Keesokan paginya, Theo yang bangun terlebih dahulu. Kicauan burung dan suara ayam berhasil membangunkannya dari tidurnya. Matahari pun perlahan mulai naik dan menerangi kamar Theo dan John. Pada saat Theo ingin turun, ia melihat John tertidur terngkurap dengan buku sejarah di hadapan wajahnya.
"Wah, manusia ini memang sudah bertekad. Baiklah, lanjutkan tidurmu John, aku akan keluar duluan dan berurusan dengan Kepala Desa Kali," ucap Theo. Theo melangkahi badan John yang berada di dekat pintu.
"Jam berapa ini? Hooaamm..." Theo meregangkan badannya dan mengirup udara pagi yang masih segar. Tak dipungkiri, pemandangan di Desa Kali sangat menenangkan. Tidak hanya gandum saja, tapi pohon-pohon raksasa di sekitarnya juga sangat unik. Ini pertama kalinya Theo melihat pohon yang lebih besar dan tinggi daripada biasanya.
"Pemandangan di sini sangat indah. Jauh lebih indah dari pada di kota. Tiba-tiba aku mengingat masa saat aku berjuang menjadi kadet dengan keahlian yang pas-pasan dan modal nekat. Aku merindukan masa itu, aku juga merindukan Maria yang dulu." Tiba-tiba setetes air mata jatuh dari pelupuk mata Theo. Apa yang menyebabkan dia seperti itu?
"Wah, aku sampai menangis memikirkan tentang masa laluku. Kenapa aku harus mengingat hal itu saat ini?" Theo menghapus air matanya dan kembali tersenyum.
"Kau sudah bangun?" Tanya Kepala Desa Kali yang sepertinya baru saja datang dari ladang.
"Iya, aku tidak ingin menyia-nyiakan waktuku untuk tertidur di sini. Aku akan menghabiskan waktu untuk mengeksplor desa indah ini," jawab Theo.
"Ingin berkeliling dan melihat-lihat ladang bersamaku?" Tanya Kepala Desa Kali.
"Tunggu, aku harus membangunkan temanku. Aku tidak mau dia mengadukanku ke atasan karena tidak mengajaknya berkeliling." Theo berlari ke dalam rumah dan menuju kamarnya. Tapi anehnya, tidak ada John di sana. Kondisi kamar sudah rapi bahkan tempat tidur Theo yang semula berantakan sudah rapi. Buku sejarah yang seharusnya tergeletak di lantai sudah berada di atas meja.
"Kemana perginya John?" Gumam Theo.
"John! John! John! Dimana kau?" Teriak Theo.
"Ada apa?"
"Sial!" Theo terkesiap saat membalikan badannya karena tiba-tiba wajahnya berhadapan langsung dengan wajah John.
"Ayo! Kita harus berkeliling desa ini. Kepala desa mengajak kita. Jangan sia-siakan kesempatan kita!" Theo menarik lengan John dan berjalan cepat.
"Kelihatannya kau lebih bersemangat dari pada diriku," ucap John.
"Aku lelah, jadi sebelum aku menyerah menjadi tentara, mari kita selesaikan dulu masalah ini. Setelah itu mungkin aku akan pergi dengan tenang," kata Theo tanpa melepaskan genggamannya di lengan John.
"Baiklah, aku akan mendoakanmu nanti." Theo memutar bola matanya dan berdecih.
"Maaf membuatmu menunggu, tuan."
"Tidak apa-apa. Ayo ikuti aku."
"Kenapa dia bertingkah halus?" Bisik John.
"Aku tidak tahu, mungkin dia sudah membuka hatinya untuk kita," jawab Theo.
"Uang akan datang kepadaku jika aku membantu orang-orang bodoh ini," batin Kepala Desa Kali.
"Semua gandum yang ada di ladang ini adalah milikku. Aku yang menanam mereka semua," ucap Kepala Desa Kali.
"Bagaimana dengan wargamu? Apa mereka memiliki ladang tersendiri?" Tanya Theo.
"Tidak, mereka bekerja untukku dan mendapat tunjangan hidup sampai mereka mati. Untuk apa memberikan mereka ladang jika pada akhirnya aku akan dirugikan," jawab Kepala Desa Kali.
"Tapi, tadi kau bilang kau yang menanam semua gandum. Lalu apa yang wargamu lakukan untukmu?" Theo sengaja mempertanyakan hal yang ambigu untuk menyudutkan Kepala Desa Kali dan akan membuat Kepala Desa Kali mengatakan segalanya dengan jujur.
