"Kerja bagus, Theo. Setelah ini kita akan tahu apa dia adalah Dukun sungguhan atau Dukun palsu. Aku akan kembali ke Desa Bari dan menyerahkan ini untuk Maria," ucap John sambil membereskan satu persatu barang-barangnya.
"Ada yang aneh dengan kejadian tadi," kata John tiba-tiba dan menghentikan segala aktivitasnya.
"Apa itu?"
"Tidakkah kau dengar Dukun dan Kepala Desa Kali berbicara mengenai cairan ini? Kepala Desa Kali bilang jika Dukun itu selalu menyuruhnya membuang cairan ini di sungai yang mengalir ke bendungan Desa Bari."
"Lalu, apa anehnya?" Theo masih duduk santai sambil memainkan ponselnya.
"Tentu saja aneh! Virus yang ada di Desa Bari berasal dari air yang ada di bendungan. Para kadet sakit setelah meminum air yang ada di bendungan itu. Pikirkan Theo," kata John.
"Benar, apa mungkin cairan ini adalah virus?" Tanya Theo. Theo langsung berlari dan mengambil cairan yang diberikan oleh Dukun tadi. Ia melihat dengan seksama cairan itu.
"Kau benar, desa ini sangat aneh. Apa yang akan kita lakukan selanjutnya? Ada hal lain yang ingin kau ketahui?" Tanya Theo.
"Untuk saat ini ayo kita cukupkan terlebih dahulu. Kita kembali ke Desa Bari dan lihat hasilnya. Setelah itu kita tentukan langkah yang akan kita ambil selanjutnya," jawab John.
Dubrak!
Pintu kamar John dan Theo terbuka paksa menampakkan Kepala Desa Kali dengan ekspresi yang sangat marah.
"Ooops, John I think it's time to run!!!" Pekik Theo dan mulai menggendong tas nya pelan.
John masih berakting, mengambil kertas dan pulpen lalu menuliskan 'ADA YANG BISA KAMI BANTU TUAN?' Tapi sepertinya itu tidak bekerja. Kepala Desa Kali masuk ke kamar mereka dan menutup pintu kamarnya kasar.
"Jangan bersandiwara! Aku sudah tahu siapa kalian yang sebenarnya! Apa ini balasan kalian setelah aku membantu kalian?" Teriak Kepala Desa Kali.
"Tuan, apa yang kau maksud? Balasan apa?" Tanya Theo sambil menaruh kembali tasnya. Dia rasa John masih ingin melanjutkan sandiwara ini.
"Kau berbicara dengan temanmu dan mencurigaiku sebagai penyebar virus! Sudah aku katakan aku tidak tahu menahu tentang virus yang ada di Desa Bari!"
"Sepertinya kau salah paham, tuan. Tidak ada yang membicarakan itu di sini," kata Theo.
"Aku mendengar semuanya! Dari awal sampai akhir! Temanmu ini tidak bisu!"
"Kau salah dengar lagi. Mana mungkin temanku bisa berbicara. Yang aku lakukan dari tadi hanya memakan benih yang diberikan oleh Dukun tadi. Lihat," kata Theo sambil menunjuk benih gandum yang ada di atas meja.
"Benarkah? Buktikan kalau begitu!" Kepala Desa Kali masih belum percaya.
"Kepala desa ini sangat sulit ditaklukan!" Batin John.
"Apa yang harusku buktikan? Sudah lah tuan, jauhkan pikiran negatifmu dari kami berdua. Kami tidak melakukan hal-hal aneh di sini. Kami hanya perlu informasi dan tempat beristirahat sampai tim kami menjemput kami," ucap Theo.
"Hoooaammm.... Aku mengantuk. Izinkan aku tidur terlebih dahulu. Jika kau ingin mengobrol dengan temanku silahkan saja, selamat tidur." Theo naik ke kasurnya dan merebahkan diri menghadap dinding.
"Bagaimana bisa aku berbicara dengan orang tuli seperti dia!" Kepala Desa Kali akhirnya keluar dan menutup pintu kamar Theo dan John.
"Bangun, dia sudah pergi," ucap John.
"Huh, gila saja dia," bisik Theo.
"Kita harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Dia jadi lebih waspada hari ini," kata John.
"Mau apa kau?" Tanya Theo.
"Aku akan melanjutkan membaca buku sejarah. Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan," jawab John lalu mulai membaca bukunya.
"Baiklah, selamat tidur." Theo berguling dan langsung terlelap. John masih fokus membaca buku sejarah itu.
Selama tiga jam lamanya John merubah posisi membacanya. Yang pada awalnya hanya duduk diam, menjadi tengkurap, kayang, bahkan dirinya melakukan push up. Hingga akhirnya Theo bangun tapi John masih membaca.
"Kau terlalu terobsesi dengan buku itu. Sejauh ini apa yang sudah terungkap?" Tanya Theo.
