"Apakah yang dikatakan oleh Nyonya Samanta itu benar?" Tanya Kepala Desa Kali saat perjalanan pulang. Dia berjalan seorang diri menyusuri jalan menuju Desa Kali.
"Tapi cerita itu sangat berlawanan dengan apa yang leluhur kami ajarkan kepada kami. Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi diantara desa yang ada di kota Favela. Aku harus menuju Desa Uma." Kepala Desa Kali berputar arah menuju Desa Uma.
Sesampainya di Desa Uma, Kepala Desa Kali merasa aman dan damai. Sejahtera sekali kota ini, pikirnya. Sudah lama juga dirinya tidak berkunjung kemari, mungkin kunjungan terakhir pada saat Kepala Desa Kali remaja. Kepala Desa Kali langsung menuju balai desa dimana Nyonya Samanta dan Maria biasanya menghabiskan waktu.
"Permisi Nyonya Samanta.." Teriak Kepala Desa Kali.
"Nyonya Samanta.."
Tidak ada sahutan dari dalam dan sepertinya memang tidak ada siapapun di sana.
"Apa mereka belum kembali? Baiklah kalau begitu aku akan kembali lagi besok." Kepala Desa Kali kemudian pergi dari Desa Uma.
"AYO KITA TUTUP BENDUNGANNYA!!!!!!!" Teriak Theo memimpin kelompok. Rencana para kadet akan menutup aliran sugai menuju bendungan dan mengganti air yang terinveksi dengan air bersih dari aliran sungai.
"Yes sir!"
"Tuan Theo, sebaiknya kau minum dulu. Cuaca sangat panas, kau bisa dehidrasi." Maria datang dengan membawa kardus yang berisi minuman yang cukup untuk kadet dan Theo yang sedang bekerja.
"Tentu Maria, terima kasih." Theo menaruh alatnya dan menghampiri Maria di pinggir bendungan.
"Ini." Maria menyerahkan saputangan untuk Theo gunakan sebagai penyeka keringat.
"Kenapa kau masih di sini? Bukannya tadi kau bilang akan pulang sendiri?"
"Nyonya Samanta masih ingin berada di sini untuk beberapa waktu. Dia meminta ku untuk tinggal juga dan menunggunya."
"Kau minum lah ini juga, cuaca sangat panas. Kau bisa terkena dehidrasi." Theo dan Maria pun terkekeh bersama.
"Sampai kapan kau akan berada di sini?" Tanya Maria.
"Aku? Sampai John bilang ingin kembali ke kota dan menyerah pada kasus ini. Hingga saat itu, kami semua harus tinggal di sini dan mengikuti perintahnya."
"Apa kalian yakin kalian bisa menyelesaikan kasus ini?"
"Kami sudah menghadapi kasus yang lebih besar dari ini, kasus ini hanya kasus kecil yang bisa kami pecahkan dengan mudah. Tunggu saja dan pelaku yang sebenarnya akan terungkap."
"Baiklah, kalau begitu lanjutkan pekerjaanmu. Sepertinya Nyonya Samanta akan kembali. Sampai jumpa," ucap Maria dan meninggalkan Theo.
"Maria lucu sekali." Theo menyipitkan matanya dan menghabiskan airnya lalu kembali melanjutkan tugasnya.
"Ayo kadet kita selesaikan pekerjaan ini!"
Pekerjaan itu mereka kerjakan selama dua hari termasuk mengosongkan air di waduk. Menurut informasi yang diberikan oleh Bianca, virus itu tidak bisa bertahan di tempat yang kering selama lebih dari 3 menit. Jadi mereka hanya membuang air di waduk ke tempat yang sangat panas dan membiarkan virus itu mati dengan sendirinya.
"Kita perbaiki seluruh desa. Tidak banyak yang akan kita lakukan karena sebelumnya kita sudah berhasil merenovasi hampir seluruh rumah penduduk, kita juga sudah menyiapkan ladang baru untuk warga yang akan menanam tanaman mereka. Waduk juga akan kita gantikan airnya," kata John di hadapan Theo, Jennifer, dan Kepala Desa Bari.
"Tuan, aku ingin menanyakan sesuatu."
"Tentu Kepala Desa, tanyakan saja tanpa ragu."
"Kapan warga Kota Favela bisa kembali?" Kepala Desa Bari sangat khawatir terhadap warganya, tak terkecuali anak dan istrinya.
"Menurut informasi yang aku dapatkan dari rumah sakit, mereka masih harus menjalani beberapa terapi agar virus yang ada di dalam tubuh mereka menghilang sepenuhnya. Sejak para warga dibawa ke kota tak ada satu warga pun yang meninggal akibat virus. Ada beberapa lansia yang tutup usia karena memang sudah waktunya," jelas Jennifer.
