"Sudah ku bilang jangan!" Pekik John sambil menarik pergelangan tangan Theo hingga pria itu tanpa sengaja menghantam vas bunga besar yang ada di sekitar sana hingga pecah.
"Auukkhh!" Rintih Theo.
John langsung membantu Theo berdiri dan menertawakan Theo. Maria dan Nyonya Samanta juga menghampiri Theo karena mendengar suara vas pecah.
"Astaga, Tuan! Apa kau baik-baik saja?" Tanya Maria.
"Iya, aku baik-baik saja."
"Tidak, kau terluka. Tunggu sebentar aku akan mengobati lukamu." Maria pergi entah kemana yang membuat Theo sempat bingung.
"Dia bilang ingin mengobati ku, tapi kenapa malah pergi?" Ucap Theo dalam hati.
Tak lama, Maria datang dengan beberapa botol yang sepertinya itu adalah ramuan yang biasa digunakan untuk mengobati luka. Maria menarik pergelangan tangan Theo dan mengobati luka yang ada di sana. John dan Nyonya Samanta memutuskan untuk meninggalkan dua orang itu.
"Hei, siapa namamu?" Tanya Theo sambil membiarkan Maria mengobati lukanya.
"Aku Maria, kau?" Maria menjawab tanpa menghentikan tangannya mengobati luka Theo.
"Aku Theo Yamashita. Berapa umurmu?" Tanya Theo.
"Aku berumur enam belas tahun. Kenapa kau menanyakan hal tersebut?" Kini Maria sudah menatap Theo. Theo yang ditatap merasakan detak jantungnya kian meningkat. Theo tidak berani menatap mata Maria dan memalingkan wajahnya.
"Aku hanya penasaran karena wajahmu terlihat sangat dewasa," jawab Theo.
"Benarkah? Banyak yang bilang seperti itu. Memang wajah ku terlihat sangat dewasa, mungkin karena tugas ku sudah seperti orang dewasa. Harus kah aku memanggilmu kak?"
Theo tak mengedipkan matanya mendengar pernyataan Maria. Kak? Itu terlalu imut baginya. Theo tersenyum dan menyelipkan rambut di belakang telinga Maria.
"Tentu kau boleh memanggilku dengan kak. Kau imut sekali," ucap Theo dan mengacak rambut Maria.
"Terimakasih kakak." Maria lalu memeluk Theo dan mengecup singkata pipi pria itu.
"Heii Tuan, heii. Kenapa kau tersenyum seperti itu?" Maria melambaikan tangannya di depan wajah Theo yang saat itu sedang memasang wajah tergila-gila.
"Ha?" Sial! Ternyata Theo hanya berkhayal jika dirinya sedang berbincang dengan Maria. Tapi pada kenyataannya Theo hanya berdiam diri sambil menunggu Maria menyelesaikan pekerjaannya.
"Sudah, kalau begitu aku pergi dulu," kata Maria dan meninggalkan Theo duduk sendiri di kursi itu.
"Kenapa aku tidak bisa berbasa-basi dengannya? Aku adalah satu-satunya orang yang bisa langsung berkomunikasi dengan orang baru!" Theo frustasi dan menendang-nendang udara.
Theo lalu mencari keberadaan John dan Nyonya Samanta. Mereka berdua sedang duduk di meja makan dan bersiap untuk makan.
"Theo, kemarilah!" Perintah Nyonya Samanta.
"Tentu nek." Theo pun duduk di kursi yang berada di sebelah kanan John sedangkan Maria duduk di sebelah kiri John.
"Silahkan di makan, Tuan John." Maria mengambil sesendok nasi dan menaruhnya di atas piring John.
"Terimakasih Maria." John tersenyum ke arah Maria.
"Astaga, Tuan John sangat seksi!!!" Pekik Maria dalam hati.
"John bisa dengan mudah dekat dengan Maria. Bagaimana bisa? Aku harus mencari cara agar Maria bisa dekat dengan ku!" Gumam Theo sangat pelan.
Mereka berempat mulai menyantap makanan sederhana yang disajikan. Nyonya Samanta meneguk air minum sebelum mulai berbicara.
"Kalian setelah ini akan pergi je Desa Kali, bukan?" Theo dan John mengangguk serempak.
