Chereads / THE SECRET AGENT! / Chapter 51 - Sudah Kukatakan Padamu, Kau Pasti Bisa

Chapter 51 - Sudah Kukatakan Padamu, Kau Pasti Bisa

"Prancis dan Belanda. Aku bisa namun tidak terlalu fasih."

"Prancis? Gila. Aku mempelajarinya selama sekolah namun masih tidak mengerti selain bonjour," cara bicara Austin berubah menyesuaikan aksen yang digunakan orang Prancis, "oui, au revoir, merci. Untuk Belanda, aku tidak pernah belajar."

"Aku hanya lancar dalam bahasa inggris. Italia bisa namun masih terlalu kaku," celetuk Hailexa yang sedari tadi diam.

Austin menghela napas panjang. "Apa tidak ada yang mengerti bahasa jepang? Sedikit saja tidak masalah."

Bedric kembali menyahut, "Aku pernah tinggal di Jepang kurang lebih delapan bulan. Mungkin masih ingat beberapa kalimat dasar."

"Aku tidak peduli berapa lama kau pernah tinggal. Dengarkan rencanaku. Jadi nanti aku akan masuk terlebih dahulu dan bicara dengannya menggunakan bahasa jepang. Kau masuk ketika situasi mulai panas. Jadilah translator. Aku akan bertanya soal ruangan dan buat dia menjauh dari sana. Terjemahkan dan bicara saja sesukamu asal tidak keluar dari inti." Tatapan Austin kini beralih pada Hailexa. "Lalu kau Hailexa, masuk setelah kami menjauh. Cari ruangannya dan lakukan tugasmu."

Mata Hailexa membelalak mendengar rencana dadakan yang disusun oleh Austin. "Sendirian?"

"Aku yakin kau bisa. Kita tidak punya banyak waktu. Sudah tersisa dua menit," ujar Austin meyakinkan. Lelaki itu mendekatkan bibirnya, berbisik tepat di telinga Hailexa, "Diam atau mundur tidak akan menyelamatkanmu dari apa pun."

Kalimat terakhir Austin terdengar bak sihir di telinganya. Entah mengapa Hailexa jadi merinding sekaligus ingin menangis. Ia sudah jauh-jauh berjuang hingga ke titik ini, maka tidak boleh disia-siakan begitu saja.

"Pergilah. Aku akan mengawasi dari sini."

Austin masuk menggunakan kartu aksesnya. Tak lama kemudian Bedric ikut menyusul. Mereka berbincang, mungkin dengan sedikit perdebatan. Sampai pada akhirnya ketiga lelaki itu berjalan semakin dalam, menyusuri lorong.

Hailexa melirik pada sudut jam tangannya. Lampu indikator kecil yang terpasang sedang berkedip dan memperlihatkan warna biru. Hal itu mengartikan jika rencana awal berjalan dengan lancar.

Dua puluh menit, Hailexa hanya punya waktu sebanyak itu untuk menyelesaikan tugasnya dan keluar dari lorong. Sebenarnya tiga puluh menit, hanya saja ia membuat target lebih cepat untuk dirinya.

"Kamera pengawas sudah diatasi. Temukan ruangannya kurang dari lima menit karena setelah itu kamera di lorong akan kembali aktif."

Entah siapa yang mengucapkan informasi ini, Hailexa tidak hafal nama-nama mereka. Suaranya terdengar melalui earpiece kecil yang terpasang di telinga. Yang pasti salah satu dari tim yang bertugas di luar bangunan.

Hailexa meneliti setiap kode ruangan yang terpasang pada pintu dan mencocokkannya dengan kode yang sudah tercatat. Alesya mengatakan jika tempat penyimpanan chip adalah ruangan yang steril. Petugas yang diizinkan masuk saja terbatas dan tidak boleh berlama-lama.

"Satu dua D C B," ejanya menyamakan untuk menyamakan kode.

Hailexa mengirimkan informasi melalui jam tangannya, memberi tahu jika ia berhasil menemukan ruang penyimpanan.

Empat menit adalah waktu maksimal baginya agar bisa melumpuhkan sistem keamanan pada pintu. Hailexa bernapas lega saat menyadari jika ia sudah pernah melakukan yang lebih sulit dari ini.

"Pintunya sudah terbuka."