"Terimakasih banyak atas informasi yang kalian berikan. Terima kasih juga karena telah bersedia membantu desa kami." Kepala Desa Bari tertunduk dengan senyum yang sulit diartikan. Kelihatannya pria paruh baya itu sedang lelah.
"Ini sudah menjadi tugas kami, sudah seharusnya kami menyelesaikan tugas yang diberikan. Kami akan membangun Desa Bari hingga Desa Bari utuh dan akan kami usahakan agar Desa Bari dan desa disekitarnya sejahtera." Theo berusaha meyakinkan Kepala Desa Bari.
"Baiklah, aku harus membaca beberapa buku dulu, jadi aku harus meninggalkan kalian sekarang." Kepala Desa Bari keluar dari ruangan. Sejenak ruangan itu hening.
"Bagaimana dengan dukun palsu itu, John?" Tanya Theo.
"Dukun palsu itu sepertinya berotak cerdik," jawab John dengan kekehan.
"Jika memang dia cerdik kenapa dia terang-terangan memberikan cairan yang berisi virus? Harusnya dia mengganti cairannya terlebih dahulu. Dan juga, di malam sebelum kita berkunjung, Kepala Desa Kali mengunjunginya bukan? Harusnya dia bisa mempersiapkan duplikat dari virus itu."
"Tidak, menurut ku dia memang sengaja memancing kita agar mencurigainya. Kemudian dia akan membuat kekacauan besar setelah kita masuk ke perangkapnya."
"Sebelum kita masuk ke perangkapnya, kenapa kita tidak menangkapnya duluan?"
"Theo, kita tidak tahu siapa sebenarnya dukun itu dan apa tujuannya menyebarkan virus ke Desa Bari. Tenang saja, aku sudah mengirim pasukan untuk mengepung kediaman dukun itu. Tugas kita sekarang hanya tinggal menunggu warga Desa Bari kembali sambil terus melakukan perkembangan."
"Aish, dukun sialan itu! Harusnya hari itu kita langsung menangkap dukun sialan itu dan membawanya ke pengadilan," geram Theo.
"Kita tidak bisa melakukan itu, karena para atasan tidak akan bisa percaya. Sama seperti ketika kita membicarakan tentang pengkhianat yang ada di antara kita, tidak ada satupun dari para atasan yang mempercayai kita."
"Pengkhianat?" Tanya Jennifer.
"Ada satu pengkhianat diantara kita Miss Nessy, apa kau tahu siapa orangnya?" Tanya John.
"A-apa maksudmu? Jangankan tahu siapa orangnya, berita tentang pengkhianat saja kalian tidak memberitahu ku."
"Itu dia masalahnya, kami tidak tahu siapa pengkhianat itu dan sedang mencari tahu tentangnya. Apa mungkin kau tahu sesuatu?"
"Ti-tidak! Aku tidak tahu siapa pelakunya. Aku akan membersihkan diri terlebih dahulu."
"Baiklah, panggil kami ketika makan malam sudah jadi," kata Theo. Jennifer kemudian keluar dari sana dan meninggalkan dua pria yang menatap satu sama lain.
"Apa kau yakin bukan dia?" Tanya Theo.
"Tidak ada yang tahu Theo, just keep moving. Siapa pun itu aku tidak akan bisa mengampuninya."
"Tapi seperti yang Mr. Mayor katakan kepada kita, kita tidak memiliki hak untuk mencari tahu siapa pengkhianatnya. Biarkan itu menjadi urusan divisi lain. Apa kau akan membiarkannya begitu saja?"
"Apa? Mr. Mayor tidak mengatakan apapun kepadaku. Aku tidak tahu mengenai ke ikut sertaan divisi lain dalam kasus ini." John membulatkan matanya dan terlihat terkejut. John mengira kasus ini adalah sepenuhnya tanggung jawab John beserta rekan-rekannya.
"Kau tidak diberi tahu? Lalu mengapa Mr. Mayor mengatakannya padaku dulu? Aku pikir dia sudah memberitahumu tentang hal itu."
"Tidak, aku tidak tahu mengenai hal ini. Baiklah kalau begitu kita serahkan saja masalah pengkhianat itu ke divisi lain. Besok kita akan mengunjungi pasukan kita yang berjaga di Desa Kali."
"Okayyy!!!!"
******
Rumah Sakit Umum Rio de Janeiro
"Bagaimana perasaan mu Nyonya setelah melewati terapi ini?" Tanya Maria. Maria sedang melakukan evaluasi terhadap pasien yang berasa dari Kota Favela.
Maria dan Bianca tidak bekerja sendiri, melainkan ada beberapa dokter juga yang diutus untuk membantu tugas mereka berdua. Dengan jumlah pasien yang lebih dari 300 orang itu, tidak mungkin hanya di urus oleh dua dokter saja.
"Aku sudah merasa jauh lebih baik dan aku sudah bisa berbicara dengan lancar. Walau, tenggorokan ku masih terasa sakit dan kepalaku sedikit sakit."