"Dengarkan saran ku dengan baik. Disana, banyak yang bilang ada seorang dukun yang sangat sakti. Dia akan membunuh semua orang yang dibencinya atau dia akan melakukan permintaan orang untuk membunuh seseorang. Aku ingin tahu sehebat apa dirinya itu."
"Kau ingin kami mencari tahu tentang dukun itu?" Tanya Theo.
"Ya, aku ingin kalian mencari tahu tentang dirinya. Sudah lama aku mencari informasi tentangnya namun selalu saja tidak berhasil."
"Tentu Nyonya, kami akan melakukan yang terbaik untuk menguak siapa sebenarnya dukun itu," jawab John.
"Baik Nyonya, aku akan selalu mengingat nasihat mu. Kalau begitu kami permisi dulu."
"Berhati-hati lah Mr. John. Aku akan merindukanmu," ucap Maria dengan wajah yang tersipu.
"Aku sudah memiliki istri Maria, jadi jangan berharap," ucap John lalu segera melangkahkan kakinya keluar dari gedung itu.
"Apa? Tidak salah lagi, mana mungkin Mr. John masih melajang hingga kini. Tidak apa-apa, Maria jangan bersedih. Kau akan menemukan lelaki seperti Mr. John suatu saat nanti," kata Maria dalam hati.
"Tenang lah Maria. Masih ada aku di sini yang setia menunggumu. Aku akan menemuimu lagi nanti," bisik Theo di telinga Maria.
"Tu-tuan?" Theo mengedipkan matanya dan berbalik sambil bersiul ria. Akhirnya dirinya tidak takut lagi berbicara dengan Maria. Setelah ini dia harus berterimakasih kepada John karena telah menyakiti hati Maria.
"Huhu, kita akan menuju Desa Kali," teriak Theo sambil sesekali melompat-lompat.
"Apa yang salah dengan orang itu?" Gumam John yang melihat aneh tingkah Theo.
Akhirnya sampai lah mereka di depan pintu gerbang dengan palang besar lengkung yang bertuliskan DESA KALI. Di sana lah tempat Maria terkena tebasan dari salah satu penduduk.
"Di sini penduduknya juga sangat aneh, tapi sepertinya kau tidak akan bertemu dengan mereka karena mereka sudah dibawa ke kota untuk berobat. Berhati-hatilah, kita tidak pernah tahu bahaya apa yang sedang mengawasi." Perintah John.
Mereka berdua melewati hamparan ladang gandum yang sangat luas dan tak ada akhirnya. Gandumnya lebih banyak dari pada sebelumnya. Kualitas dari gandumnya juga sangat meningkat pesat. Gandum-gandum itu kini lebih besar dan lebih tinggi, jauh lebih tinggi dari pada gandum pada umunya.
"Wow, inikah yang kau sebut keanehan? Bukankah ini keajaiban?" Tanya Theo sambil berputar memerhatikan sekelilingnya.
"Bukan itu maksud ku, yang aku maksud adalah Kepala Desa Kali sangat aneh begitu juga dengan desanya. Sebelumnya gandum-gandum ini tidak sampai menutupi pandangan ku dan Maria ketika terakhir kali kami berkunjung."
"Benarkah? Lalu apa yang terjadi? Apakah penduduk Desa Kali berusaha lebih keras untuk meningkatkan kualitas gandum-gandum ini?"
"Tidak mungkin seperti itu. Waktu yang dibutuhkan untuk menanam gandum adalah tiga sampai empat bulan hingga panen. Itu baru satu bulan sejak kali terakhir aku berkunjung kemari. Ada yang aneh dengan hal ini," gumam John.
"Lebih baik kita mencari Kepala Desa Kali terlebih dahulu. Untuk hal ini, kita bisa cari tahu lagi nanti. Ini juga tidak terlalu penting," ucap Theo.
Memang benar misteri gandum besar ini tidak begitu penting untuk misi. Tapi tetap saja John masih sangat penasaran dan ingin mencari tahu sumber dari masalah ini. Terlebih, bukan sifat John meninggalkan sebuah kasus begitu saja.
Sampai lah mereka di depan rumah yang sangat besar. Tapi anehnya, rumah itu lebih besar dari pada ukuran rumah pada saat pertama kali John berkunjung. Lebih anehnya lagi, walau pun rumah itu membesar bentuk dari rumah itu tidak berubah sama sekali dan pohon-pohon di sekitar rumah itu juga ikut membesar. Keanehan terus membelengu pikiran John. Satu persatu hal mulai sedikit memenuhi pikiran John.