"Tenang saja, tuan. Semua rahasiamu akan aman. Ini juga berguna untuk membuat desamu menjadi terkenal," bisik Theo.
"Aku mempekerjakan wargaku dan mengurung mereka di rumahku. Aku menanggung biaya hidup mereka selama mereka masih hidup dengan uang yang aku punya. Alasan mengapa aku membentuk rumah sebagai desa adalah karena alasan tadi. Aku ingin wargaku hidup dan memberikan segenap kekuatannya hanya untukku."
"Kepala desa ini ternyata tidak jenius seperti yang aku kira," kata John dalam hati.
"Mengapa kau melakukan itu? Apa kepala desa yang sebelumnya juga seperti itu?"
"Tidak, aku lah yang memelopori ide untuk membangun desa di dalam rumah yang besar. Kepala desa yang sebelumnya bodoh dan munafik. Aku tidak ingin mengikuti jejaknya dan berakhir miskin lalu mati seperti ayahku dulu!" Terlihat ekspresi marah di wajah Kepala Desa Kali. Kepala Desa Kali menegaskan rahangnya dan mengepal kuat tangannya.
"Memang apa yang ayahmu lakukan dulu?"
"Dia membantu sahabat-sahabatnya dan membiarkan semua orang bertindak seenaknya. Sehingga perlahan desaku menjadi desa termiskin dan desa tetangga menjadi kaya."
"Bagus, katakan semuanya tuan."
"Hingga pada akhirnya ayahku meninggal dan aku yang menjadi penggantinya di usiaku yang masih sangat muda. Aku tidak akan mengulangi kesalahan yang sama lagi dengan apa yang ayahku lakukan."
"Kejadian ini sepertinya sama dengan kejadian yang menimpa Kepala Desa Bari," gumam John.
"Apa itu yang menyebabkan desamu bermusuhan dengan desa tetangga?" Tanya Theo lagi.
"Tidak, ada sesuatu yang terjadi sebelum ini. Aku tidak bisa memberitahumu tentang itu."
"Kenapa?"
"Karena hal itu hanya diketahui oleh ayahku dan hanya tertulis di buku sejarah yang ada di sebuah desa yang bernama Desa Uma."
Theo menganggukan kepalanya tanda mengerti. Cukup untuk saat ini, saatnya mengetahui letak rumah Dukun yang menjadi salah satu tujuannya datang ke Desa Kali.
John menulis sesuatu di buku catatannya. 'APA KITA BISA BERTEMU DENGAN DUKUN SEKARANG?' tulis John.
"Tidak sabaran," kata Theo dalam hati.
"Tentu, tapi sebelumnya apa kalian benar-benar akan membantuku untuk mendapatkan lebih banyak uang?" Tanya Kepala Desa Kali memastikan.
"Tentu saja, tuan. Apa tuan tidak percaya kepada kami? Mungkin wajah kami memang seperti wajah penipu, tapi itu sama sekali bertolak belakang dengan sifat kami yang sesungguhnya," jawab Theo.
"Baiklah, ayo ikuti aku."
Mereka akhirnya berangkat menuju rumah dukun yang terletak tak jauh dari Desa Kali. Mereka melewati sebuah sungai besar yang alirannya menuju ke Desa Bari. Mereka hanya perlu berjalan sedikit lagi dan sampai lah mereka di rumah Dukun itu.
"Tunggu sebentar, biarkan aku melihat kedalam terlebih dahulu. Aku akan baik-baik saja karena aku sudah mengenalnya dari lama," ucap Kepala Desa Kali lalu masuk ke dalam rumah.
"Siapa juga yang bertanya dia akan baik-baik saja atau tidak. Bahkan jika dia dimakan oleh Dukun itu pun aku tidak peduli," omel John.
"Ini pertama kalinya aku melihat mu mengomel, John. Are you okay?" Tanya Theo.
"Apa kau pikir aku-"
"Ssssssssssstttttttttt! Pelan kan suaramu!" Theo menaruh jari telunjuknya di bibir John.
"Apa kau pikir aku tidak lelah berkomunikasi dengan kertas?" Bisik John.
"Tenang John. Ini satu-satunya agar identitas aslimu tidak terbongkar. Bertahanlah sebentar lagi demi akhir yang memuaskan," ucap Theo.
"Kau bisa saja berbicara seperti itu!"
"Siapa yang mengobrol denganmu?" Tanya Kepala Desa Kali.
"Aku? Aku hanya diam."
