"Apa kau sudah merasa baikan John?" Tanya Theo yang baru saja kembali.
"Ya, apa yang terjadi denganku?" Tanya John lalu bangkit dari atas tempat tidur setelah lama berbaring.
"Kau tiba-tiba pingsan setelah mengatakan sesuatu tentang Magath. Aku tak paham dengan apa yang kau katakan," jawab Theo dan memberikan segelas air putih dan makan malam untuk John.
"Magath?" John terlihat bingung.
"Ck! Apa kau sudah berumur sehingga memiliki masalah ingatan? Kau bilang bukan Jennifer yang menjadi pengkhianat dan kau bilang kau melihat Magath bersama dengan seorang wanita tengah berbincang mengenai virus di hutan. Apa maksudmu John?"
John diam dengan masih mengangkat alisnya. Theo menghela napasnya lalu meminum segelas air. Temannya mungkin belum sadar sepenuhnya saat ini.
"Yasudah, kau habiskan saja dulu makan malammu. Aku akan memeriksa kadet dan akan segera kembali," ucap Theo lalu meninggalkan John sendirian di tenda.
"Memang benar aku melihat Magath dan seorang wanita. Tapi aku masih tidak ingat apa yang terjadi setelah itu. Aku terbangun dan sudah berada di atas ranjangku. Aku pikir aku bermimpi, tapi mungkin tidak karena aku merasakan ada yang membopongku." John memakan makan malamnya perlahan sambil memikirkan beberapa hal.
"Apa John sudah siuman?" Tanya Jennifer.
"Sudah, dia masih memakan makan malamnya. Kau tidak makan?"
"Aku akan makan nanti, nafsu makanku tidak baik akhir-akhir ini," jawab Jennifer.
"Apa kau sakit?" Tanya Bianca.
"Tidak juga, hanya saja.. masalah tadi yang membuatku enggan mengunyah."
Bianca menganggukan kepalanya dan tersenyum bersama Jennifer. Theo menatap bergantian dua wanita yang ada di hadapannya ini. Theo lalu berdiri dan melipat tangannya.
"Apa yang kalian maksud? Masalah apa?" Tanya Theo.
"Kau tidak perlu tahu Theo. Ini urusan perempuan, iyakan?" Kata Bianca sambil terkekeh.
"Tentu saja aku harus tahu, kau harus melaporkan segalanya kepaku!"
"Tidak ada aturan yang menyebut jika kami harus melaporkan masalah pribadi kami juga kepadamu. Seperti yang Bianca katakan, kau tidak akan paham akan pembahasan kami."
"Baiklah, jika ada sesuatu yang mengancam segera beri tahu aku. Aku akan segera membuat peraturan tentang itu." Theo lalu bangkit dan meninggalkan dua wanita itu.
"Apa dia memang seperti itu?" Tanya Bianca yang masih tertawa.
"Ya, dari semasa kami menjadi kadet. Dia memang sungguh gila dan menyebalkan," jawab Jennifer.
Theo kembali menghampiri John yang telah selesai dengan makanannya.
"Apa perlu aku merapikan ini semua juga?" Tanya Theo seperti menyindir John.
"Biarkan saja dulu, nanti aku sendiri yang akan merapikannya. Keadaan aman?" Tanya John.
"Ya, semua sudah bisa aku kendalikan. Tenang saja."
"Jadi?" John mengernyit bingung. Apalagi maksud Theo dengan menanyakan itu.
"Jadi apa?"
"Magath, apa memang dia pengkhianatnya?"
"Mungkin saja, karena waktu aku melihatnya dan seorang wanita aku langsung tak ingat apa-apa lagi dan tiba-tiba terbangun di atas tempat tidurku. Bukan kah itu aneh untuk disebut sebagai mimpi?"
"Hmm... Magath adalah seorang ilmuwan dan harusnya dia bekerja di laboratorium di kota, kan? Apa yang ia lakukan di hutan jika memang itu dia?"
"Apakah mungkin memang dia yang membuat virusnya?" Tanya Theo.
"Tidak mungkin, kau tahu Magath tidak akan melakukan hal yang seperti itu."
"Kau benar, tapi bagaimana jika itu memang dia? Aku tidak berniat untuk memfitnah Magath, tapi mungkin saja itu dia."
John terlihat berpikir sejenak. Jika memang pelakunya adalah Magath, apa yang harus John lakukan?"
"Kau bisa memeriksa Magath untuk memastikannya, John."
"Apa yang melatar belakangi pemeriksaan yang aku lakukan? Tuduhan tanpa alasan yang jelas hanya akan membahayakan karirku," ucap John.
"Lagi pula itu hanya mimpi."
"Jika itu hanya mimpi, lalu mengapa dulu kau sangat yakin jika pengkhianatnya adalah Jennifer? Kau rela pergi kembali ke kantor pusat hanya untuk melaporkan hal itu. Ditambah, ini sudah lebih dari dua bulan semenjak tuduhan yang kau berikan kepada Jennifer," kata Theo. Kali ini laki-laki itu terdengar serius.
