Chereads / Tentara dan Dokternya / Chapter 18 - Teman memang seperti itu

Chapter 18 - Teman memang seperti itu

Maria dan Bianca masih setia berada di laboratorium dan meneliti virus yang menyerang Desa Bari. Maria memutuskan untuk memberi nama virus itu BTMV. BTMV merupakan singkatan dari 'Bari Trouble Maker Virus'

"Nama yang bagus Maria. Itu sangat lucu dan tentu saja menyebalkan. Baiklah, kita akan meresmikan nama virus itu."

"I know right? Aku sangat pandai memberi nama virus."

"Seharusnya kau memberi nama bayimu juga nanti. Jangan hanya menamai virus saja."

"Setelah misi ini selesai, aku dan suami ku akan pergi bulan madu. Aku berencana untuk memiliki buah hati pertama ku."

"Omong-omong, siapa suamimu? Ahh, dan maaf aku tidak datang waktu kau menikah. Aku sangat sibuk waktu itu," kata Bianca.

"Tidak apa, Bianca. Kami berdua memang sengaja mengundang sedikit orang agar acaranya cepat selesai dan aku bisa beristirahat."

"Menikah itu sekali seumur hidup, mengapa kau malah tidak menikmati pestanya?"

"Aku menikmatinya hanya saja, aku sakit waktu itu jadi orang tua ku meminta agar acaranya digelar sangat private saja."

"Siapa suamimu? Apa dia peneliti juga, sama sepertimu?" Tanya Bianca.

"Bukan, dia seorang tentara. Kau tidak tahu?" Maria mengernyitkan dahinya karena ia pikir Bianca tahu siapa suaminya.

"Tidak, sudah ku bilang aku tidak datang ke acara pernikahanmu waktu itu." Jawab Bianca.

"Jadi itu alasannya. Baik aku akan memberitahumu suami ku. Namanya ..."

TRIIIINGGG.... TERINGGGG...TERING...

Tiba-tiba alarm tanda semua karyawan sudah boleh pulang dan beristirahat berbunyi sehingga Bianca tidak bisa mendengar dengan jelas nama suami Maria.

"Siapa? Aku tidak bisa mendengar namanya!"

"Aku tahu kau bisa mendengar dan tidak bisa percaya bukan? Aku tahu, Bianca. Sebaiknya kita kembali ke rumah dulu dan bahas masalah ini lagi nanti. Aku duluan," Maria membersihkan badannya lalu keluar dari laboratorium.

"Siapa suaminya? Sungguh aku tidak mendengar nama lelaki itu." Bianca sangat kesal karena Maria tidak mau berterus terang. Baik, dia akan mencari tahu sendiri siapa suami Maria nanti.

****

"Kau bisu?"

"Iya, kau benar sekali tuan mulia! Dia bisu dan dia tidak bisa berbicara. Itulah sebabnya dia tidak menjawab pertanyaanmu sejak tadi. Maafkan dia," dengan cepat Theo mengalihkan perhatian Kepala Desa Kali agar tidak terus mengintrogasi John.

John menatap Theo dengan tatapan mematikan, sedangkan Theo mencakupkan tangannya dan meminta maaf kepada John.

"Ahh, seperti itu ternyata. Baiklah tidak apa-apa, tapi sebaiknya lain kali kau harus menundukan kepalamu dan membungkuk kan badanmu jika bertemu dengan ku. Dasar, cacat ternyata." Kepala Desa Kali lalu berbalik dan memilih untuk mendekati Theo.

"Ingin sekali aku tembak kepalanya dan menjual otaknya ke pedagang daging di pasar!" Kata John dalam hati.

"Tuan mulia tidak usah pedulikan dia, dia hanya beban di tim kami. Entah kenapa jenderal, maksud ku atasan ku malah mengizinkan dia ikut mendaki," kata Theo. Ini adalah kesempatan terbaik untuk mengerjai John.

"Aku juga heran kenapa orang cacat seperti dirinya harus hidup di dunia ini. Lagipula mereka tidak ada harganya," kata Kepala Desa Kali sambil merangkul Theo. Theo berbalik dan mengedipkan sebelah matanya.

"Bila perlu akan ku tembak juga otak pria gila itu! Jika seperti itu maka penghasilan ku akan bertambah bukan? Aku akan membeli rumah ini dan tinggal di sini bersama Maria Miller!" Gerutu John di dalam hatinya.

