Chereads / THE SECRET AGENT! / Chapter 59 - Lakukan Sekarang

Chapter 59 - Lakukan Sekarang

"Alexander. Jangan lakukan, Nak."

Perintah Terry berhasil menghentikan aksi Alexander yang akan meminta laki-laki tadi, menjauhkan tangannya dari Hailexa. Tindakannya itu seolah menunjukkan jika Terry tahu isi kepala Alexander. Well, ini ada baiknya. Alexander sekarang mencoba untuk mengontrol diri dan tidak melakukan perbuatan memalukan.

"Tanpa mengurangi rasa hormat kami, izinkan tim memeriksa mereka berdua."

"Lakukan dengan cepat. Aku bisa katakan dua anak ini tidak ada hubungannya dengan Chiplytical. Kalian juga sudah dengar pengakuannya tadi. Putraku hanya penasaran."

"Baik, Agent Peterson. Kami hanya akan melakukan pemeriksaan pada tubuhnya, memastikan tidak ada benda lain yang patut dicurigai."

Terry menggeram pelan, "Berhenti memanggilku agent. Jika sudah selesai, cepat bubar. Alexander dan Allard, mereka menjadi tanggung jawabku. Anggap saja pengejaran ini tidak pernah terjadi. Satu lagi. Jangan libatkan Austin tanpa izin dariku. Dia dan dua temannya butuh ketenangan."

"Perintah dimengerti. Kami juga sudah selesai."

Satu per satu di antara mereka mulai pergi meninggalkan lokasi. Dari tempatnya berdiri, Alexander hanya bisa mengamati Hailexa yang pergi bersama laki-laki bedebah itu. Andai saja Terry tidak menahannya, Alexander jamin pukulannya sudah melayang begitu saja.

"Alex," Terry menyentuh bahu Alexander lembut. Mereka adalah dua orang terakhir yang tersisa. "Ini sudah larut. Aku ingin kau pulang ke rumah."

"Jadi Mommy juga tahu tentang pekerjaan ini? Nicholla juga. Russell Federation of Investigation. Dulu Daddy dan Mommy bekerja di sana 'kan?"

"Bagaimana bisa kau menyimpulkan seperti itu?"

"Jika memang hanya Daddy yang terlibat, maka sejak tadi kau mengatakan padaku untuk merahasiakan ini dari Mommy dan Nicholla. Katakan jika aku salah. Aku tahu semuanya, Dad!"

"Kau belum tahu semuanya, Alexander. Lebih baik kita pulang."

Alexander memalingkan wajahnya, kemudian kembali mengenakan helmnya dan segera meninggalkan Terry. Sudah beberapa menit berlalu, tetapi tetap saja ia masih merasa tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sepanjang perjalan pulang yang Alexander rasakan didominasi oleh perasaan kecewa. Kenapa orang-orang mendadak menyukai permainan menyimpan rahasia?.

Ketika tiba di rumah, Alexander menemukan dua perempuan yang sangat ia cintai sedang berbincang akrab di ruang tengah. Sepertinya langkah kaki Alexander terlalu keras, sampai-sampai membuat mereka menoleh dan mengabaikan tayangan televisi.

"Parta. Kenapa baru pulang? Kau sudah makan?"

"Ada sedikit masalah di jalan. Beruntung Daddy segera datang. Jika tidak, mungkin aku sudah tertangkap."

"Hah? Seperti buronan saja," celetuk Nicholla yang berhasil membuat Alexander terkekeh.

"Kau benar, Nicholla. Jika ada kesempatan, aku akan mendaftarkan diri pada universitas yang melatih mahasiswanya sebagai calon mata-mata. Dengan begitu mereka akan mengajariku cara melarikan diri yang benar."

Alis Nicholla saling bertautan. Raut wajahnya menunjukkan jika sedang bingung sekaligus terkejut. "Kau ini bicara apa? Aku tidak mengerti," balasnya.

"Sekarang aku tahu kenapa kau pernah membantah opiniku soal rumor universitas. Kenapa kalian melakukan ini? Merahasiakannya dariku. Mom, aku satu-satunya orang yang tidak tahu," ungkap Alexander begitu tersiksa.

"Parta. Mommy masih belum mengerti. Apa yang sebenarnya kau bicarakan?" tanya Emma. Suaranya terdengar sangat halus.

"Dia sudah tahu, Emma. Putra kita sudah tahu." Terry baru saja tiba dan langsung menjadi penengah di antara mereka. "DIS, akademi, bahkan RFI. Ingat anak baru yang kau temui di perpustakaan markas? Hailexa. Dia adalah gadis yang selama ini dekat dengan Alexander."