"Mungkin Magath memberimu suatu toksin untuk mendokrin otakmu, John. Lakukan pemeriksaan dan pastikan segalanya. Kita harus menangkap semua orang yang menjadi dalang dibalik kejadian ini, walaupun itu adalah teman kita sendiri." Theo menatap lekat mata John. John yang ditatap merasakan keseriusan itu, namun John masih belum yakin dengan tuduhan dirinya terhadap Magath.
"Baiklah, aku akan memikirkannya terlebih dahulu."
"John!" Teriak Theo tepat dihadapan John dengan suara yang sangat keras.
"Tidak ada waktu untuk memikirkannya, lakukan sekarang juga. Kau tidak bisa membiarkan seluruh warga dihantui oleh rasa takut akan kehilangan desa mereka John!"
"Kau tidak dengar perkataanku tadi? Aku tidak bisa melakukan pemeriksaan tanpa ada alasan yang jelas, aku juga harus meminta bantuan pada pihak kepolisian yang lebih berwenang akan hal ini."
"Kau memang harus mencari alasan untuk mengajukan surat pemeriksaan. Tapi apa kau masih akan berpikir dan membiarkan keadaan menjadi makin buruk?"
"Theo, bersabarlah sedikit saja. Aku harus berpikir sedikit untuk memastikan semuanya."
"Aku berjanji akan mengurus segalanya agar tak menjadi makin buruk."
"Baiklah, aku serahkan segalanya kepadamu," ucap Theo yakin.
"Kau beristiratlah dan pulihkan tenagamu. Biar aku yang merapikan semua ini," kata Theo.
"Terima kasih."
"Magath? Apa benar dia pengkhianatnya?" Tanya Jennifer yang tanpa sengaja menguping pembicaraan Theo dan John.
Jennifer segera kembali ke tendanya dan mengambil kembali pisau yang ia temukan.
"Apa ini juga milik Magath?" Jennifer memperhatikan secara detail pisau tersebut.
"Lambang keluarga Freeman. Tak salah lagi salah satu dari tiga orang bersaudara itu adalah dalang dibalik semua ini," ucap Jennifer. Tato yang ada di setiap leher anggota keluarga Freeman, rantai berduri.
Jennifer mengepalkan tangannya dan menggertakan giginya. Dia akan memastikan sendiri siapa yang menjadi pengkhianatnya.
"John menganggap diriku sebagai pengkhianat, sungguh keterlaluan! Mana mungkin aku melakukan itu. Untuk menjadi bagian dari tim John sendiri saja sudah sangat sulit, membutuhkan waktu yang lama dan latihan ekstra. Aku akan mengkhianatinya? Sangat gila, itu sama saja dengan aku mengkhianati usahaku sendiri. Akan aku pastika kebenarannya!"
Jennifer berjalan cepat ke arah tenda John dengan niat menunjukan pisau yang ia temukan.
"Jennifer? Ada perlu apa kau malam-malam mencariku?"
"Lihat ini, aku menemukan sesuatu di hutan." Jennifer menunjukkan pisau yang ia temukan.
"Apa ini?"
"Dengar John, aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan Theo tadi. Dan kau lihat ukiran yang ada di pisau itu? Itu adalah lambang keluarga Freeman bukan?"
John melihat lambang yang sangat familiar itu. Itu memang sangat mirip dengan lambang keluarga Freeman, tak mungkin jika hanya mirip itu pasti milik mereka. Tato rantai berduri yang khas dengan huruf F yang abstrak.
"Memang terlihat seperti lambang keluarga Freeman. Tapi Jennifer, biar aku yang mengurus ini. Kau fokus dengan melatih kadet dan pastikan tidak lagi ada penyebaran virus. Kau tenang saja," ucap John lalu keluar dari tendanya.
"Aku ingin membuat John terkesan, aku harus memastikannya segera.!"
Jennifer juga segera keluar dari tenda John menuju tendanya. Entah apa yang sedang Jennifer rencanakan.
"Jennifer, ada apa malam-malam datang ke tendaku?" Tanya Bianca.
"Bianca, aku butuh bantuanmu," ucap Jennifer segera.
"Bantuanku? Tentu saja jika aku sanggup," jawab Bianca.
"Aku ingin kembali ke kota besok dalam beberapa hari. Ada yang ingin aku pastikan. Aku ingin kau memastika keadaan kadet dan keadaan di sekitar desa. Apa mungkin kau membantuku?" Tanya Jennifer cepat. Napas wanita itu memburu seperti dikejar sesuatu.
"Tentu saja tapi apa kau yakin akan menitipkan desa kepadaku?"
"Ya, aku yakin. Kau sudah berada disini lebih lama dari kamu. Aku hanya ingin para kadet selamat dan tetap sehat. Bagaimana?"
"Ya, tentu saja aku akan membantumu. Jangan khawatir, berhati-hatilah dan jangan melukai dirimu. Semua hal yang berhubungan dengan para kadet dan desa akan menjadi tanggung jawabku selama kau pergi." Bianca dan Jennifer menatap mata satu sama lain lalu tersenyum dan saling memeluk.
"Terimakasih Bianca, maaf sudah mengganggu waktumu. Aku akan kembali ke tendaku."
"Tak masalah."