Chereads / Tentara dan Dokternya / Chapter 23 - Rumah

Chapter 23 - Rumah

Seseorang sedang duduk di sebuah restoran seorang diri selama dua jam lamanya. Dia masih setia menunggu seseorang di sana sambil sesekali menyesap kopi hangatnya.

"Apa dia belum selesai bekerja? Tapi ini sudah lewat waktu makan siang," ucap Malik.

Malik terus melirik jam di tangannya setiap menit. Maria yang ditunggu belum juga datang.

"Apa aku telpon saja ya? Tapi aku akan mengganggu kerjanya," ucap Malik.

"Baiklah! Aku akan menelponnya saja."

Malik lalu mengambil ponselnya dan memencet nomor Maria.

Drrrt…Drrrt…Drrrt…

Ponsel Maria bergetar namun pemiliknya masih tertidur sambil memeluk suaminya.

"Tidak diangkat. Mungkin dia memang sedang sibuk." Malik lalu bangkit dari tempat duduknya dan pergi dari restoran itu.

"Ngghhh…" Maria melenguh dan meregangkan tubuhnya. Sudah lebih dari satu jam dirinya tidur bersama John setelah makan siang. Maria lalu membalik badannya dan menghadap John yang sebelumnya tidur memeluk Maria dari belakang.

"Walaupun usia kita terlampau jauh, aku tetap mencintaimu John Miller," ucap Maria seraya tangannya mengelus wajah John.

"I love you," ucapnya lagi.

"I love you too."

"Ooh? Kau sudah bangun?"

"Sedari tadi, tapi enggan bangkit dari sampingmu," ucap John lalu menarik kepala Maria dan memeluknya.

"Kita harus bangun John. Ibu mertua ingin kita pulang," bisik Maria.

"Kau ingin pulang?"

"it's, up to you. Aku hanya mengikutimu."

"Kalau begitu ayo kita bersiap-siap," ucap John.

Kediaman Keluarga Besar Miller

Pukul 7 pm.

"Sudah lama aku tidak pulang, dan suasana masih tetap sama. Aku harap orang-orang yang tinggal di dalam sana juga tetap sama," ucap John lalu memasuki halaman rumah keluarganya. Ada perasaan senang juga khawatir di dalam diri John. Ia senang, akhirnya setelah dua tahun lamanya dia akan kembali lagi ke rumahnya. Namun khawatir juga akan satu orang.

Keluarga Besar Miller merupakan salah satu keluarga terkaya yang hampir seluruh lelaki di keluarganya merupakan sorang tentara dengan jabatan tinggi. Ayah John merupakan seorang Jenderal, Kakeknya merupakan Letnan Jenderal, serta Kakaknya yang merupakan seorang Panglima sama sepertinya.

Hampir seluruh wanita di keluarga John merupakan seorang dokter atau ilmuwan. Kecuali Ibu John yang merupakan seorang hakim. Tidak heran jika John memiliki tekad yang kuat untuk menjadi seorang tentara. John memberikan kunci mobilnya kepada ajudan Ayahnya dan masuk ke dalam rumah yang penuh oleh pelayan-pelayan yang siap melayani John dan Maria.

Rumah yang sangat besar dan halaman yang luas, adalah tempat tinggal John sedari kecil. Gerbang tinggi dan megah siap menyambut siapa pun yang akan berkunjung ke rumah John. Kolam air mancur megah berdiri kokoh di tengah-tengah halaman rumah itu. Di ruang tamu, terdapat sofa dengan motif antik mahal dan dindingnya di penuhi dengan foto para anggota keluarga.

Di tengah-tengah terdapat foto kakek dan nenek John. Di sebelah kanannya ada foto ibu dan ayah John. Lalu di sebelah kiri foto kakek dan nenek John terdapat foto kakaknya dan istrinya serta anaknya. Baru lah di sebelah foto kakak John terpajang foto John bersama Maria. Aksesoris yang berada di rumah itu sangat mewah dan mahal. Banyak barang antik yang mungkin saja hanya ada di rumah itu. Ruang makan keluarga itu sangat mewah dan luas. Makanan yang disajikan juga makanan mewah. Semua serba mewah di dalam rumah keluarga besar Miller. Kamar masing-masing anggota keluarganya sangat luas dan dipenuhi oleh barang-barang mewah milik masing-masing anggota rumah.

"Selamat datang tuan muda kedua," ucap para pelayan dan menunduk menyambut John serta Maria.

"Mereka sudah datang!" Pekik ibu John lalu berlari ke arah John lalu memeluk putranya sambil menangis haru.

"Dia pasti sangat merindukan putranya," ucap nenek John sambil terkekeh.

"Ibu merindukanmu, nak."

