Sama dengan hari-hari sebelumnya, Hailexa selalu menjadi orang terakhir yang keluar dari ruangan. Selain tidak suka berdesakan, kebetulan hari ini sedang tidak terburu-buru untuk pergi. Sampai malam nanti waktunya akan kosong. Semoga saja tidak ada acara mendadak.
Hailexa memasukkan buku, alat tulis, serta airpodsnya ke dalam tas. Di luar langit mulai mendung. Menurut ramalan cuaca, hujan deran akan mengguyur Turin sekitar pukul delapan malam. Masih ada waktu sekitar lima jam sebelum pukul delapan. Pulang nanti sepertinya Hailexa akan mampir ke minimarket untuk membeli kebutuhan bulanannya.
"Aku menunggumu di luar sejak tadi."
"Masih belum ingin keluar," balas Hailexa santai.
Alesya menipiskan bibirnya. "Ikut aku," ajaknya sembari menarik pergelangan tangan Hailexa.
Hailexa menurut dan terus bungkam sebab terlalu malas untuk bertanya. Langkah kaki Alesya yang lebar, membuat mereka cepat tiba di tujuan. Ini gedung lain. Gedung yang lokasinya berada di belakang dari gedung yang biasa Hailexa pijak.
"Aku lupa untuk memberi tahu. Sebenarnya tidak penting, hanya tambahan informasi saja. Mungkin selama ini kau hanya mendengar nama gedung utama, gedung barat, sisi perbatasan—"
"Aku tidak pernah mendengarnya. Itu apa?"
"Berhenti memotong ucapanku," decak Alesya. "Lupakan soal itu. Intinya setiap gedung yang ada di sini punya nama khusus. Tidak semua orang tahu nama ini. Mereka hanya menyebutnya dengan gedung utama, barat, dan yang lain. Karena aku sedang berbaik hati, maka akan kuberi tahu sedikit. Gedung yang sering kau datangi, itu disebut Cosmos. Lalu gedung yang ini disebut Magellanic. Sisanya akan kukatakan lain waktu dan jika memang dibutuhkan."
"Biar kutebak. Nama yang lain pasti tidak jauh-jauh dari Andromeda, Cigar, atau Eye of Sauron."
"Kau pintar juga ya."
Bola mata Hailexa berputar. Siswa high school juga rasanya akan langsung paham. Ini hanya kumpulan dari nama galaksi. Tidak susah untuk ditebak.
Megellanic. Hailexa pikir gedung ini tidak akan jauh beda dari Cosmos. Sayangnya anggapan itu salah besar. Baru saja kakinya menginjak pada lobi, Hailexa sudah dibuat kagum dengan isi dari gedung Magellanic.
Lihat arsitektur gedung ini, jauh lebih modern. Di sisi kanan, terdapat layar besar yang menyatu dengan dinding. Layar itu menampilkan beberapa informasi. Hailexa hanya tahu tanggal, jam, serta ramalan cuaca. Sisanya adalah informasi yang ditulis dalam bahasa italia.
Alesya membawanya memasuki lift. Dinding belakang lift terbuat dari kaca, sehingga ketika lift naik, Hailexa bisa melihat pemandangan di luar gedung. Lift ini juga tidak punya tombol. Perintah diberikan hanya dengan sensor suara. Namun sebelum itu Alesya diminta untuk menempelkan jarinya pada layar kecil agar mendapat akses penuh.
"Mulai besok jadwalmu berubah. Kau tidak lagi terus berada di gedung Cosmos. Magellanic akan membutuhkanmu."
"Itu berarti aku tidak perlu hadir di kelas, membaca buku tebal—"
"Tentu tidak semudah itu. Kau akan tetap belajar. Ada banyak hal yang belum diketahui. Namun intensitasnya akan berkurang. Mungkin suatu hari nanti aku bisa memintamu berhenti menghadiri kelas dan fokus pada masalah yang ada."
Mata Hailexa menatap detail setiap sisi yang ada. Suhu di sini dingin, bahkan lebih dingin dari gedung Cosmos. Entah ini memang kenyataan atau karena Hailexa sedang gugup saja. Hampir setiap ruangan yang ada dinding pembatasnya dibuat dari kaca gelap, sehingga apa yang sedang dilakukan di dalam sana tidak akan terlihat.
Hailexa dibawa masuk ke sebuah ruangan yang penuh dengan orang sedang menatap layar komputer. Ruangan ini cukup luas dengan pencahayaan yang sedikit gelap. Kehadirannya dengan Alesya membuat beberapa orang menoleh dan tampak bertanya-tanya. Sisanya tentu saja tidak peduli, memilih fokus pada pekerjaan.
"Tolong, bisa panggilkan Bedric untukku?" tanya Alesya pada perempuan yang duduk tak jauh dari mereka. "Nah Hailexa, meja di sana," Alesya menunjuk beberapa meja kosong, "pilih salah satu. Itu akan jadi tempatmu saat datang kemari."
"Oh, maaf. Tidak tahu jika—"
"Tidak apa-apa Bedric. Dia yang aku bicarakan beberapa waktu lalu."
"Namaku Bedric Alcaide. Panggil Bedric saja."
