Ezra baru "saja terbangun dan akan bersiap untuk tugasnya hari ini. Matahari pagi ini begitu cerah dan langit tampak sangat biru. Ditemani dengan kicauan burung yang mengalun indah di atas langit, Ezra keluar dari tendanya dan menghampiri Zayn yang sedang melakukan cardio.
"Selamat pagi, Zayn."
"Ezra!" Zayn menghentikan kegiatannya dan menghampiri Ezra.
"Selamat pagi, apa kau mau melakukan olahraga bersama?" Tanya Zayn dan mengambil sebotol air minum.
"Tidak, kau lanjutkan saja kegiatanmu. Aku akan melakukan kegiatanku." Tanpa bicara lagi Ezra meninggalkan Zayn.
Tiba-tiba saja manik mata Ezra menangkap sebuah wajah cantik yang tak asing di matanya. Senyum yang ia rindukan, wajah yang ingin ia lihat dari lama. "Lucy?"
"ZAYN!!!!" Teriak Ezra sambil berlari dan menghampiri Zayn.
"Woo... Ada apa Ezra? Kau tiba-tiba berlari kencang padahal kau bilang tidak mau ikut bersamaku."
"Lucy.. Lucy.."
"Ada apa dengan Lucy? Apa dia baik-baik saja?" Zayn menatap ke mata Ezra dengan rasa yang sulit diartikan.
"Lucy kembali!"
"Lucy, aku sangat merindukanmu!" Janneth langsung memeluk sahabatnya itu. Sudah lama sekali Janneth menanti kabar dari Lucy.
"Aku juga merindukanmu, Janneth. Apa kau baik-baik saja selama ini?" Tanya Lucy yang juga terlihat khawatir.
"Ya, semuanya berjalan dengan baik selama ini. Kami menghadapi banyak sekali hal-hal baru dan menarik. Kau tahu? Mr. Miller pernah mengajakku untuk melakukan penangkapan terhadap kepala desa Kali."
"Benarkah? Sayang sekali aku harus melewatkan itu."
"Mmh... Kau tahu, aku hanya ingin bertanya karena penasaran saja. Tidak ada perasaan khusus yang aku sembunyikan darimu. Bagaimana kabar Zayn?" Tanya Lucy.
"Zayn? Tentu saja dia baik-baik saja. Dengar, Ezra sangat merindukanmu. Kami semua merindukanmu, Lucy!"
"Lucy!!!" Teriakan Ezra dan Zayn menggelegar kala melihat Lucy ada di sana.
"Hai guys," sapa Lucy sambil membalas pelukan kedua sahabat laki-lakinya itu.
"Apa kau baik-baik saja, Lucy?" Tanya Ezra.
"Ya, bagaimana dengan kalian? Apa kalian baik-baik saja selama bertugas?"
"Tenang, kapten Ezra sudah menjaga kami dengan baik. Kau tahu? Dia menjadi sangat galak dan pendiam semenjak kau meninggalkan dirinya," ucap Zayn yang berniat meledek Ezra.
"Benarkah? Kalau begitu mimpimu pasti sudah tercapai."
"Belum, masih jauh lagi. Aku harus menjadi seperti Mr. Miller untuk mewujudkan mimpiku."
"Baiklah, aku sangat merindukan kalian."
****
"Hari ini tak banyak yang harus ku lakukan. Sebenarnya apa yang membuat pimpinan masih mendiamkanku di desa ini? Aku seharusnya bisa ikut menangani pasien bersama Maria di kota," Bianca terus mengomel di tempat duduknya. Baginya, tugas yang hanya membuat dirinya duduk di kursi tidak begitu menarik. Apa gunanya bersekolah dan mempelajari banyak hal jika ujung-ujungnya dirinya hanya akan duduk diam.
"Mengingat tentang Maria, aku jadi merasa bersalah karena telah menyukai suaminya. Aku tidak tahu jika Mr. Miller adalah suami Maria. Tapi Theo tidak memberi informasi apapun tentang hubungan keduanya. Dia hanya bilang jika John dan Maria adalah teman lama." Bianca tersenyum dan menghela napas saat ia melihat foto pernikahan di akun sosial media milik Maria. Tak hanya foto pernikahan, foto-foto siluet pria yang ada di aku sosial media Maria adalah John.
