Chereads / THE SECRET AGENT! / Chapter 41 - Opsi yang Lebih Menakjubkan

Chapter 41 - Opsi yang Lebih Menakjubkan

"Hailexa, bawa ini ke ruang delapan di lantai empat. Aku menyusul, harus ke toilet sekarang. Bedric sudah di sana."

Hailexa mengangguk dan menerima map berwarna hitam dari tangan Alesya. Ia berjalan melewati lorong seorang diri, menuju tempat di mana lift berada. Hari ini Hailexa akan pulang lebih malam dari biasanya. Satu pertemuan penting sudah dijadwalkan dan mau tidak mau harus datang. Pertemuan ini akan membahas mengenai pengambilan chip pasangan. Mungkin pencurian lebih tepatnya.

Beruntungnya sebelum hari gelap Hailexa sudah menghubungi Alexander dan mengatakan jika akan pulang larut. Ia tadinya memilih kelas di akademi agar seolah-olah terlihat jika kuliahnya baru berakhir. Alexander tampaknya percaya akan hal itu. Hailexa bisa lebih tenang sekarang.

"Ck! Ini baru pukul tujuh tetapi lorongnya sudah sepi," gerutu Hailexa setibanya ia di lantai empat.

Satu tangan Hailexa mendorong pintu ruang delapan secara perlahan menggunakan sikunya. "Bedric kenapa lorongnya—" Hailexa buru-buru mengatupkan bibirnya ketika ia tidak menemukan Bedric di sana. Sial, mungkin hal seperti ini tak akan jadi masalah jika ruangannya kosong. Namun sekarang Hailexa justru dihadapkan dengan Aldrich Arce bersama satu agent lainnya, serta dua orang asing.

"Ma-maaf. Aku pikir ini ruang delapan."

"Ini memang ruang delapan. Kau butuh sesuatu?"

"Aku pikir pertemuannya di sini."

Aldrich menggeleng sembari tersenyum tipis. "Pertemuannya memang di ruang delapan, namun lantai lima."

Oh astaga. Alesya sudah keterlaluan. Bisa-bisanya dia salah menyebut nomor lantai. "Maafkan aku. Maaf atas kecerobohan ini," ujar Hailexa sekali lagi dengan tubuh yang sedikit membungkuk.

"Kami memang sedikit terkejut, tetapi santai saja. Tidak perlu meminta maaf sampai seperti itu. Aku belum pernah melihatmu, apa kau baru di sini?"

Hailexa mengalihkan pandangan pada dua orang asing yang duduk di hadapan Aldrich. Satu pria satu wanita. Mereka tampak sudah berumur dengan kumpulan rambut putih di kepalanya. Jika ditaksir mungkin usianya lebih dari enam puluh lima.

Hailexa tidak punya nyali untuk menjawab dengan suara. Sebagai gantinya ia hanya mengangguk.

"Namaku Klaus," ucap si pria. Suaranya begitu halus.

"Hailexa Spencer. Senang bisa bertemu dengan Anda."

"Kurasa kita akan sering bertemu nantinya."

Sebelah alis Hailexa terangkat, kepalanya sedikit dimiringkan. Ia merasa heran.

Seolah menyadari keheranan Hailexa, Aldrich langsung buka suara. "Klaus sering bekerja sama atau meminta bantuan kami," jelasnya.

"Ah, begitu. Baiklah, aku izin untuk keluar. Bedric dan yang lain pasti sudah menunggu."

Hailexa berjalan cepat kembali menuju lift. Kebetulan sekali, saat pintunya terbuka Alesya sedang ada di dalam dan berniat untuk keluar. Hailexa mendorong tubuh gadis itu perlahan agar kembali masuk.

"Sialan. Pertemuannya di lantai lima, bukan empat," bentak Hailexa dengan emosi yang sudah di ujung kepala.

"Oh ya? Aku lupa."

Aku lupa. Alasan macam apa itu. Wajah Alesya benar-benar kelewat santai sementara Hailexa berhasil dibuat malu di sana.

Tampaknya Hailexa dan Alesya menjadi orang terakhir yang datang. Semua kursi sudah penuh. Dua orang pria sedang berdiri di dekat papan tulis, sedangkan yang lain siap untuk mendengarkan.

"Kurasa aku tidak perlu memperkenalkan diri," ujar pria berkemeja navy dengan bagian lengan yang digulung sebatas siku.

Terry. Hailexa masih mengingat dengan jelas nama pria itu. Pria yang wajahnya terlihat tidak asing sejak pertemuan pertama, namun ia merasa jika belum pernah bertemu sebelumnya.

"Pertama aku butuh dua orang yang akan masuk serta mengambil chip. Siapa saja boleh selama fisik dan isi kepalanya bisa diandalkan. Aku takut mereka harus berlari kencang. Akan ada partner dari luar yang membantu kalian. Salah satu dari mereka usianya sekitar dua puluh tiga. Jadi kuharap pintar-pintar menyesuaikan topik pembicaraan dengannya. Ada yang ingin mengajukan diri?"

"Menurutku Bedric dan Hailexa akan cocok. Di antara kami, mereka yang usianya tidak jauh dari dua puluh tiga," celetuk perempuan yang duduk di ujung.

