Chereads / THE SECRET AGENT! / Chapter 53 - Maaf

Chapter 53 - Maaf

Ini bukan pertama kalinya Hailexa memanggil namanya, namun tak kunjung mengatakan apa yang diinginkan. Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit saja, panggilan itu sudah dilakukan lebih dari enam kali.

Alexander yang sedang bersandar pada kepala ranjang, melirik pada Hailexa. Gadis itu sedang berdiri di dekat jendela, mengamati pemandangan di luar apartemen dengan tatapan kecewa.

"Alexander."

Pada awalnya Alexander masih menjawab panggilan itu, menanyakan apa yang Hailexa inginkan. Namun setelah beberapa kali panggilan dan tetap tidak ada maksud yang jelas, Alexander memilih diam seraya fokus pada buku yang sedang dibacanya.

"Alexander," panggilnya lagi namun yang satu ini sedikit ditekan. "Kau mengabaikanku."

"Aku tidak mengabaikanmu, tetapi menunggumu mengatakan kalimat berikutnya."

"Kenapa di luar turun hujan?"

Alexander mengerjap beberapa kali, merasa bingung akan pertanyaan Hailexa. Ia tahu gadis itu kecewa, namun dirinya bisa apa. Alexander bukan orang yang memiliki kekuatan untuk menghentikan hujan.

Pagi ini Turin sedang diguyur hujan deras disertai angin. Prediksi cuaca sedikit meleset. Hujan yang seharusnya akan turun dua jam lagi justru datang lebih cepat. Hal ini tentu mengakibatkan terhambatnya beberapa aktivitas yang sering dilakukan saat pagi hari. Alexander dan Hailexa pun ikut merasakan dampaknya.

Semalam mereka berencana untuk lari pagi di taman, sekaligus mengisi waktu akhir pekan. Langit memang sedikit mendung, namun karena prediksi hujan baru akan turun beberapa jam setelahnya, Alexander dan Hailexa memutuskan untuk tetap pergi. Sayangnya keberuntungan sedang tidak berpihak. Belum sempat mereka meninggalkan apartemen, hujan deras turun tanpa permisi.

"Ya karena sudah waktunya turun hujan. Apa aku juga perlu menjelaskan padamu bagaimana proses terjadinya hujan? Sudahlah, kita bisa lari pagi lain waktu."

Hailexa terdiam sedangkan Alexander kembali melanjutkan bacaannya. Akan tetapi karena terlalu fokus, Alexander sampai-sampai telat menyadari jika saat ini Hailexa sudah berada di hadapannya. Gadis itu mengambil tempat, duduk di antara kedua kaki Alexander yang diluruskan.

Alexander menutup bukunya, meletakkan benda itu di atas nakas. "Saat hujan seperti ini, ada baiknya gunakan waktu untuk menghibur diri atau beristirahat. Makan, membaca buku, bicara santai, menonton film, atau tidur. Berhubung kita sudah makan dan kau terlihat sedang malas, maka sebaiknya tidur saja."

"Tidur? Ini belum ada lima jam sejak kita bangun." Hailexa tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Alexander. Wajahnya bersembunyi pada dada lelaki itu. "Berikan saran yang lain."

"Tidak ada," jawab Alexander cepat sambil mengusap punggung Hailexa. Entah apa yang sebenarnya gadis ini alami, namun Alexander merasa jika dia sedang mencari perhatian.

Kepala Hailexa menengadah, membuat mata mereka saling bertemu. Sebuah kecupan hangat dilayangkan pada rahang Alexander, sebelum akhirnya disusul dengan kecupan-kecupan lain di sekitar wajah.

Sesuai dugaannya, dia memang sedang mencari perhatian.

Hailexa bangkit, duduk dan melepaskan hoodienya, menyisakan kaus tanpa lengan. Setelah itu disusul dengan melepas ikatan pada rambutnya, membiarkannya tergerai bebas. "Kau tahu Alexander, ada aktivitas yang bisa dilakukan sebagai pengganti lari pagi," ujarnya begitu percaya diri.

Alexander menaikkan satu alisnya, belagak meminta penjelasan walaupun sebenarnya ia sudah tahu.