Tangan Hailexa terulur untuk menyambut tangan Bedric. Mereka berjabat tangan. "Bedric, aku Hailexa Spencer. Kau bisa memanggilku Hailexa atau Hailexa, keduanya sama saja."
"Ini tugasmu, Bedric. Aku harus segera pergi. Hailexa, selamat bersenang-senang."
Hailexa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sejak Alesya pergi, suasana berubah canggung. Bedric belum juga kembali bicara padanya. Laki-laki itu terus menatap kepergian Alesya.
"Aku tahu ini sedikit menegangkan. Terkadang dia terlalu mengintimidasi, bukan?"
"Maksudmu, Alesya?"
"Tentu saja." Bedric berkacak pinggang. Dia tersenyum sembari mengeluarkan ponsel dari saku celanya. "Hailexa. Waktunya sedang tepat. Tertarik untuk jalan-jalan sebentar?"
Yang dimaksud Bedric dengan jalan-jalan adalah berkeliling gedung hingga kaki Hailexa terasa pegal. Mereka sesekali berhenti sejenak karena Bedric perlu menjelaskan fungsi dari setiap ruangan yang ada. Perjalanan ini berakhir di sebuah dapur yang juga dilengkapi dengan ruang makan.
"Ingin minum apa? Soda, teh, kopi, jus kemasan, susu? Katakan saja." Bedric menawarkan. "Kau terlalu lama berpikir."
Bukannya terlalu lama berpikir, Hailexa hanya merasa tidak enak untuk menerima tawaran Bedric. Hailexa adalah orang baru di tempat ini. Rasanya tidak sopan jika menentukan pilihannya sendiri.
"Tidak perlu. Aku masih belum ingin minum."
"Oh ya? Kau terlihat lelah dan bosan tadi, maka dari itu aku membawamu kemari. Jika memang tidak ingin minum, kita pergi ke satu tempat lagi. Setelahnya kau boleh pulang."
Hailexa menelan ludah kuat-kuat saat Bedric mengajaknya untuk melangkah masuk. Sebelumnya mereka turun beberapa lantai dari dapur dan tiba di tempat gelap ini. Tidak ada lagi dinding kaca. Sistem penjagaannya pun ketat. Terlihat seperti ruang rahasia.
"Hailexa, aku harus mengangkat panggilan. Kau lihat-lihat saja dulu," pamit Bedric lalu berlari keluar.
Hailexa berjalan mendekati meja di mana sebuah buku tergeletak begitu saja. Nato per Morire. Born to Die. Terlahir untuk Mati. Hailexa tidak mengeti mengapa buku ini punya judul yang aneh. Untuk memenuhi rasa ingin tahunya, sebelum Bedric kembali Hailexa cepat-cepat mengintip isi di dalamnya.
Nyatanya tidak ada yang spesial di sini. Isinya berupa foto hitam putih banyak orang yang ditempel rapi dari tahun ke tahun. Tepat di bagian bawah foto, selalu ditulis sebuah nama. Sayangnya isi buku ini tampak belum diperbarui, atau mungkin sudah selesai. Buku ini terakhir diisi sekitar delapan belas tahun lalu.
Hailexa mencoba memperhatikan detail beberapa halaman dari belakang. Ini jelas bukan semacam buku tahunan yang biasa dicetak saat kelulusan sekolah. Wajah-wajah di buku ahunan sering kali terlihat menggemaskan karena foto diambil saat remaja. Namun di sini, baik tua ataupun muda, semuanya bercampur menjadi satu.
Josheph D. Turnan.
Daniel J. Horran.
Perrie K. van Dyke.
Jack W. Russell.
Masih banyak nama serta foto lain. Apa mungkin mereka dulunya pernah bekerja di sini?
"Hailexa. Maaf membuatmu menunggu. Apa yang sedang kau lihat?"
Kepala Hailexa menggeleng cepat. "Apa ada yang menempati ruangan ini? Aku melihat ada buku di atas meja. Seseorang pasti baru datang kemari," ujarnya membuat topik pembicaraan baru.
"Ruangan ini sering kosong. Tidak semua orang boleh datang. Jika melihat buku yang kau maksud, sudah pasti Pak Tua itu."
"Pak Tua?"
"Ssshhh... Jangan ucapkan dua kata itu sembarangan, kecuali hanya aku dan kau. Ini rahasia. Ayo, ada yang perlu kutunjukkan."
Kedua tangan Bedric membuka dua buah pintu sekaligus yang memiliki warna sama persis dengan dinding. Hailexa mengaga, saat tahu isi di dalamnya. Kumpulan senjata api. Pantas saja jika ruangan ini dijaga ketat.
"Tidak perlu terkejut. Ruangan ini, ruangan sebelah, serta beberapa ruangan lain di lantai yang berbeda memang berfungsi sebagai gudang senjata. Aku membawamu kemari karena izin yang kudapatkan hanya di lantai ini."
Keringat di pelipis Hailexa mulai bercucuran. Bedric tidak akan membunuhnya 'kan?
"Sekarang pilih satu," ujar Bedric dengan seringai kecilnya. "Mana saja asal bukan senjata laras panjang. Akan sulit menyimpan benda itu di apartemen."