Bedric dan Hailexa mengangguk secara bersamaan. Mereka langsung menyetujui tanpa pertanyaan atau penolakan.

"Bagus. Lalu butuh empat sampai delapan orang untuk melumpuhkan sistem dari luar gedung. Tugas tambahannya adalah menjaga Hailexa dan Bedric jika mereka terjebak dalam pengejaran. Aku harap tugas tambahan tidak akan pernah dilakukan."

"Kami sudah punya daftar untuk itu."

Kedua mata Hailexa menatap fokus pada papan tulis ketika Terry menuliskan sesuatu di sana. Chiplytical. Hailexa ingat itu. Chiplytical adalah perusahaan yang menempati posisi nomor delapan dari sepuluh perusahaan pengembang teknologi terbesar di Italia. Kantor pusatnya berada di Maryland, United States, dan baru masuk ke Italia sekitar enam tahun lalu.

Sesuai namanya, Chiplytical lebih fokus dalam mengembangkan teknologi yang ada pada chip. Perusahaan inilah yang memproduksi chip yang ditemukan pada sepatu milik Emily.

"Lazarus, adalah chip keluaran terbaru dari Chiplytical yang sebentar lagi akan dipamerkan kepada publik. Acaranya digelar di gedung utama Chiplytical. Hailexa dan Bedric akan hadir dalam peluncuran itu."

Hailexa menggigit bibirnya kuat-kuat. Menyelinap langsung dalam gedung perusahaan bukan hal yang bisa diremehkan. Nasibnya akan berakhir buruk jika sampai ketahuan.

"Peraturan pertama. Jangan pernah menyinggung soal namaku, dengan siapa kalian bekerja, atau apa pun yang memuat informasi penting. Ada banyak petugas yang berjaga. Sekali saja salah sebut, maka semuanya bisa berakhir. Mengerti?"

"Dimengerti," jawab Hailexa dan Bedric kompak.

"Kedua. Aku ingin kalian kembali belajar soal meretas sistem keamanan, manajemen waktu, bersosialisasi, serta sedikit latihan fisik. Itu akan sangat berguna."

Terry mengeluarkan dua buah benda dan meletakkannya di atas meja. Penampakannya sangat mirip dengan chip yang ditemukan pada sepatu Emily.

"Masih dalam tahap penyempurnaan. Chip inilah yang akan ditukar chip aslinya. Meski berpasangan, setiap chip memiliki nomor seri yang berbeda. Untuk saat ini aku belum mengetahui informasi lebih soal nomor seri. Nanti jika sudah jelas pasti akan disampaikan." Terry menoleh ke samping, kemudian berucap dengan tegas, "Bagikan denah gedungnya."

Kurang dari tiga puluh detik satu dokumen berhasil dikirimkan pada setiap orang di ruangan. Pandangan mereka kini tidak lagi tertuju pada papan, melainkan denah yang tertampil di atas layar tablet.

"Acara peluncuran dan ruang penyimpanan ditempatkan di lantai yang sama. Keuntungannya kalian tidak perlu masuk hingga ke bagian dalam. Namun sekali saja ketahuan, maka akan sulit untuk keluar."

Sesaat, Hailexa menyesal atas pilihannya. Bagaimana jika nantinya ia dan Bedric tertangkap basah? Membayangkan wajahnya terpampang di setiap siaran televisi adalah mimpi buruk yang tak pernah ia harapkan. Hailexa lebih mati tertembak dibanding hidup dengan menanggung rasa malu.

Mendengarkan setiap detail instruksi yang diucapkan Terry justru semakin membawa ketakutan serta keraguan dalam diri Hailexa. Rencana serta strategi yang dibuat terlihat matang dan tanpa celah. Tetapi siapa yang bisa menjamin semua akan berjalan seratus persen sesuai dengan keinginan?

Di antara banyaknya agent senior, kenapa Hailexa justru menyetujui tindakan berisiko ini?

"Ada apa Bedric?" tanya Terry ketika lelaki itu mengangkat tangan.

"Apa nantinya aku dan Hailexa akan masuk dan keluar melalui pintu yang sama?"

Masing-masing sudut bibir Terry terangkat, memperlihatkan senyum yang jarang dipamerkan. Sungguh, Hailexa merasa terpesona melihat senyum itu. Saat pertama kali bertemu, Hailexa memandang Terry seperti sosok mendiang ayahnya. Namun hari ini penampilan pria itu cukup bersih. Rambut halus yang sempat menghiasi rahang serta dagunya sudah dicukur habis, membuatnya tampak seperti pria berusia akhir tiga puluhan. Emma benar-benar beruntung.

Akan tetapi pemikiran ini tentu tidak membuat Hailexa jatuh cinta pada Terry. Baginya Alexander berkali-kali lipat lebih tampan dan lebih muda tentunya.

"Awalnya aku berpikir seperti itu. Namun temanku menawarkan opsi lain yang lebih menakjubkan."

Hailexa tidak tahu apakah opsi lain yang dimaksud akan membuatnya lebih mudah melaksanakan tugas ini atau justru mempersulit. Yang ia ketahui saat ini adalah nyawa, harga diri, serta nama baiknya akan dipertaruhkan.