok dan helai rambut panjangnya yang tampak terbang tertiup oleh angin menambah pesonanya. Kori ternyata memang benar-benar cantik.