Baik Nicholla maupun Emma, mereka kompak menampilkan ekspresi yang sama. Alexander yang sudah memprediksi kejadian ini, memberikan merespons dengan membuang napas kasar.

"Terima kasih atas penjelasannya, Agent Peterson. Putramu ini izin undur diri. Selamat malam," pamit Alexander sambil berlalu meninggalkan ruang tengah.

"Nak, Parta," panggilan Emma mengalun lembut. Dari nada suaranya terdengar sangat tersiksa dan dipenuhi rasa bersalah. "Alexander. Nak, kita perlu bicara sebentar," sambungnya.

"Emma, biarkan dia. Besok saja," cegah Terry sehingga membiarkan Alexander naik menuju kamarnya.

"Parta. Mommy bisa jelaskan padamu."

Demi Tuhan, Alexander merasakan hatinya teriris. Dua puluh empat tahun ia hidup, ini pertama kalinya Alexander mengabaikan panggilan dari Emma. Jika pun pernah, itu hanya karena dirinya kesal dan dalam batas candaan. Bukan di saat panggilan Emma terdengar seperti memohon.

Alexander sadar jika sikapnya keterlaluan. Ia masih sangat mencintai Emma, Nicholla, dan Terry, sampai kapan pun akan terus seperti itu. Namun sekarang rasa egoisnya perlu dipertahankan. Biarkan mereka mengerti, rasa kecewa yang sedang Alexander alami. Menyakitkan, bukan?

Bukan Maverick, melainkan Peterson.

Siapa yang bisa mengira jika beberapa aspek dalam hidupnya saling terhubung satu sama lain, namun dalam diam. Hailexa merasa bodoh. Apa yang terjadi kemarin malam, merupakan kejutan paling sukses yang pernah ia dapatkan. Bagaimana bisa laki-laki itu muncul, dan tiba-tiba memanggil seseorang yang ia kenal dengan sebutan ayah. Saat mendengarnya, terasa seperti berada di antara hidup dan mati.

Hailexa jelas tak bisa menyalahkan Alexander, karena tidak memperkenalkan diri sebagai Alexander Peterson. Maverick itu juga namanya. Dia punya hak penuh untuk memilih nama yang akan digunakan. Memang dirinya saja yang bodoh. Kenapa tidak bertanya sejak awal?

Pantas saja setiap kali melihat Terry Peterson, Hailexa merasa tidak asing. Wajahnya cukup familiar. Hanya saja ia yang terlambat mengenali. Alis, mata, hidung—struktur wajah mereka memiliki banyak kesamaan. Ayah dan anak itu benar-benar mengejutkan.

Dengan fakta ini, semuanya jadi terasa sulit. Tampaknya Hailexa tidak akan punya keberanian untuk menatap atau bahkan bertemu Terry, terlebih lagi dengan Emma. Apa yang mereka pikirkan, saat tahu putranya sedang dekat dengan gadis yang tak punya apa-apa?

"Sampai kapan akan begitu? Hari sudah pagi tetapi kau masih saja murung. Semalam kau pasti sulit tidur."

Hailexa mengangkat kepalanya yang sejak tadi terbaring di atas meja. "Ini bahkan belum masuk pukul lima. Kenapa kau sudah datang?" tanyanya pada Bedric.

Lelaki itu berjalan mendekati meja, meletakkan bungkusan kertas dengan bau yang sangat menggiurkan, serta satu cup minuman hangat. "Makanlah dulu sebelum dingin. Ada kedai dua puluh empat jam di dekat apartemenku. Wafflenya memang murah, namun aku bisa menjamin jika rasanya sekelas bintang lima."

"Terima kasih. Aku banyak merepotkanmu, ya."

"Baguslah jika kau sadar." Bedric tersenyum geli, bersamaan dengan tatapan tajam Hailexa yang diarahkan untuknya. "Aku bercanda. Kedatanganku kemari tentu untuk menepati janji padamu."

Hailexa menghentikan kunyahannya. Ia menyipitkan mata, mencoba mengingat-ingat janji apa yang telah diucapkan Bedric. "Ah! Jadi kita boleh melakukannya?"

Semalam saat ia sedang menangis, Bedric berjanji akan membantunya untuk melihat informasi-informasi lain mengenai keluarga Peterson, khususnya Alexander. Selama ini Hailexa mencoba mencari tentang data lelaki itu, namun tidak ada satu pun yang bisa ia temukan. Akun sosial media saja tidak ada.

"Tentu boleh. Alesya mengizinkanku melakukannya asalkan harus selesai sebelum pukul sembilan pagi."

"Meski ini baru pukul lima pagi, waktu sering kali berjalan cepat. Jadi lakukan sekarang!"

"Berhubung aku yang memegang kendali, jadi kita mulai sesuai dengan apa yang kuinginkan."