"Tuan, sebelum itu bisakah kami meminjam kamar untuk bermalam? Hari sudah sore dan kami sangat kelelahan," pinta Theo.

"Tentu, mau ku pisahkan kau dengan si cacat ini?" Tanya Kepala Desa Kali. Sikap nya sangat bertolak belakang ketika bersama dengan Theo dan bersama dengan John.

"Tidak perlu, aku harus menjaga si beban ini agar dia tidak menghilang. Jika dia menghilang maka atasan ku akan memarahi ku dan itu adalah bencana bagi ku. Jadi biarkan kami beristirahat dalam satu kamar," kata Theo. Jujur, ingin sekali rasanya John menendang dan menggunting lidah Theo yang menyebalkan itu. John mengepalkan tangannya lalu menarik napas agar tidak terbawa emosi.

"Ingat John, ini hanya sandiwara tidak masuk akal Theo. Tahan emosimu setidaknya selama tiga hari. Setelah itu lakukan keinginanmu untuk menembak kepala mereka dan menjual otak mereka!"

"Baiklah kalau begitu, kalian bisa menggunakan kamar yang ada di sana. Awalnya kamar itu aku buat untuk salah satu wargaku, tapi karena mereka ke kota jadi kamar itu kosong sejak pertama kali di buat. Pakai lah dan istirahat lah dengan tenang. Aku akan memasak makan malam untuk kalian berdua."

"Terimakasih tuan mulia, kau sangat baik sekali. Aku harus membalas budi mu kelak."

"Tidak ada yang seperti itu, aku ikhlas membantu."

Theo dan John lalu masuk ke dalam kamar yang sudah di sediakan. Begitu Theo menutup pintu John langsung menyerbu Theo dan mencekik leher pria itu dengan kekuatan penuh. Emosinya sudah di tahan dari tadi, hingga pada akhirnya dia bisa mengeluarkan emosi yang memendam lumayan lama di dalam tubuhnya.

"Apa aku beban? Apa aku bisu? Apa atasanmu akan memarahimu jika aku hilang? Atau sebaliknya?" Tanya John dan semakin memperkuat cekikannya di leher Theo.

"Tunggu John, ahh aku tidak bisa bernapas! Lepaskan aku!" Teriak Theo sambil memukul-mukul tangan John.

John pun akhirnya melepaskan cekikannya dari leher Theo dan duduk di pinggiran kasur. Theo memegang lehernya yang sakit akibat cengkraman kuat dari John. Napasnya juga sedikit tercekat akibat John terlalu keras mencekik leher Theo.

"Hei! Apa kau pikir aku dengan sengaja melakukan itu? Aku melakukan itu demi kelangsungan misi dan tentu saja keselamatanmu! Bagaimana jika identitas aslimu terbongkar? Apa yang akan kau lakukan setelah itu? Tak ada yang bisa kau lakukan karena kau bodoh! Aku bilang kau bisu karena bisa saja dia masih bisa mengenali suaramu yang menjijikan itu!" Omel Theo panjang lebar.

"Tapi setidaknya tidak usah menyebut ku beban. Aku ini panglima tentara! Jika ada yang mendengar apa yang akan mereka pikirkan tentang ku, Theo sialan!" Pekik John.

"John! Jangan berteriak, apa kau mau jika nanti kepala desa itu tiba-tiba masuk dan melihatmu sedang berbicara? Kau harusnya berterimakasih karena berkat diriku kau selamat dari kepala desa itu. Mandi lah terlebih dahulu dan makan!" Perintah Theo.

"Aku tidak akan makan! Aku masih menyediakan makanan khusus tentara!" Tolak John dengan tegas.

"Makanan yang seperti kotoran? Apa kau yakin bisa memakannya? Bukannya Bianca dan Maria yang biasa memasak untukmu?"

"Ini enak! Jika kalian pikir ini enak, sebaliknya jika kalian berpikir jika makanan ini tidak enak maka makanan akan tidak enak! Minggir dan temui lah kepala desa favoritmu itu! Tinggal kan aku!"

"Tidak usah merajuk bisa 'kan? Kau sungguh menyebalkan! Ayo kita keluar dan makan malam. Kita tidak mau penyamaran kita terbongkar bukan? Ini yang harus aku lakukan."

Dengan pasrah John mengikuti Theo dengan wajah dan perasaan yang masih sebal.