"Baiklah, istirahat lah yang cukup dan minum air yang cukup. Aku akan kembali untuk melihat kondisimu tiga jam lagi. Sampai jumpa." Maria lalu keluar dari ruangan pasien itu kemudian mengunjungi ruangan pasien lainnya. Begitu sampai semua pasien Maria habis.
"Huh… aku harap mereka semua lekas sembuh dan kembali ke Desa Bari lalu melakukan aktivitas dengan gembira. Tidak tega rasanya melihat anak kecil dan anak remaja terbaring lemas di atas tempat tidur rumah sakit. Mereka harus menikmati masa anak-anak dan masa remaja mereka. Ini semua karena virus sialan itu!" Maria mengomel sendiri di dalam ruangannya. Kebetulan, hari ini Maria hanya harus melakukan evaluasi kepada pasien Desa Bari.
"Setelah ini aku akan kembali ke rumah dan beristirahat sejenak. Tidak! Aku tidak bisa istirahat, setelah ini aku harus pergi ke laboratorium untuk menemui professor Bald. Pekerjaanku belum selesai sampai di sini." Maria duduk di kursinya dan bersandar menenangkan diri.
Jam 7.00 p.m.
Maria sudah berada di laboratorium sejak tiga jam yang lalu. Ia bersama Professor Bald meneliti virus yang sama dan mencoba untuk membuat obat untuk memusnahkan virus itu.
"Apa kau menemukan sesuatu Professor?" Tanya Maria yang sudah duduk di salah satu sofa.
"Saat ini hal yang aku temui hanya hasil replikasi virus ini. Mereka bereplikasi dengan sangat cepat, bahkan kecepatan cahaya dapat mereka kalahkan."
"Mr. Bald, kira-kira berapa lama lagi sampai kau berhasil membuat obat untuk para warga?"
"Tidak sampai setahun," jawab Professor Bald tanpa mengalihkan pandangan dari virus yang ia teliti.
"Apa itu lebih dari sebulan?" Tanya Maria.
"Tidak, tapi 11 bulan."
"APA!? Maksudku, apa selama itu?"
"Tidak ada yang tahu Maria. Bersabarlah, lebih baik kau kembali ke rumah dan beristirahat. Jangan sampai kau sakit dan malah kau yang dirawat."
"Baiklah Professor. Kalau begitu aku akan pulang duluan. Jaga dirimu, bye." Maria lalu keluar dari laboratorium dan tanpa di sangka, ia bertemu Malik lagi di tempat parkir.
"Malik!" Teriak Maria.
"Maria?" Malik berbalik dan tersenyum ke arah Maria.
"Maafkan aku karena pada saat itu aku membatalkan pertemuan kita secara mendadak. Bagaimana jika kita makan malam bersama? Sebagai gantinya, aku akan menraktirmu. Bagaimana?" Tanya Maria.
"Tentu aku sangat bersedia."
Maria dan Malik menuju ke salah satu restoran yang berada dekat dari laboratorium. Restoran Jepang, makanan Jepang merupakan makanan kesukaan Malik.
"Jika membahas tentang Jepang, aku jadi mengingat Theo. Bagaimana kabarnya?" Tanya Malik.
"He's doing well. Dia sedang melakukan tugas bersama suamiku."
"Ya aku tahu, kakak ku pernah menceritakannya. Bagaimana kabarmu?" Tanya Malik.
"Aku? Aku sangat baik. Apa yang kau lakukan sekarang?"
"Aku hanya membantu Kak Morgan dengan pekerjaannya. Seperti menjaga bar atau semacamnya."
"Menjaga bar sangat sulit. Apalagi aku dengar bar kalian tidak pernah sepi pengunjung, benar?"
"Awalnya sangat sulit untuk mengatur diri di tengah keramaian dan dentuman musik yang keras. Aku harus menahan rasa sakit di kepala dan di beberapa bagian tubuhku hingga akhirnya aku sudah terbiasa."
"Jika kau berkenan datanglah ke bar kami jika kau senggang," kata Malik.
"Tentu! Akan sangat menyenangkan jika aku pergi bersama suamiku."
Ting!
Satu pesan Malik terima.
"Maria, terima kasih atas makanannya. Aku harus pergi sekarang, apa kau ingin aku antar ke rumahmu?" Tanya Malik.
"Tidak perlu, aku membawa kendaraanku sendiri. Berhati-hati lah saat pulang," balas Maria dengan senyum.
"Kalau begitu aku pergi, berkendara lah dengan baik." Malik lalu keluar dari restoran itu dan meninggalkan Maria.
Maria menatap kepergian Malik hingga pria itu menghilang bersama mobilnya. Maria mengingat John, betapa wanita itu merindukan John.
"Aku merindukannya.. aku harap dia baik-baik saja di Kota Favela," gumam Maria.