Sehari telah berlalu sejak kejadian kemarin, Maria dan John menamainya insiden baseball. John sudah memberitahu Maria perasaannya yang sebenarnya, Maria dapat memaklumi itu dan menganggap jika tingkah John sangat konyol.
Mereka berdua hari ini harus diam di rumah karena keadaan John yang masih belum pulih sempurna. Padahal rencanya, pasangan suami istri itu ingin piknik bersama Joshua, Sophia, dan Theo.
"Maafkan aku, harusnya kita berdua sudah menikmati piknik bersama yang lainnya di taman," ucap John. John dalam posisi tidur di atas sofa dengan kepala Maria sebagai bantalnya.
"Tidak apa-apa, aku juga tidak terlalu ingin untuk pergi. Apa kau memberitahu mereka jika kau tidak bisa datang?" Tanya Maria.
"Biarkan saja mereka melakukan piknik bersama. Aku malas untuk menelphone Theo," jawab John sambil sedikit tertawa.
"Kau usil! Bagaimana jika mereka marah nanti?"
"Biarkan saja, lagipula mereka semua tidak bisa marah kepadaku."
"Oho? Sombong sekali," ucap Maria dengan kekehan kecil.
"Percayalah, mereka sedang menikmati angin sepoi-sepoi di taman," ucap John dan perlahan tertidur dengan belaian lembut tangan Maria di rambutnya.
Dan di sini lah Theo sekarang. Seorang diri duduk di bawah pohon cemara dengan tikar kotak-kotak khas barang piknik. Theo baru saja mendapat kabar dari Joshua bahwa keluarganya tidak bisa datang karena Joshua lupa jika Blaire harus pergi berenang. Theo hanya berharap pada satu orang, yaitu John.
"Aku harap John dan Maria datang. Setidaknya aku tidak sendirian menghabiskan sandwich yang berjumlah lima dan biskuit-biskuit yang sangat banyak," ucap Theo.
Tak lama setelah ia berucap, muncul pesan dari Maria yang juga mengatakan jika dirinya tidak bisa datang hari ini karena kondisi John. Theo hanya bisa pasrah dan merebahkan dirinya diatas tikar.
"Jika tahu akan seperti ini pada akhirnya, lebih baik aku membaca buku atau melatih skill shotgunku. Sekarang, apa yang harus aku lakukan dengan barang-barang imut ini? Aku padahal menantikan waktu bermain dengan Blaire." Theo bangun lalu mulai memutar otaknya.
"Siapa lagi yang bisa ku ajak? Malik? Morgan? Magat? Ahh! Bianca!"
"Maaf telah membuatmu menunggu, Mr. Yamashita," ucap Bianca saat baru datang. Bianca tak lupa membawa sedikit buah-buahan untuknya dan juga untuk Theo.
"Tidak apa-apa. Apa yang kau bawa?" Tanya Theo.
"Ini buah-buahan." Bianca lalu duduk di samping Theo.
"Apa hanya kita berdua?"
"Ya. Tadi aku dan John ingin piknik bersama. Tapi dia sakit," jawab Theo.
"Apa kalian memang sering piknik bersama?"
"Tidak juga, kami hanya ingin menghabiskan liburan setelah menyelesaikan kasus yang lumayan rumit. Tapi…" Theo menunduk dan membuat Bianca keheranan melihat tingkahnya.
"Mungkin kasus ini bukan kami lagi yang akan menanganinya," ucap Theo.
"Tapi mengapa? Kalian sudah bekerja keras bukan?"
"Ya, memang kami sudah bekerja keras. Tapi, ada suatu hal yang membuatku sangat yakin jika kami akan diberhentikan dari kasus ini."
"Apa itu?"
"Pengkhianatan," ucap Theo.
Bianca syok mendengar ucapan Theo. Dia takut, keringat dingin membasahi tubuhnya. Apa yang terjadi?
"Mr. Yamashita, sebaiknya kita tidak membahas masalah itu sekarang."
"Kenapa?"
"Hanya saja…"
"Apa kau juga salah satu dari pengkhianatnya?" Belum selesai Bianca dengan kalimatnya, Theo sudah terlebih dahulu bertanya.
"Apa yang kau maksud!"
"Bercanda, kau benar. Tidak ada gunanya membahas masalah yang belum tentu ada jalan keluarnya. Nikmatilah sandwichnya," ucap Theo.
"Mmhh, ini enak sekali," gumam Bianca saat mencoba sandwich itu.
"Aku membelinya di restoran lama. Kau tahu? Restoran itu sudah buka dari zaman saat aku menjadi kadet. Bahkan, penjualnya masih ingat dengan wajahku dan juga John," kata Theo.
"Dia memiliki ingatan yang bagus."
"Penjual itu adalah temanku selama kadet. Itulah kenapa dia masih mengingat wajahku." Theo tertawa saat berhasil membuat Bianca kesal.
"Aku sudah serius mendengar ceritamu, tapi kau malah bercanda. Kau menyebalkan, Mr. Yamashita!" Bianca memalingkan wajahnya.
"Jangan marah, Bianca. Aku bersungguh-sungguh, penjual itu adalah temanku waktu menjadi kadet. Dia tidak lolos dan berakhir meneruskan bisnis orang tuanya." Bianca tak merespon.
