"Hal penting apa yang ingin kau bicarakan denganku?" Tanya John lalu berdiri di sebelah kakaknya. Mereka berdua sedang ada di balkon kamar lama John.
"Aku tidak mengatakan akan membicarakan hal yang penting," jawab kakak John dan menyesap wine nya.
"Ini memang dirimu, random dan tidak bisa ditebak."
"Don't let them know your next move. Forget?" Kakak John menatap John dan memberikan senyuman yang sulit di artikan.
"You're right! I make a mistake by let them know my next move," ucap John dan menundukan kepalanya lalu tersenyum lagi saat menoleh ke arah kakaknya.
"Dan itu memang dirimu, ceroboh dan selalu membuat kesalahan."
Kedua saudara itu tertawa bersama, melepas rindu setelah enam tahun lamanya tidak berjumpa. Dulu, kakak John mendapatkan tugas di militer angkatan laut selama tiga tahun sehingga ia tidak bisa bertemu dengan John. Lalu pada tahun ketiga, dirinya menikah dan memutuskan untuk tinggal terpisah dengan keluarganya.
Joshua Miller, panglima militer angkatan laut yang juga bertugas untuk memimpin pasukan di laut. Mencegah musuh untuk masuk ke wilayah perairan negaranya. Sophia Blaire, wanita yang merupakan seorang dokter ahli forensik. Mereka menikah tiga tahun lalu dan melahirkan seorang putri pada tahun kedua pernikahannya, yang bernama Blaire Miller.
"Aku memang ceroboh, lalu kau mau apa?"
"Tidak ada, kalau begitu selamat. Kegagalan sudah ada di depan matamu." Joshua mengulurkan tangannya di hadapan John dan itu membuat John mengalihkan pandangannya lalu menyesap rokoknya.
"Kau ingat halaman rumah ini? Waktu kecil, kita selalu berlatih tanpa henti di sana demi agar bisa menjadi tentara hebat seperti Kakek dan Ayah. Walaupun hujan, Kakek dan Ayah tidak membiarkan kita berhenti latihan. Tapi, berkat itu juga aku mendapat posisi seperti ini sekarang," ucap Joshua sambil menatap ke arah halaman yang dari dulu sampai sekarang masih dipenuhi dengan alat-alat untuk melatih Joshua dan John sewaktu kecil.
"Benar, aku ingat saat aku sakit tapi Ayah tetap menyuruh kita untuk berlatih. Dan kau rela mengambil latihan double agar Ayah tidak memarahiku," ucap John dan terkekeh.
"Tentu saja itu karena aku adalah good brother, right?"
"Ya, you're my best brother." John lalu memeluk Joshua.
Flashback…
Di bawah terik matahari, dua saudara laki-laki tengah berjuang untuk mendapatkan lencana dari kakek dan ayahnya.
"Jika kalian tidak mendapatkan lima lencana dalam latihan minggu ini, maka kalian tidak di izinkan untuk mengikuti liburan sekolah!" Teriak ayah John.
"Yes, sir!"
Mereka berdua memulai latihan yang bisa dikatakan cukup berat. Berlari sejauh lima kilometer sambil membawa dua botol kaca di masing-masing tangannya, yang menampung satu setengah liter perbotol.
"Apa kau harus melatih mereka sekeras ini, Suamiku?" Tanya ibu John.
"Mereka harus bisa menjadi tentara untuk membela negeri ini. Dan ini adalah prosesnya!" Jawab ayah John.
Ibu John hanya menatap kedua putranya yang sepertinya mulai lelah. Tak ingin mengkhawatirkan masalah ini, ia lebih memilih untuk pergi ke dapur dan memasak bersama ibu mertuanya.
"Aku percayakan ini semua padamu, suamiku."
Flashback off…
"Itu lucu!"
"Kira-kira apa yang para istri kita bicarakan?" Tanya Joshua.
"Aku pikir, sebaiknya kita tidak perlu tahu apa yang mereka bicarakan."
John dan Joshua melanjutkan obrolan ringan mereka hingga berjam-jam lamanya.
"Aku ingin memberikan tips agar kau melahirkan seorang putra seperti apa yang Kakek minta," ucap Sophia. Kedua wanita itu memutuskan untuk mengobrol di balkon kamar Joshua.
"Apa?" Maria melotot dan hampir menyemburkan minumannya.
"Tenanglah adik ipar, aku yakin tipsku ini akan berhasil. Kalian harus memiliki seorang putra, mengerti?"
"Tapi, aku dan suamiku belum siap untuk memiliki seorang anak, Kak."
"Cepat atau lambat, kalian akan memiliki seorang anak nantinya. Ini adalah waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini denganmu. Kita berdua sama-sama sibuk jadi tidak bisa sering bertemu."
"Ba-baiklah kalau begitu katakan caranya."
Sophia mendekatkan dirinya dan membisikan suatu hal yang lumayan panjang kepada Maria. Maria membulatkan matanya dan juga menutup mulutnya.