Tak ada jawaban dari Hailexa, melainkan suatu aksi di mana dia kembali mendekatkan tubuhnya. Alexander juga sengaja diam untuk menguji batas keberanian Hailexa, sampai kemudian satu tangan gadis itu bergerak usil di sekitar pinggangnya.

Alexander melingkarkan satu lengannya pada tubuh Hailexa, dan dengan gerakan cepat ia berhasil menukar posisi mereka. Seringai kecil muncul dari sudut bibirnya, di kala mendapati ekspresi Hailexa yang sedikit tekejut.

Kedua lengan kekar Alexander mengurung tubuh mungil itu erat-erat, sengaja tidak memberi celah untuk kabur. "Kau tahu Hailexa, aku bisa membuat napasmu jadi tak beraturan. Sama seperti saat kelelahan karena lari pagi," ucap Alexander serius.

"Bisa kau buktikan?"

Gadis ini sungguh ingin main-main dengannya. "Kau menantangku? Kuharap kau tidak menyesal. Katakan sesuatu jika nantinya aku melakukan kesalahan," bisik Alexander kemudian menyatukan bibir mereka.

Ciuman lembut selalu bisa menjadi pembukaan yang menarik sebelum nantinya berubah liar. Gerakan bibir Alexander sangat mendominasi, nyaris membuat Hailexa kewalahan padahal mereka baru saja mulai. Selama hal itu berlangsung, tangan Alexander tidak pernah tinggal diam. Satu menahan berat tubuhnya, sedangkan satu yang lain menjelajah dari balik pakaian.

Alexander menjauhkan tubuhnya, memberikan waktu bagi Hailexa untuk mengambil napas. Jeda waktu ini juga ia gunakan untuk melepas seluruh pakaian gadis itu, serta menanggalkan kausnya sendiri.

Kini bibir Alexander sudah bermain-main pada ceruk leher Hailexa. Mengecup, menggigit, serta meninggalkan bekas kemerahan di sana. Ketika dirasa cukup, bibirnya bergerak turun, membelai bahu, dada, serta perut. Bukan hanya bibir, jari-jarinya juga turut andil dalam memberikan kenikmatan. Di tengah-tengah aksinya Alexander tersenyum karena mendengar suara desahan manis yang lolos tanpa aba-aba.

"Aku bisa melakukannya sendiri," desis Alexander menghentikan gerakan tangan Hailexa yang akan melepaskan celananya. "Lakukan yang lain saja."

Kalimat barusan tampaknya telah memukul mundur nyali Hailexa. Alexander menggigit bibir, merasa senang karena mampu memegang kontrol dalam permainan.

Melalui sudut matanya, Alexander mencoba untuk melirik ke arah Hailexa. Bibirnya kini sudah berada pada pangkal paha gadis itu. Kecupannya tidak berhenti, sampai tangan Alexander mencoba melebarkan kedua kaki Hailexa.

Yang Alexander butuhkan saat ini adalah izin dari Hailexa. Ketika kepalanya mengangguk lemah, di saat itulah ia melanjutkan aksinya.

"Alexander. Apa yang—astaga," racaunya disertai erangan dan tarikan pada rambut tebal Alexander, akibat sesuatu yang hangat dan lembap sedang memanjakannya. Ini baru setengah jalan tetapi bahu Hailexa sudah bergerak naik turun, menandakan jika napasnya tersenggal.

Alexander menarik diri, ia perlu melepas sisa pakaian yang masih menempel di tubuhnya. Dari posisinya sekarang Alexander mengumpat pelan, merasa kagum akan gadis yang terbaring di hadapannya. Kecantikannya sungguh tak masuk akal. Sulit untuk dipercaya namun sangat nyata. Dia bagaikan berlian yang tak ternilai harganya.

Sebelum semakin jauh, Alexander berjalan mendekati nakas. Ia menarik laci dan mengambil pengaman dari dalam sana. Seberapa pun dirinya mencintai Hailexa, Alexander tidak ingin bertindak di luar batas. Usia mereka terlalu muda, banyak hal yang masih bisa dilakukan. Dirinya tidak ingin menjadi penghalang bagi Hailexa untuk meraih cita-citanya.