"Aku juga ibu. Apa ibu baik-baik saja selama aku pergi?" Tanya John.

"Tentu saja, ada ayahmu dan yang lainnya di rumah ini. Maria, aku juga merindukan menantu kecilku," ucap ibu John lalu mengecup pipi Maria dan memeluk menantunya.

"Aku juga merindukanmu, ibu."

Ibu John lalu menggandeng lengan John dan pergi ke ruang makan. Di sana sudah terdapat, nenek, kakek, ayah, dan kakak tertua John beserta putrinya.

"Ayah…" John memanggil ayahnya yang hanya diam dan tak bereaksi apa pun dengan kedatangannya.

"Selamat datang," ucapnya dingin.

Sebenarnya hubungan ayah John dan kedua anaknya kurang baik dikarenakan ambisinya untuk menjadikan John serta kakaknya sebagai tentara sama seperti dirinya. Saat ini John sedang berusaha untuk dekat dengan ayahnya. John menatap ibunya, ibu John tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

"Aku merindukan kalian berdua," John memeluk serta mencium kakek dan neneknya.

"Cucu kecil ku yang manis akhirnya kembali setelah sekian lama," kata nenek John.

"Bro, welcome back!" Ucap kakak John lalu memeluk adiknya.

"Thanks Bro!"

"Maria, selamat datang," ucap kakak ipar Maria.

"Terimakasih, kak."

"Bagaimana ekspedisi kalian? Apakah berjalan dengan lancar?" Tanya kakek John.

"Tidak, ada sesuatu yang membuat kita semua harus menghentikan ekspedisi untuk sementara waktu. Aku masih menyelidiki tentang virusnya bersama Maria, barulah nanti aku akan memutuskan akan mengambil tindakan apa," jawab John.

"Jangan pikirkan tentang ekspedisi dulu, nikmati lah makananmu cucuku. Aku tahu kau sudah menderita selama dua tahun terakhir, benar?" Kata nenek John.

"Benar nek." John memberikan ibu jarinya untuk neneknya.

"Tugasku lebih berat, nek. Aku harus berlatih setiap hari dan akan bersiap untuk bertempur. Tugasku adalah bersiap untuk mengorbankan nyawaku," kata kakak John.

"Apa kau pikir pekerjaanku tidak perlu pengorbanan nyawa? Aku sudah menceritakannya padamu tentang ekspedisi kali ini."

"Sudah lah kalian, kenapa kalian seperti anak kecil?"

John dan kakaknya pun akhirnya terdiam dan melanjutkan makan dengan tenang sambil sesekali mengobrol santai. Setelah makan malam selesai, ayah John berdiri paling pertama dan mendekat ke arah John.

"Jangan buang-buang waktumu," bisik ayah John lalu pergi dari ruang makan. John menatap kepergian ayahnya dengan hati yang sakit.

"Aku tidak pulang selama dua tahun. Tapi hanya itu yang dikatakan oleh Ayah," batinnya.

"Tenang lah, ayah memang seperti itu," ucap kakak John.

"Nak, kapan kalian akan berencana untuk memiliki seorang anak?" Tanya Ibu John.

"Ahh, tentang itu aku serahkan pada istriku saja. Jika memang dia ingin memiliki anak, maka aku juga akan berusaha," jawab John.

"Kakakmu sudah memiliki seorang putri, harusnya kalian memberikan kami cucu laki-laki. Benar begitu?" Kata kakek John sambil menaikan alisnya.

"Apa harus laki-laki?" Tanya Maria dengan raut wajah yang khawatir.

"Tidak juga, maksudku jika bisa maka lebih baik laki-laki saja. Tapi jika nantinya kau malah melahirkan seorang putri, itu juga tidak masalah. Pentingkan kebahagiaan rumah tangga kalian terlebih dahulu," ucap kakek John.

"Baik kek."

"Hmm, aku akan pergi ke ruang latihan terlebih dahulu. Ada yang ingin aku bicarakan dengan ayahmu." Kakek John lalu meninggalkan meja makan.

"Kalian berempat mengobrol lah di ruang tamu. Aku tahu kalian berempat saling merindukan. Aku akan mengajak Blaire ke kamarnya," ucap Ibu John. Blaire adalah putri dari kakak John.

"Terimakasih Ibu," ucap kakak Ipar John.

"Maria, ikut aku sebentar," ucap kakak Ipar John kepada Maria lalu berjalan mendahului suaminya dan John.

"Biarkan mereka membicarakan masalah perempuan. Kau, ikut bersamaku karena aku ingin membahas sesuatu denganmu," ucap kakak John.

John dan Maria dengan pasrah mengikuti perintah dari kakak-kakak mereka.