"Wah, benar katamu John. Rumah ini besar sekali! Jika nanti aku telah menikah, aku akan membeli rumah ini. Itu pun jika aku memiliki uang," ucap Theo yang masih terpesona dengan rumah itu.
"Rumah ini juga bertambah besar, pohon-pohon nya juga. Sudah ku bilang ada yang aneh dengan desa ini," kata John.
"Aku baru menyadari jika pohon-pohonnya sangat besar. Apa jangan-jangan kita yang menyusut dan berubah menjadi kecil?" Terka Theo.
"Jangan bercanda! Itu tidak mungkin terjadi di dunia nyata," sargah John.
"Bisa saja terjadi, kau ingat di awal tadi? Ada sebuah pagar yang mungkin saja itu memiliki kekuatan ajaib sehingga bisa merubah kita menjadi kecil. Mungkin bentuknya seperti aliran listrik tak kasat mata," ucap Theo.
"Kau terlalu banyak menonton animasi tidak berguna! Jangan sambungkan hal ini dengan fairytale seperti itu! Ayo kita masuk dan minta pertolongan kepada Kepala Desa Kali," kata John lalu mendahului Theo masuk ke dalam rumah itu.
"Bisa saja hal itu terjadi! Maksud ku, banyak hal di dunia ini yang tak masuk akal benar? Siapa tahu saja kita sedang berada di dunia fiksi dan harus menyelesaikan sebuah misi." Theo berbicara sambil setia mengikuti John yang perlahan melangkah kan kakinya masuk ke dalam rumah besar itu.
"Diam lah Theo! Jika nanti ada salah satu warga yang ingin menangkapmu, maka aku tidak bisa membantumu!"
"Kau bilang semua warga di sini sudah di pindahkan ke kota. Dasar pembohong!"
"Terserah!" Pasrah dengan Theo, John hanya diam dan menghiraukan Theo yang masih berbicara omong kosong tentang cerita fiksi.
"Hei kalian!" Teriak seorang pria. Pria itu adalah Kepala Desa Kali, wajah yang begitu membuat John ingin memukulnya hingga wajah itu tak bisa dikenali lagi.
"Siapa kalian? Berani-beraninya masuk ke dalam desa ku tanpa izin! Apa kalian pendaki?" Teriaknya dari lantai atas.
"Siapa dia John?" Tanya Theo sambil melirik John sekilas. Terlihat tangan pria itu mengepal kuat yang artinya dia sedang menahan emosinya.
"Dia adalah kepala desa sialan yang aku bilang tadi. Tolong kau puji-puji dia dan dapatkan informasi sebanyak-banyaknya." Perintah John.
"Tentu, itu hal yang mudah. Kau tinggal diam dan jangan berbicara satu huruf pun." Theo dengan percaya diri melangkah mendekat ke arah tangga dan berhenti sambil mencakup kan tangannya.
"Wahai tuan yang mulia, boleh kah kami menginap di sini untuk sementara waktu? Kami adalah pendaki yang terlepas dari rombongan dan tersesat. Kami menemukan sebuah rumah besar jadi kami pikir akan bagus jika kita masuk kesini dan meminta perlindungan kepada tuan mulia. Mohon izinkan kami untuk tinggal," kata Theo lalu membungkukan badannya.
"Apa kau pikir aku tidak mengenalimu, wahai tuan tentara yang menyebalkan?" Perlahan Kepala Desa Kali menuruni tangga dan melangkahkan kakinya ke arah John.
John yang menjadi tempat tujuan Kepala Desa Kali mulai memutar otaknya untuk menyebutkan alasan. Otak John tiba-tiba saja mendadak menjadi buntu dan tak bisa berpikir dengan baik.
"Kau tuan tentara itu benar bukan?" Kepala Desa Kali sudah sampai tepat di hadapan John dan tubuh John mulai dibanJiri keringat dingin. John mulai berusaha memikirkan apa yang harus ia lakukan lagi setelah ini.
"Kenapa kau diam? Kau bisu?" Tanya Kepala Desa Kali dan semakin mendekat kan wajah nya dengan wajah milik John.