Alexander kembali menempatkan diri di antara kaki Hailexa. Matanya menatap lurus pada mata gadis itu, memastikannya untuk tetap terbuka. Satu tangan Alexander kini mengusap pahanya, kemudian naik hingga menyentuh titik sensitif di sana. Sementara itu, bibirnya yang menganggur digunakan untuk membelai puncak dada Hailexa.

Situasi ini, Alexander bisa mengetahui jika Hailexa nyaris mencapai puncaknya. Mata gadis itu terpejam. Satu tangannya mencengkeram erat kain seprai, sedangkan satu lainnya mencakar punggungnya.

"Open your eyes or I will stop it now, My Lady," bisik Alexander sensual dengan aksen britishnya.

Seketika kedua manik biru yang tadi menghilang sudah kembali terlihat. Punggung Hailexa melengkung, tak kuasa menahan sesuatu. Bibirnya terbuka, sambil mengerang Hailexa berhasil mendapat pelepasan pertamanya. Alexander tersenyum penuh kemenangan.

"Kau sendiri yang menantangku untuk membuat napasmu jadi tidak beraturan. Ini belum seberapa, mari kita buat jadi lebih sesak."

Tak ingin buang-buang waktu, Alexander mulai mencoba untuk menyatukan tubuh mereka. Hailexa menggigit bibirnya kuat, sedangkan Alexander menahan napas. Sekarang dirinya tak lagi hampa, ia bisa merasakan betapa hangatnya tubuh Hailexa.

Alexander bergerak perlahan, namun semakin lama semakin cepat. Ia menekan miliknya dalam-dalam, menciptakan hawa panas di sekitar mereka. Bulir-bulir keringat mulai membasahi pelipisnya, desahan Hailexa juga kembali terdengar. Alexander menarik napas kuat-kuat saat merasakan pelepasannya semakin dekat.

"Damn it," umpat Alexander ketika dirinya telah mencapai puncak.

Alexander mencium kening Hailexa lama, menumpahkan seluruh perasaan yang ada. Ia menjatuhkan diri di sebelah gadis itu, kemudian menariknya ke dalam dekapan hangat. Tubuh Hailexa gemetar, napasnya naik turun, dan matanya memandang sayup.

"Aku tidak pernah mengira akan sejauh ini," ujar Hailexa setelah beberapa menit suasana hening menyelimuti mereka.

"Lain kali hati-hati saat bicara. Lalu apa kau berpikir sekarang sudah berakhir?" Lagi-lagi seringai Alexander muncul, bersamaan dengan posisi tubuhnya yang sudah berganti. Ia tidak akan membiarkan momen ini berakhir dengan cepat. "Aku bisa membuat ini lebih melelahkan dari lari pagi."

Ketika ia mendapat sinyal persetujuan, di saat itu juga bibir mereka kembali bertemu.

Pergulatan manis ini berlangsung panjang. Selain cuaca yang mendukung, Alexander juga merasa tidak bisa jauh dari Hailexa. Ranjang saja tidaklah cukup. Ketika berada di kamar mandi untuk membersihkan diri, mereka melakukannya lagi dan lagi.

Sekarang Alexander sudah terbaring nyaman di atas ranjang. Raganya sedang beristirahat, namun tidak dengan pikirannya. Alexander menipiskan bibir ketika melihat Hailexa yang tidur dengan pulas. Pikirannya berkecamuk, tidak tahu harus memulai tindakan ini atau menggunakan cara yang lain.

Usai bertemu dengan Allard beberapa hari lalu, Alexander mendapat berbagai saran serta cara untuk mengungkap segala hal yang telah disembunyikan. Salah satu cara termudah ialah mengambil ponsel Hailexa dan menggali informasi dari sana.

"Lakukan saat dia tidur."

Ini sebenarnya adalah waktu yang tepat, gadis itu tak akan menyadari apa pun. Akan tetapi sesuatu yang lain sukses menghentikan niatnya.

Alexander terdiam ketika melihat fotonya digunakan sebagai latar pada layar pengunci. Seketika rasa bersalah menyelimuti dirinya. Tindakan ini di luar batas. Menggunakan cara seperti ini hanya akan menimbulkan rasa bersalah dan penyesalan. Saat ini saja Alexander sudah merasa tidak enak hati karena membuat Hailexa kelelahan. Ia harus gunakan cara lain.

"Maaf," lirihnya, kemudian mengecup kening Hailexa begitu lama.