"Bianca, aku tidak suka ketika kau tak merespon kata-kataku," ucap Theo.
"Lalu apa? Kau menyebalkan Mr. Yamashita!" Bianca memukul dada bidang Theo agak keras.
"Dan satu hal lagi… Jangan memanggilku dengan sebutan Mr. Yamashita. Panggil saja Theo," ucap Theo sambil mengacak rambut belakang Bianca.
"Ba-baik."
"Tidak nyaman rasanya ketika orang yang lebih tua memanggilku dengan panggilan itu. Tapi ini hanya berlaku untuk orang yang sudah dekat denganku."
"Jadi, aku adalah teman dekatmu?"
"Aku pikir kita sudah menjadi teman dekat dari dulu."
Theo dan Bianca menghabiskan waktu mereka di taman itu sampai matahari tenggelam. Tak lupa, mereka juga berswafoto untuk di upload di sosial media keduanya.
"Theo piknik dengan Bianca?" Tanya Maria.
"Benarkah?"
"Lihat ini."
Maria memberikan ponselnya kepada John. John sedikit tersenyum ketika melihat Bianca dan Theo yang saling menempelkan pipi yang sudah digambar bentuk hati.
"Apakah mereka berdua menjalin suatu hubungan spesial, John?"
"Tidak, Theo menyukai Maria," jawab John.
"Theo masih menyukaiku?" Maria sontak kaget dan meninggikan nadanya.
"Bukan, Maria yang ia temui di Desa Uma."
"Syukurlah, tapi John…"
"Hmm?" John menggenggam tangan Maria dan memfokuskan dirinya hanya untuk Maria.
"Bagaimana kabar Jennifer? Bukankah dia dulu menyukaimu?" Tanya Maria sedikit ragu.
"Ntah lah, sejak kembali dari ekspedisi aku sama sekali belum menemuinya."
"Apa terjadi sesuatu dengan dirinya?"
"Tidak ada yang tahu."
"Teman macam apa kau ini. Tapi itu tidak penting, yang penting adalah aku sekarang mencintaimu lebih dari segalanya."
"Terimakasih, Maria. Tapi tetap, aku akan lebih mencintaimu." John menarik kepala Maria dan memeluk wanitanya dengan erat.
****
Posko kadet tentara 3
Setelah seminggu lamanya, akhirnya libur John sudah berakhir. Sekarang waktunya untuk menentukan keputusan selanjutnya. John masih menunggu Panglima besar untuk memberikan keputusan.
"John!" Pekik Theo dan langsung berlari ke arah John.
Bugh!
Satu pukulan mendarat di perut John hingga sang pemilik perut melangkah mundur akibat pukulan keras yang diberikan oleh Theo.
"Apa-apaan kau? Uhuk!"
"Seminggu yang lalu harusnya kau datang! Tapi kau dan Kak Joshua malah meninggalkanku sendirian!"
"Tapi, uhuk! Kau piknik dengan Bianca bukan?" John masih memegang perutnya karena nyeri yang diakibatkan begitu terasa.
"Memang benar Bianca datang! Tapi setidaknya beritahu aku dari awal! Aku sudah mengganti jadwal latihanku untuk piknik bersama kalian!"
"Maafkan aku kalau begitu. Ada insiden yang terjadi diantara diriku dan Maria."
"Apa itu? Apa orang itu membuat onar?" Bisik Theo.
"Bukan seperti itu. Singkatnya, aku tidak sengaja meminum jus mangga dan membuat alergiku kambuh," jawab John.
"Kau beruntung karena memiliki seorang istri yang berprofesi sebagai seorang dokter. Aku tidak sabar untuk menikah dengan Maria." Theo menatap langit dan membayangkan wajah Maria.
"Kau serius mencintai Maria? Itu artinya…"
"Aku sudah merelakan Maria Shendi untukmu. Jagalah dia demi diriku, John. Aku tahu, jika aku masih tetap berperasaan sama dengan Maria, maka persahabatan kita akan hancur cepat atau lambat. Lagi pula menyukai Maria Shendi hanya membuang-buang waktuku. Hanya dirimu yang ada di dalam hatinya sekarang," ucap Theo melanjutkan perkataan John.
"Andai saja dia berpikiran sama denganmu, maka dia tidak menempuh jalan yang salah."
"Manusia pasti berubah," ucap Theo.
"Aku takut jika nanti kita tidak bisa pergi ke Kota Favela lagi," ucap Janneth.
"Kita semua takut, walaupun pergi ke Kota Favela harus mempertaruhkan nyawa, tapi… aku harus pergi kesana untuk mendapatkan lencanaku."
"Kita serahkan saja pada Panglima Miller dan Kapten Yamashita."
"Sesuai keputusanku, kalian tetap akan mengambil ekspedisi di Kota Favela."
Perkataan Panglima Besar membuat semua orang senang. Mereka semua bersorak dan semangat kembali membelengu para kadet dan tentu saja Theo serta John.
"Lakukan baik-baik tugas kalian! Jagalah diri kalian!" Ucap Panglima besar dan menatap bangga kepada semua kadet yang sangat bersemangat.
"Yes, Sir!" Ucap semuanya.