Sepanjang perjalanan aku dan Kori berdiskusi untuk makan di mana, ternyata Kori ini seorang foodie. Dia tahu banyak tempat makanan yang enak namun murah aku tentu menerima usulannya dan kami memutuskan untuk pergi ke sebuah restoran dua puluh empat jam yang Kori bilang bebas dari 'penglaris' dan punya rasa makanan yang enak. Aku heran sekali, ini sudah tahun 2177 tapi masih saja ada yang menggunakan trik-trik kotor seperti penglaris dan menggunakan dukun untuk menyerang pesaing bisnis mereka. Padahal sudah jelas ada Mytube, kalau makanan mereka di rasa kurang enak harusnya mereka berfikir apa yang kurang bukannya malah lari ke dukun. Lagipula sepi atau ramai namanya juga usaha pasti ada saat sepi atau ramai apalagi banyak yang melakukan inovasi baru pada makanan kalau tidak kreatif mereka yang punya pemikiran kolot hanya akan di tinggalkan oleh perkembangan zaman ketika semua orang sudah pasti punya handphone. Apa yang mereka lakukan sebenarnya dengan handphone mereka kalau tidak digunakan untuk melihat hal yang lebih berguna? Melihat sinetron yang ceritanya dibuat asal selesai, acara gossip dan berita hoax? Tidak ada kerjaan sekali.
Sesampainya di tempat yang Kori tunjukan aku memarkirkan motorku sementara Kori turun lebih dulu dan memberikan helm cadangan yang dia pakai kepadaku. Setelahnya akupun masuk kedalam restoran bersamanya. Restoran ini tampak ramai bukti kalau makanan di sini memang enak. Aku belum sempat mempertimbangkan meja mana yang akan kami duduki mengingat pembicaraan kami yang bisa dibilang rahasia besar tapi ternyata Kori sudah memesan ruang VIV pribadi untuk dua orang di lantai atas dan dengan santai membayar jumlah uang yang cukup besar untuk hal ini.
Apa mungkin panggilan Ratu es bukan sekedar panggilan? Apa mungkin Kori sebenarnya putri dari keluarga kaya? Aku tidak tahu dan tidak ingin bertanya juga tentang hal ini. Lagipula rasanya tidak enak kalau aku harus bertanya tentang hal seperti ini kepadanya. Kesannya aku jadi seperti teman yang mendekatinya karena uang aku tidak mau Kori memiliki kesan seperti itu kepadaku.
Aku dan Kori naik ke lantai atas mengikuti pelayan yang mengantar kami kedalam sebuah ruangan yang tampak berukuran sedang dan di pasangi sofa dan meja juga tv dan mike untuk karaoke yang berarti dinding di ruangan ini kedap suara jadi apapun yang kami bicarakan tidak akan terdengar dari luar.
Akupun memesan Chiken lava ayam goreng tepung tanpa tulang yang dibasahi oleh bumbu kental berwarna merah yang Kori bilang super pedas, aku merasa tertantang jadi aku ingin coba aku juga memesan sup buntut daging sapi dan melengkapinya dengan nasi sementara Kori memesan Gurita bumbu pedas manis dengan nasi, salad, dan gorengan. Untuk minumnya kami berdua memilih lemon tea setelah kami selesai memesan pelayan pergi keluar ruangan kami dan menutup pintu.
"Barusan yang kamu telpon siapa?"
Aku penasaran bukan tanpa alasan, Kori menelpon seseorang yang dia panggil sebagai Adnan bukan polisi. Kenapa dia lebih mempercayakan apa yang dia temukan kepada Adnan bukannya menelpon polisi seperti orang lain? Siapa sebenarnya Adnan ini?
"Temen yang dulu satu satu sekolah sama aku Adnan, dulu aku sama dia masuk sekolah yang sama. Sekolah itu punya sistem eskalator mulai dari TK, SD, SMP sama SMA. Sekolah itu dibuka buat anak-anak jalanan kayak aku. Kami bukan cuma di sekolahin tapi juga di kasih uang saku. Kebutuhan kami bakal di penuhin sampai kami cukup umur buat nyari kerja sendiri."
Aku agak terkejut mendengar perkataan Kori, jadi dia itu yatim piatu? Besar di jalanan pasti berat untuk Kori terlebih dia punya kekuatan yang tidak mungkin bisa di mengerti oleh orang normal.
"Kalau kamu pindah ke SMK Ganesha apa dana bantuan buat kamu masih ngalir?"
