Chereads / Tentara dan Dokternya / Chapter 19 - Makan malam

Chapter 19 - Makan malam

John duduk di meja yang sangat ia kenali. Meja dan kursi yang masih sama namun dalam jumlah yang lebih banyak berjejer membentuk lonjong. Banyak makanan sudah di sediakan disana.

"Wah, banyak sekali makanannya. Apa istrimu yang memasak ini semua?" Tanya Theo.

"Tidak, aku sendiri yang memasaknya. Aku suka memasak, jadi cobalah masakan ku dan katakan pada ku rasa dari makanannya."

"Tentu saja. Kau ambilah makanan dan makan! Jangan cerewet!" Pekik Theo.

"Orang ini benar-benar!" Gerutu John dalam hati.

"Dari mana asalmu? Kenapa kalian bisa tersesat?" Tanya Kepala desa.

"Entah lah, awalnya aku menemani dia dan tiba-tiba rombonganku sudah tidak terlihat," jawab Theo.

"Dia memang beban, harusnya dia tidak usah di ajak saja. Atasanmu gila," kata kepala desa sambil geleng-geleng kepala dan terkekeh mengejek.

"Kau lebih gila!" Teriak John dalam hati.

"Hei, kita tidak boleh seperti itu. Tapi sebelumnya, ada yang ingin aku tanyakan padamu," kata Theo dan mendekatkan badannya ke arah kepala desa.

"Tentu, silahkan tanyakan." Kepala Desa Kali menjawab santai sambil melahap makanan yang ia masak.

"Apa memang rumahmu ini dibangun dengan ukuran yang besar untuk kenyamananmu?" Tanya Theo.

"Tidak, sebenarnya rumah ini adalah desa. Aku sengaja membangun rumah besar agar warga ku terhindar dari penyakit mematikan yang sedang melanda desa tetangga," Jawab Kepala Desa Kali.

"Lalu kenapa kau tidak menolong desa yang terkena wabah penyakit itu? Aku pikir uangmu sangat cukup untuk membantu desa itu," kata Theo.

"Apa gunanya membantu mereka? Apa yang aku dapatkan? Desa itu memang desa miskin, jadi sudah sewajarnya mereka terkena wabah virus mematikan."

"Apa sebelumnya pernah terjadi konflik diantara desamu dan desa tetangga?" Tanya Theo. Ia ingin tahu lebih tentang sejarah desa-desa yang sedang ia ekspedisi.

"Pernah, tapi kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu terjadi. Jadi tidak ada gunanya menceritakan kembali kisah itu. Lagi pula itu tidak penting," jawab Kepala Desa Kali dan membuat John serta Theo menahan emosinya.

"Memang tidak mudah berurusan dengan kepala desa sialan yang satu ini! Aku harus bekerja lebih keras dan aku harus mendapatkan semua informasinya dalam waktu kurang dari sehari," kata Theo dalam hatinya. Theo sudah membulat kan tekad untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi. Dirinya sudah cukup lelah dengan misteri-misteri yang terjadi di desa itu.

"Aku pikir dia sudah memulai rencananya," gumam John sambil tersenyum miring.

"Kau mengatakan sesuatu?" Tanya Kepala Desa Kali yang ternyata mendengar gumaman John.

Dengan cepat John menggelengkan kepalanya dan menyilangkan tangannya di depan dada. Theo langsung memutar otak cepat dan menyanggah perkataan Kepala Desa Kali.

"Tidak mungkin, tuan. Dia bisu dan tuli, mana mungkin dia bisa mendengar. Ada-ada saja," ucap Theo.

"Benar, lagi pula mana bisa dirinya berbicara dan mendengar. Dasar tuli! Dasar bisu! Dasar jelek!" Kepala Desa Kali mengejek John sambil tertawa bersama Theo dengan tawa canggungnya.

Gedubrak! Prang!

John melempar gelas kaca dan melewati pinggiran wajah Kepala Desa Kali hingga wajahnya sedikit mengeluarkan darah akibat tergores gelas kaca yang dilemparkan John.

"Kau! Berani sekali melempar gelas padaku! Apa kau bosan dengan hidupmu? Baiklah! Hari ini adalah hari terakhirmu bernapas di dunia!" Pekik Kepala Desa Kali.

"John memang ditakuti, tapi dia bodoh." Theo menggelengkan kepalanya dan bangkit menghampiri John yang hampir diseret oleh Kepala Desa Kali.

"Tunggu tuan, aku lupa mengatakan sesuatu." Theo melerai Kepala Desa Kali dan John yang hampir beradu kekuatan.

"Sebenarnya teman ku ini...."

"Apa yang akan ia katakan? Apa ia akan membongkar identitas ku saat ini?" Batin John.

"Dia memang bisu dan tuli tapi dia bisa mengenali apa yang orang lain katakan padanya hanya dengan melihat gerakan bibirnya saja. Mungkin dia kesal karena kau terus mengejeknya. Percaya lah tuan, temanku ini baik hati dan rendah hati. Jadi, berhenti lah mengolok-oloknya dan bersikap baik lah pada nya," ucap Theo.

"Ternyata otaknya tidak sia-sia ada di kepalanya," batin John.

"Siapa kau berani menyuruhku untuk bersikap baik? Jika aku tidak menyukai orang itu maka aku tidak akan pernah bersikap baik padanya!" Theo sudah mengira Kepala Desa Kali akan menjawab dengan kalimat seperti itu. Jadi dia sudah menyiapkan jawaban untuk kata-kata Kepala Desa Kali.

"Kita bertiga bisa menjadi teman, bukan? Tidak ada salahnya berbuat baik dan menghargai sesama manusia, benar John?" Tanya Theo dan mendapat anggukan antusias dari John. John buru-buru mengambil sebuah pulpen dan sebuah buku catatan kecil, Lalu menuliskan, 'KITA TEMAN MULAI SEKARANG' dengan senyuman yang tulus.