Hailexa buru-buru masuk dan menutup kembali pintunya dengan gerakan pelan. Ruangan ini cukup dingin, bahkan mampu membuat hidungnya gatal dan ingin bersin. Terdapat enam buah rak tinggi dengan teknologi khusus yang disusun secara rapi. Salah satu dari rak tersebut menyimpan chip pasangan yang harus Hailexa bawa ke luar.

Beruntungnya kode rak dan kode pada chip saling berhubungan. Dalam waktu kurang dari tiga puluh detik saja, Hailexa berhasil mengetahui rak mana yang menyimpan chip pasangan. Namun sebelum itu ia perlu meretas sistem yang mengakibatkan rak-rak tadi terkunci secara otomatis.

Sebuah layar yang terlihat seperti kaca tipis di sisi rak, menjadi media yang ia gunakan untuk melumpuhkan sistem keamanannya. Hailexa mengambil sarung tangan yang tersimpan rapi di balik gaunnya. Ia memerlukan sarung tangan agar sidik jari miliknya tidak tertinggal.

Jika sesuai target, Hailexa memiliki sisa waktu sekitar dua belas menit. Akan tetapi tepat setelah sistemnya berhasil diretas, ia hanya akan punya waktu enam menit untuk mengambil dan meletakkan chip tiruan sesuai pada tempatnya.

Oke Hailexa, langkah terakhir. Setelah ini nyawamu benar-benar di ujung tanduk.

Lampu kecil yang terpasang di pinggiran rak berubah dari warna putih menjadi hijau. Itu menandakan jika rak berhasil dibuka. Ada empat lampu penting yang terpasang di sana. Teknologi rak ini begitu canggih. Ketika seseorang berhasil membuka kuncinya, maka lampu berwarna hijau akan menyala. Dua menit berikutnya lampu kedua akan menyala sebagai peringatan. Jika sampai lampu keempat menyala dan Hailexa belum berhasil menutup kembali raknya, maka sinyal keamanan akan dikirim pada pusat dan bisa membuat seluruh rencananya gagal.

Hailexa mulai melonggarkan benda yang mengapit chip asli agar bisa berdiri tegak. Tepat setelah berhasil dilonggarkan, lampu pertama yang tadinya berwarna putih kini berubah menjadi hijau.

Dengan gerakan perlahan, chip tadi berhasil ditarik dan kini sudah ada pada genggaman Hailexa. Langkah terakhir adalah meletakkan chip tiruan dengan posisi yang sama seperti chip asli.

Sial. Ketika Hailexa baru selesai meletakkan chipnya, lampu kedua menyala. Warnanya bukan hijau, melainkan kuning. Hailexa segera menutup kembali rak tersebut dan mengatur ulang sistemnya sebelum lampu ketiga menyala.

"Hailexa? Kau bisa mendengarku? Cepat keluar dari sana. Kami di depan pintu lorong."

Itu suara Bedric. Hailexa kembali menatap jam tangannya, memberikan sinyal untuk mematikan kamera pengawas. Ia berhasil menyelesaikan tugasnya tepat lima belas detik sebelum lampu ketiga menyala. Meski masih di ruangan yang sama, setidaknya Hailexa bisa bernapas lega sekarang.

"Keluar. Kamera pengawas sudah diatasi."

Hailexa langsung keluar dari sana, meninggalkan lorong sambil berharap tidak ada mata yang menangkap pergerakannya. Austin dan Bedric sudah menunggu dengan ekspresi yang cukup datar, namun Hailexa tahu jantung mereka berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Kita pulang sekarang?" Hailexa bertanya pada Bedric sekaligus menyerahkan chip yang berhasil ia dapatkan.

Bedric tersenyum miring, mengambil alih chip tersebut dengan menjabat tangan Hailexa. "Aku harus pindahkan benda ini. Ikutlah dengannya, kita bertemu di lantai atas."

"Sudah kukatakan padamu, kau pasti bisa. Ini hebat," puji Austin bersamaan dengan mereka yang memasuki lift.

Mengabaikan pujian dari Austin, Hailexa mencoba menanyakan sesuatu yang sejak tadi terus mengganjal di hatinya. "Austin. Apa menurutmu keputusanku menyembunyikan hal ini dari Alexander adalah kesalahan?"

Austin meliriknya sekilas sambil tersenyum. "Aku tidak bisa menghakimi apakah perbuatanmu salah atau benar. Kau pasti punya alasan kenapa melakukannya. Namun jika kau bertanya soal saran, maka menurutku segera katakan ini pada Alexander. Masalahnya yang ada, kau bukan menyembunyikan fakta, namun bicara tidak jujur padanya."