Aku khawatir bukan tanpa alasan karena masuk kelas Animasi mengeluarkan banyak biaya, kebanyakan biaya yang dikeluarkan juga untuk membeli bahan untuk membuat karya seni seperti kanvas, kuas, cat air, cat poster, cat minyak, pensil dengan ketebalan yang berbeda beda, pen tab dan lain-lain. Belum lagi buku-buku yang berkaitan dengan seni khususnya yang mengajarkan seni realis juga mahal. Kalau Kori tidak punya pekerjaan sambilan dari mana dia bisa mendapat uang?
"Masih, lagian kalau soal SMA atau kuliah kita bebas milih sendiri. Mereka nemuin aku waktu aku baru berumur tujuh tahun. Aku sama Adnan sekelas terus dari SD."
Aku hanya bergumam mendengar penjelasan Kori, untunglah kalau begitu berarti Kori tidak terlalu kesulitan. Kalau dia butuh pekerjaan aku mungkin bisa tanya kepada ibuku kalau-kalau ibuku kekurangan pegawai di cafenya. Mulia juga orang yang mendirikannya. Tapi kenapa Kori malah menelpon Adnan yang sudah jelas tidak ada hubungannya sama sekali dengan ini semua?
"Jadi kamu sering bantuin roh kayak tadi?"
"Iya. Lagian siapa lagi yang bisa bantu mereka selain orang-orang kayak aku? Gak banyak juga yang bisa aku lakuin sih selain negosiasi. Lagian kamu sendiri juga mungkin tahu berapa banyak roh yang gentayangan karena meninggal secara gak wajar dan pembunuh mereka gak tertangkap. Karena itu juga aku sering bantuin mereka."
Yang Kori katakan memang benar, sejak aku kelas tiga SMP dan mulai bisa berfikir secara kritis aku sering kali mendengar banyak sekali kasus yang tidak selesai karena kekurangan bukti atau karena pelakunya memiliki posisi di dalam pemerintahan. Hal ini tentunya berubah semenjak Shima Maharani memimpin Indonesia membuat banyak pejabat korup dan orang-orang yang melakukan tindak kejahatan namun menggunakan jabatan mereka atau anggota keluarganya sebagai alasan agar tidak bisa di tangkap bisa di tahan asalkan ada buktinya.
Namun meski begitu tidak berarti polisi yang korup tidak ada justru masih ada, lagipula tidak mungkin juga satu presiden bisa tahu apa saja yang di lakukan oleh semua bawahannya. Tugas beliau sangat banyak, ku dengar dia sedang sibuk sekarang mengurus perbaikan beberapa undang-undang seperti menambah masa tahanan dan menghilangkan peraturan yang di rasa tidak perlu. Beliau juga memberi dana untuk memfasilitasi tempat rehabilitasi pengguna narkoba, rumah aman untuk korban kekerasan dalam rumah tangga juga korban pemerkosaan dan membangun rumah sakit khusus untuk penderita kanker. Mana ada waktu untuk mengawasi beberapa 'serangga' seperti mereka?
Selain itu aku juga pernah dengar tentang para arwah yang masih bergentayangan karena mencari keadilan, bahkan ada yang dalam beberapa kasus berubah menjadi jahat karena dendam yang mereka miliki semasa masih hidup. Karena dendam dan di tambah dengan kematian mereka yang tidak wajar pada akhirnya mereka akan berusaha mencari orang yang membunuh mereka dan membahayakan keselamatan orang lain.
Apa yang Kori lakukan sungguh mulia, dia menolong mereka yang menginginkan keadilan bahkan setelah kematian mereka namun tidak ada yang bisa melihat atau mendengar apa yang mereka katakan. Mungkin karena Kori merasakan bagaimana rasanya tidak ada yang nolong dia saat dia tinggal di jalanan dia melakukan ini semua demi memberi mereka yang sudah meninggal keadilan yang mereka mau supaya mereka bisa istirahat dengan tenang.
"Kamu gak takut?"
Aku penasaran karena dari arwah para bayi yang tadi kami temukan saja aku sudah tahu kalau apa yang Kori lihat setiap hari sudah pasti macam-macam. Melihat dia masih bisa memasang wajah datar ketika bertemu dengan begitu banyak makhluk setiap hari yang wujudnya macam-macam aku kagum dengannya.
Kori yang baru saja meminum lemon tea hangatnya menggeleng.
"Bagi aku orang yang udah meninggal sama yang masih idup sama aja cuma wujudnya beda. Lagian bagi aku masih lebih serem manusia dari pada hantu."