Ini bukan kali pertama Bianca melihat foto itu, tapi ini kali pertama Bianca menyadari jika laki-laki di dalam foto itu adalah John. Maria tampak tersenyum paksa, begitu juga John.
"Apa mereka menikah secara terpaksa?" Terka Bianca.
"Tidak mungkin, mereka terlihat bahagia bersama. Apa semuanya telah berubah? Tapi aku ingat jika Maria menangis sehari sebelum hari pernikahannya. Aku tak sengaja melihatnya menangis di laboratorium. Dan saat aku ingin menghampirinya, Maria malah pergi dan menghapus jejak air matanya."
"Bianca!" Saat Bianca sibuk berpikir, Theo tiba-tiba datang dan mengagetkan Bianca.
"Theo, kau mengagetkanku!"
"Bianca, apa yang kau lakukan?" Tanya Theo.
"Aku tidak melakukan apapun. Apa yang membawamu kemari?" Tanya Bianca dan segera menutup layar ponselnya.
"Kau melihat sosial media Maria? Untuk apa?" Theo tak sengaja mengintip saat Bianca hendak mematikan ponselnya.
"Tidak ada hal yang penting, aku hanya merindukan sahabatku. Tapi Theo, tidak baik mengintip layar ponsel seseorang. Itu tidak sopan."
"Baiklah, aku hanya ingin membawakanmu air kelapa segar ini. Cobalah," kata Theo dan menyerahkan buah kelapa segar untuk Bianca.
"Dimana kau mendapatkan buah ini? Apa kita sungguh bisa mengonsumsi ini? Apa ini tidak beracun?" Tanya Bianca curiga.
"Tentu saja tidak, tadi para kadet dan aku hendak pergi ke hutan untuk memastikan sumber air tidak akan tercemar lagi. Dan kami menemukan pohon kelapa dan aku dengar kita bisa meminum airnya dan memakan dagingnya."
"Mm.. ini terasa sangat segar. Apa boleh aku menghabiskan semuanya?" Bianca meminum air kelapa itu dengan senang.
"Tentu, tapi apa kau menyukai John?"
BYURR!
Bianca tanpa sengaja menyemburkan air yang ada di mulutnya. Untungnya tidak mengenai Theo yang segera menghindar dari semburan air Bianca.
"A-apa maksud pertanyaanmu? Sangat tidak masuk akal!" Bianca mengelap bibirnya yang basah.
"Aku hanya bertanya, karena tadi aku melihatmu menatap foto pernikahan John dan Maria. Kau menyukai John 'kan?" Theo tetap mendesak Bianca.
"Mana mungkin aku menyukai Mr. Miller! Sudah kubilang pertanyaanmu sangat tidak masuk akal." Bianca masih tetap melanjutkan meminum air kelapa miliknya.
"Bianca, aku mendengarmu berbicara dari luar. Maafkan aku tapi aku tidak sengaja mendengar saat kau mengatakan kau menyukai John dan merasa bersalah terhadap Maria bukan?"
"Kau mendengar semuanya?" Tanya Bianca yang langsung menatap Theo dengan intens.
"Mungkin." Theo tersenyum canggung karena ditatap dengan tatapan yang sulit diartikan dari Bianca.
"Dengar Bianca, tidak apa jika kau menyukai seseorang. Kau tahu, aku menyukai Maria sejak aku menjadi kadet dan hingga detik ini. Tapi aku tidak akan merebut Maria apalagi berusaha untuk mendapatkan hati Maria. Tidak ada salahnya jika kau menyukai, John. Hati kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada seseorang. Ada kalanya kita menyukai seseorang yang bahkan tidak bisa kita bayangkan jika kita sampai mencitai orang itu. Tenang saja Bianca, rahasiamu akan aman. Aku tidak akan memberi tahu John tentang masalah ini."