"Brutal," gumamnya.
"Ikuti saja saranku dan kau akan mendapatkan seorang putra," Sophia mengedipkan matanya ke arah Maria.
"Jika memang ampuh, mengapa tidak kalian saja yang melakukan itu dan melahirkan seorang anak laki-laki?" Tanya Maria.
"Ayah ingin agar kau dan John dulu yang memiliki seorang anak. Anak kalian sangat dinantikan oleh keluarga Miller dan juga keluarga Shendi bukan? Putriku masih berusia satu tahun, aku masih harus merawatnya dulu."
"Benar apa yang dikatakan kakak ipar. Aku dan John harus segera melahirkan seorang anak," batinnya.
"Jangan terlalu banyak berpikir Maria. Mengurus anak tidak sesulit yang kau bayangkan. Kau akan bahagia Maria," kata Sophia.
"Aku rasa kedua kakak beradik itu sudah selesai dengan urusannya. Ayo kita temui mereka," ucap Sophia.
"Bagaimana dengan Blaire? Aku ingin bermain dengannya," ucap Maria.
"Baiklah, kalau begitu aku akan mengambil Blaire. Kau pergi saja dan nanti aku akan menyusul," ucap Sophia.
Maria lalu melangkahkan kakinya menuju kolam renang dimana John dan Joshua berada. Maria melihat John dan Joshua yang sedang berenang bersama. Sepertinya mereka mengadakan lomba.
"Maria!" Panggil Joshua. Maria lalu mendekat ke arah mereka.
"Dimana Sophia?"
"Dia sedang mengambil Blaire."
"I get it. Bisakah kau menjadi wasit perlombaan kami? Sudah lama kami tidak melakukan lomba," kata Joshua.
"Tentu!" Ucap Maria semangat.
Joshua dan John sudah berada di pinggir kolam. Mereka saling menatap satu sama lain, dan saling melemparkan senyuman.
"Okaay… Ready??? Set…. Go!!!!!!" Teriak Maria.
Joshua dan John melompat ke dalam air dan mulai berenang. Kecepatan keduanya hampir sama dan Joshua lebih cepat dari pada John. Wajar saja, skill wajib yang harus dikuasai Joshua adalah berenang. Berenang di laut dalam adalah kegiatan Joshua sehari-sehari.
"Yess!!" Sesuai dugaan, Joshua memenangkan pertandingan dengan selisih dua angka dibelakang detik dengan John. Skor Joshua adalah 19,01 detik. Sedangkan John 19,03 detik.
"Wow! Kau sangat cepat kak!"
"Ini lah yang akan terjadi jika kau menjabat sebagai panglima militer angkatan laut. Kau sudah terbiasa dengan arus lautan yang seperti pusaran malaikat maut."
Joshua naik terlebih dahulu lalu membantu John untuk keluar dari kolam renang. Dia lalu menghampiri Sophia yang sedang menggendong Blaire.
"Putriku sangat lucu," ucap Joshua dan hendak mengecup pucuk kepala Blaire.
"You're wet, babe," ucap Sophia sambil menjauhkan kepala Joshua.
"Ini hanyalah air, ini tidak akan membunuhnya."
"Tapi itu akan membuat Blaire merasa tidak nyaman. Keringkan badanmu terlebih dahulu," ucap Sophia.
"Kalau begitu izinkan aku mencium bibirmu dulu baru aku akan mengeringkan badanmu," jawab Joshua.
"Joshua, aku tidak ingin bibirku basah."
"Aku tetap memaksa!" Ucap Joshua lalu meraih bibir istrinya dengan bibirnya lalu melumatnya singkat.
"Aku akan berganti baju!" Bisik Joshua.
"Menggemaskan," gumam Sophia.
"Lihat mereka, sangat lucu." Maria menatap gemas ke arah Joshua dan Sophia.
"Kau ingin memiliki seorang anak?" Tanya John sambil mengeringkan rambutnya.
"Aku ingin, tapi aku ragu di saat yang bersamaan. Apa kau ingin memiliki anak, John?" Tanya Maria.
"Sejujurnya, ya. Tapi jika kau tidak ingin maka tak apa."
Maria terlihat memikirkan perkataan John.
"Apa aku harus siap untuk menjadi ibu?"
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Kita bahkan belum berbulan madu," ucap John.
"Hei, John! Ayo kita memanggang daging," ucap Joshua. Joshua sudah membawa troli yang berisi perlengkapan barbeqiu.
"Bukankah kita baru saja makan malam? Bagaimana dengan ABS mu, kak?" John menggenggam tangan Maria dan berjalan ke arah Joshua.
"Ini adalah hari libur yang jarang terjadi. Seminggu ini kita harus bersenang-senang bersama, benar Maria?" Ucap Sophia.
"That's right!" Ucap Maria.
Malam itu, banyak hal yang dibicarakan oleh keempat orang itu. John sangat merindukan momennya bersama kakaknya.