"Benarkah? Mungkin aku salah dengar. Ayo kita masuk, Dukun itu sudah mengizinkan kalian mengunjunginya."
"Apa kita memerlukan izin hanya untuk bertemu dengan Dukun? Seriuosly?" Kata John dalam hati.
"Baiklah, ayo!" Theo menarik tangan John dan mengikuti Kepala Desa Kali.
Terlihat ada seorang pria tua yang duduk di belakang sebuah bola kristal sambil mengucapkan mantra-mantra.
"Apa itu Dukunnya?" Tanya Theo.
"Ya, dia lah Dukun sakti yang memberikanku ramuan untuk memperbesar gandumku."
"Apa yang sedang dia lakukan?"
"Seperti suara Theo," batin Dukun itu sambil mengernyitkan dahinya.
"Dia sedang memanggil dewa dan meminta bantuan mereka agar ramuan yang didapat dapat bekerja dengan baik."
"Apa mereka pendaki yang kau ceritakan?" Tanya Dukun itu dengan suara yang menyeramkan.
"Ya, mereka datang untuk menemuimu. Mereka akan mewawancaraimu sebentar," jawab Kepala Desa Kali.
"Untuk apa?" Tanya Dukun itu masih dengan mata yang terpejam serta tangan yang sibuk memasukan bunga-bunga ke dalam sebuah wadah dalam.
"Mereka ingin belajar caranya menjadi Dukun hebat sepertimu," jawab Kepala Desa Kali sehingga Theo dan John melotot ke arah Kepala Desa Kali.
"Benarkah? Namun, jika mereka ingin menjadi Dukun hebat sepertiku mereka harus mempelajari ilmu-ilmu terlarang, apa kalian sanggup?" Tanya Dukun itu. Kepala Desa Kali menganggukan kepalanya memberi isyarat.
"Iya kami sanggup!" Jawab Theo.
"Mengapa aku hanya mendengar suara satu orang? Kau bilang ada dua orang yang ingin mengunjungiku sekarang."
"Temannya yang satu lagi tuli dan bisu. Tapi dia sudah menganggukan kepalanya dan itu artinya dia sanggup!" Jawab Kepala Desa Kali.
"Apa kau lupa bahwa aku ini Dukun? Aku tahu jika dia hanya diam dan menatap ke arahku! Kau ingin aku marah?" John langsung menganggukan kepalanya atas paksaan dari Theo dan Kepala Desa Kali.
"Bagus! Apa yang ingin kau pelajari terlebih dahulu?" Tanya Dukun itu.
"Tanyakan tentang benih gandum," ucap John dalam hati.
"Pertama aku ingin bertanya, bagaimana kau mendapatkan benih yang kau berikan kepada Kepala Desa Kali?" Tanya Theo.
"Itu aku dapatkan dari restu dewa dan dewi kemakmuran. Tidak mudah untuk melakukan ritual itu. Apa lagi?" Tanya Dukun.
"Minta benihnya agar bisa diteliti!" Perintah John dalam hati.
"Bisakah aku meminta sedikit benihnya? Aku ingin merasakan bagaimana sensasi yang terjadi dalam diriku jika aku memakan benih itu tanpa dimasak."
"Tentu, ambilah." Dukun itu mengambil sebuah benih di dalam sebuah wadah.
"Terimakasih, dan satu hal lagi! Aku ingin tahu bagaimana kau membunuh orang dengan ilmu yang kau miliki," tanya Theo lagi.
"Theo kau jenius!"
"Dengan ini." Dukun itu menyerahkan cairan dengan wadah yang sama dengan cairan yang ia berikan kepada Kepala Desa Kali.
"Cairan itu bukankah cairan yang selalu kau berikan kepadaku setiap kali aku kemari? Kau selalu menyuruhku untuk menuangkan cairan itu di sungai agar mengalir ke Desa Bari. Apa kau yang membunuh orang-orang di sana?" Tanya Kepala Desa Kali.
"Bukan, ini bukan cairan yang sama! Jangan berprasangka!" Teriak Dukun itu.
"Bolehkah aku membawa cairan ini bersamaku?" Tanya Theo.
"Tentu, kau bisa membawanya."
"Terimakasih tuan."
Mereka bertiga memutuskan untuk keluar dari rumah duku yang menyeramkan dan kembali ke Desa Kali.
"Jika itu memang benar Theo dan John maka aku harus berhati-hati lagi."
"Mereka sepertinya sudah bertekad akan membongkar semua rahasia tentang virus itu. Aku harus berhati-hati. Theo dan John tidak akan berhenti sampai disana."