"Tidak ada, isinya hanya sejarah biasa. Aku menyesal sudah membaca sampai selesai buku ini." John merebahkan tubuhnya di karpet.
"Apa? Kau sudah selesai membaca? Buku setebal ini? Seriuosly, John?" Tanya Theo dan membolak-balikkan buku yang tebalnya lebih dari 300 halaman itu.
"Ya, dan itu sangat melelahkan. Aku pikir aku akan menemukan sesuatu di dalam buku itu."
"Astaga, untung saja aku tidak membaca buku ini sampai selesai."
"Tapi mungkin aku akan tetap membaca buku ini karena aku sangat penasaran. Misi kita telah selesai, apa yang ingin kau ketahui lagi?" Lanjut Theo.
"Aku melihat ruangan kosong di sudut rumah," jawab John.
"Lalu? Kau ingin memeriksanya?"
"Tentu saja, kau juga harus ikut dan meminta kuncinya."
"Ruangan itu terkunci?"
"Tadi pagi aku sudah mengeceknya."
"Jadi itu alasanmu tidak ada di kamar tadi pagi. Baiklah, aku akan membujuk Kepala Desa Kali."
"Terimakasih Theo.
****
Para kadet sedang duduk di pinggiran danau untuk berteduh. Desa Bari sangat lah panas dan gersang. Berbeda dengan Desa Uma dan Desa Kali yang dipenuhi dengan tumbuhan.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Sudah dua hari panglima Miller dan Kapten Yamashita meninggalkan desa. Nona Jennifer juga tidak mau berbicara dan memberikan perintah kepada kita," ucap salah satu kadet yang bernama Zayn.
"Entah lah, aku tidak melihat Nona Jennifer seharian ini. Ada yang tahu dia kemana?" Tanya Janneth.
"Benar, Nona Jennifer belum terlihat sejak tadi. Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Jawab Zayn.
"Ketua apa yang harus kita lakukan saat ini? Aku merindukan rumahku" Tanya seorang kadet.
"Ezra?" Merasa namanya dipanggil, Ezra lalu menoleh. Ezra merupakan ketua tim yang mengikuti ekspedisi ini. Ezra juga tidak tahu kenapa ia dipilih menjadi ketua tim, karena menurutnya Zayn lah yang lebih pantas untuk menjadi ketua tim. Walau tak dipungkiri, ada sedikit keinginan untuk menjadi pemimpin di dalam hatinya.
"Teman-teman, bertahan lah sedikit lagi. Kita tunggu panglima John dan Kapten Theo terlebih dahulu," katanya.
"Apa panglima dan kapten akan kembali? Atau mereka sudah meninggalkan kita di sini?"
"Tentu saja dia akan kembali, sudah menjadi tugas mereka untuk menemukan kita dan pulang bersama-sama. Aku akan pastikan jika kalian tidak akan ditinggalkan disini."
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya Theo yang sudah sampai di Desa Bari.
"Kapten!" Semua kadet berdiri dan memberi hormat kepada Theo.
"Apa yang kalian lakukan di sini? Jennifer kemana?"
"Nona Jennifer tidak terlihat sejak tadi pagi," jawab Ezra.
"Benarkah? Tidak apa-apa. Ayo kita kembali ke kota," ucap John.
"Yes, sir!"
"Tidak ada yang meminum air di waduk, bukan?" Tanya John.
"No, sir!"
"Bagus, ayo rapikan semua barang-barang kalian dan kembali," ucap John.
"Tunggu, Mr. Miller!" Teriak Janneth.
"Ada apa?" John melihat Janneth dengan tatapan yang menyeramkan.
"Hmm, itu… Ba-bagaimana dengan Nona Jennifer?" Tanya Janneth dengan suara yang gemetar. Bukan maksud John untuk menakuti para kadet. Tapi karena panasnya matahari membuat mata John sedikit menyipit dan itu terlihat menyeramkan bagi para kadet.
"Dia akan kembali sendiri nanti. Kita harus segera pergi dari sini," ucap John.
"Ikuti saja perintah panglima," kata Theo.
"Yes, sir!"
"Apa yang terjadi?" Tanya Zayn sambil merangkul bahu Ezra.
"Tidak tahu, sekarang kita lakukan semua yang diperintahkan oleh Mr. Miller!"
John mengendarai mobil besar yang membawa para kadet. Sedangkan Theo mengendarai mobil Jeep nya. Selama di perjalanan, John tidak berbicara sama sekali begitu juga Theo. Mereka berkendara cepat di jalan.
"Apa yang terjadi? Kenapa mendadak kita kembali pulang?"
"Bukan kah itu yang kau inginkan tadi? Kau akan segera bertemu dengan rumahmu," jawab Zayn dan terlihat berkarisma di mata Ezra.
"Apa yang barusan aku lihat itu benar atau hanya mimpi?" Batin Theo.
"Tidak mungkin dia mengkhianati kita bukan?" batin John.