"Aku ingin bertanya padamu."
"Tanyakan saja."
"Kenapa Maria tidak terlihat bahagia di hari pernikahannya? Apakah John merupakan pria yang buruk?"
"Hahahhaha, tentu tidak. Mereka mau tidak mau harus dijodohkan dan menikah. Tenang saja, sahabatmu baik-baik saja selama John menjadi suaminya."
"Lalu, apa hubungan mereka baik-baik saja sekarang?"
"Ya, mereka sudyah jatuh cinta satu sama lain. Maka dari itu, aku harap kau bisa berhenti menyukai John dan mulai menyukaiku saja." Theo langsung bangkit dari tempat duduknya dan meninggalkan Bianca yang membeku mendengar ucapannya.
"Dia menyuruhku untuk menyukainya? Ada apa dengan pria itu, aku selalu saja dibuat bingung olehnya. Ayolah Bianca, jangan memikirkan hal yant tidak-tidak." Binca menggelengkan kepalanya lalu memutuskan untuk mengambil buku untuk dibaca. Theo yang melihat itu dari pintu hanya tersenyum dan pergi dari sana.
"Apa kau melihat Jennifer, Theo?" Tanya John yang memang sedari pagi mencari keberadaan Jennifer.
"Tidak, dari pagi aku tidak sempat melihatnya. Kau bisa tanya kadet," jawab Theo tanpa mengalihkan pandangannya dari ladang yang sedang ia garap.
"Kadet bilang mereka juga tidak sempat melihat Jennifer dari pagi. Kemana perginya wanita itu?"
"Tunggu John, apa kau melihat mobilku?" Tanya Theo yang baru saja menyadari jika mobilnya tidak ada di tempat yang seharusnya.
"Tidak, apa mobilmu hilang?"
"Tidak mungkin jika ada yang mencuri mobilku. Hanya kau, aku, dan Jennifer yang tahu dimana letak kuncinya."
"Apa mungkin Jennifer yang membawa mobilmu?"
"Tapi untuk apa dia menggunakan mobilku? Apa yang akan dia lakukan?"
"Tidak mungkin jika dia akan menghadapi keluarga Freeman seorang diri bukan?" John terlihat panik. Keluarga Freeman sangat berbahaya. Walaupun John sudah berkawan lama dengan keluarga itu, tapi itu tidak menutup kemungkinan jika keluarga Freeman mengahabisi nyawa rekan mereka.
"Tidak mungkin!" Teriak Theo.
"Mungkin! Jennifer tidak takut akan apapun. Walaupun dia tahu jika menghadapi keluarga Freeman sangat berbahaya, tapi aku yakin dia akan tetap pergi dan melawan mereka."
BAR ILEGAL COLOSEUM
Jennifer berjalan dengan gaun mininya ke dalam bar untuk menemui Malik. Tak mungkin jika dia langsung menyerang ke kantor pusat keluarga Freeman. Jennifer akan menyerang anggota yang paling lemah dulu, Malik Freeman.
Gaun silver berkelap-kelip yang ia gunakan membuat penampilannya lebih glamor. Terlebih, ini kali pertama pertama Jennifer melakukan make up dan menata rambutnya sedemikian rupa.
"Malik, siapkan minuman untukku." Jennifer menghampiri Malik yang sedang sibuk menyiapkan pesanan narkoba untuk para tamunya. Tentu saja tidak ada yang mengetahui itu keculai karyawan Bar Coloseum.
"Jennifer? Wow, kau terlihat cantik malam ini. Apa yang membawamu kemari?" Tanya Malik yang terpesona dengan kecantikan Jennifer.
"Aku hanya lelah menghadapi tugas yang sangat berat. Aku ingin menikmati satu hari liburku di Bar mu."
"Benar, jika kau ingin istirahat kau harus datang ke barku. Tunggu sebentar, akan aku siapkan minuman untukmu."
Jennifer mengiyakan dan menatap kepergian Malik. Rencananya akan ia mulai sekarang. Jennifer yakin jika dia bisa mengungkap siapa pengkhianat diantara Freeman bersaudara.