"Ternyata John bisa berakting. Tidak sia-sia usahaku untuk berakting susah payah."

"Baiklah kalau begitu, kita teman. Maafkan aku karena telah mengolok-olokmu."

"Bagus John!"

"Kerja bagus Theo!"

Setelah selesai makan malam, Theo, John, dan Kepala Desa Kali tetap duduk di meja makan dan berbincang ringan. Tanpa diduga, ternyata sangat mudah untuk mengambil hati Kepala Desa Kali. Hanya dengan memuji-muji keunggulannya, mereka bisa dengan mudah menggali informasi dari Kepala Desa Kali.

"Bagaimana bisa kau membuat tanaman gandum itu bisa tumbuh sangat tinggi?" Tanya Theo.

"Baik, mari kita mulai dari informasi kecil terlebih dahulu," batin Theo.

"Sebenarnya, aku meminta bantuan seorang Dukun yang aku kenal untuk memberikan ramuan agar tanaman ku bisa tumbuh tinggi dan menghasilkan produk berkualitas tinggi. Jika kau mau bibit unggul, besok aku akan memintanya untuk kalian," jawab Kepala Desa Kali.

"Bisakah aku ikut denganmu? Aku ingin berkenalan dengan Dukun itu. Siapa tahu dia bisa aku ajak ke kota dan menjadi terkenal," kata Theo.

"Apa yang akan aku dapatkan?" Tanya Kepala Desa Kali.

"Wah, orang ini sangat jenius," batin John.

"Apa yang akan kau dapatkan? Kau akan mendapatkan keuntungan tentu saja!" Jawab Theo tanpa ragu sedikit pun.

"Bagaimana aku bisa mendapatkan keuntungan?" Tanya Kepala Desa Kali dan mendengarkan dengan serius.

"Caranya, jika Dukun itu bisa kita kenalkan ke publik, maka desamu akan terkenal. Kau bisa memanfaatkan itu untuk sumber penghasilanmu, tuan. Semakin banyak yang tahu desamu maka semakin banyak keuntungan yang akan kau dapatkan," jawab Theo dengan wajah meyakinkan tentu saja.

"Benar kah? Baiklah, aku akan mengajak kalian ke rumah Dukun itu besok! Sekarang, sebaiknya kalian istirahat saja dan kumpulkan tenaga kalian."

"Apa rumah dukun itu jauh?"

"Tidak terlalu jauh, tenang saja kau tidak akan mati kelelahan karena berjalan kesana."

"Siapa tahu saja itu membutuhkan waktu dua hari atau lebih untuk sampai disana. Baiklah, kalau begitu izinkan kami tidur terlebih dahulu, tuan." Theo bangkit dari kursinya bersamaan dengan John dan kembali ke kamar mereka.

"Theo!" John menarik tangan Theo dan bersembunyi di balik dinding.

"Mau apa kau?" Tanya Theo.

"Kita harus mengantisipasi pergerakan musuh, aku harus tahu apa yang dilakukannya setelah ini."

"Jika aku bisa benar-benar mendapatkan keuntungan dari orang-orang itu, maka aku akan mengorbankan Dukun itu saja. Apa sebaiknya aku pergi ke rumah Dukun itu sekarang untuk meminta kerjasama nya?"

"Apa dia akan pergi ke rumah Dukun malam-malam begini?" Bisik Theo.

"Sssstttt!"

"Tidak, bisa saja ada hewan buas yang mengintaiku." Kepala Desa Kali lalu membersihkan meja makan dan kembali ke kamarnya. John dan Theo juga memutuskan untuk kembali ke kamarnya.

"Dia sangat suka uang ternyata. Tidak aku sangka obsesinya untuk menjadi kaya tidak cukup sampai di sini," gumam Theo di atas tempat tidurnya. Memutar-mutar sebuah pulpen melemparkannya ke atas lalu menangkapnya.

"Tapi John, apa hubungan Kepala Desa Kali dengan kasus virus yang sedang terjadi?" Tanya Theo sambil menoleh ke arah John yang tidur di lantai.

"Ada, perasaanku mengatakan jika Kepala Desa Kali ada hubungannya dengan kasus virus ini. Apa yang kau dapatkan setelah membaca buku sejarah yang diberikan nyonya Samanta?"

"Aku hanya membaca bab awal, perkenalan para pemimpin dan perkenalan daerah. Tidak ada yang janggal di bab itu," jawab Theo.

"Mengapa tidak kau lanjutkan saja membaca buku itu?" Tanya John.

"Aku tidak memiliki waktu, aku sibuk mengurus para kadet. Aku tidak suka membaca buku setengah-setengah. Biarlah setelah misi ini selesai baru aku lanjutkan membacanya."

"Biarkan aku membaca buku itu, siapa tahu ada sesuatu yang bisa aku dapatkan untuk memecahkan teori ini."

"Ambil saja di tasku, aku mengantuk." Theo berbalik menghadap ke dinding dan mulai perlahan tertidur.

Sementara John, membuka tas Theo dan mengambil buku yang Theo maksud.

"Dia sangat senang membaca buku, banyak sekali buku yang ia bawa," gumam John sambil tersenyum. Berbagai buku ada di tas Theo, akhirnya John menemukan buku sejarah itu.

"Buku ini sangat tebal, apa aku bisa menghabiskan buku ini dalam satu malam?" John membuka dan membaca satu persatu halaman buku itu yang sangat tebal. Ada sekitar tiga ratus halaman yang ada di dalamnya. John menyalakan senter dari handphonenya agar tidak mengganggu tidur Theo.